sukabumiheadline.com – Indonesia secara resmi mengakui tengah berdiskusi dengan Italia mengenai akuisisi kapal induk ringan yang telah dipensiunkan, ITS Giuseppe Garibaldi.
Langkah ini, jika terwujud, akan menjadi titik balik besar dalam sejarah pertahanan maritim Indonesia dan mengubah keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara.
Menurut laporan Defence Security Asia yang dikutip Sabtu (13/9), konfirmasi datang dari Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali, menandai sinyal terkuat bahwa Indonesia siap memasuki klub eksklusif negara yang mengoperasikan kapal induk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masalah kapal induk ini bisa diklarifikasi lebih lanjut dengan pihak Italia, tapi kami memang berupaya memperoleh Garibaldi, yang sebelumnya bertugas di Angkatan Laut Italia, dan kami berharap ini akan memperkuat armada kami,” kata Laksamana Ali saat peresmian KRI Brawijaya-320 di Tanjung Priok, dikutip dari Defence Security Asia, Selasa (13/9/2025).
Jika akuisisi ini terwujud, TNI Angkatan Laut untuk pertama kalinya akan mengoperasikan kapal induk, mengubah statusnya dari kekuatan pertahanan pesisir (green-water navy) menjadi kekuatan laut biru (blue-water navy) dengan kemampuan proyeksi kekuatan di seluruh Indo-Pasifik.
Laksamana Ali menjelaskan bahwa pada tahap awal, kapal induk akan digunakan untuk Operasi Selain Perang (OMSP), seperti bantuan kemanusiaan, penanggulangan bencana, dan patroli keamanan maritim. Namun, ia tidak menutup kemungkinan penugasan tempur penuh bila situasi memerlukan.

Garibaldi sendiri diluncurkan pada 1985 dengan bobot 14.000 ton dan menjadi kapal induk dek penuh pertama Italia, dirancang untuk mengoperasikan jet tempur AV-8B Harrier II dan helikopter anti-kapal selam.
Spesifikasi Giuseppe Garibaldi
- Bobot: ±14.000 ton
- Panjang: 180 meter
- Penggerak: 4 turbin gas LM2500
- Kecepatan maksimum: 30 knot
- Kapasitas: jet AV-8B Harrier II & helikopter ASW
- Fitur: dek ski-jump, pusat komando NATO
Sepanjang kariernya, Garibaldi teruji dalam berbagai operasi NATO, termasuk kampanye udara Kosovo (1999), dukungan koalisi di Afghanistan, dan intervensi Libya (2011).
Rekam jejak ini menjadikan kapal tersebut opsi menarik bagi Indonesia karena menawarkan platform teruji tempur dengan biaya lebih efisien dibanding membangun kapal induk baru.
Langkah Indonesia mengejar Garibaldi muncul di tengah meningkatnya rivalitas maritim di Indo-Pasifik.
China saat ini sudah memiliki tiga kapal induk—Liaoning, Shandong, dan Fujian—dan berencana menambah unit baru pada awal 2030-an.
Walau Garibaldi tidak sebanding dengan kapal induk super China, akuisisi ini tetap akan menjadi lompatan besar secara simbolis maupun operasional bagi Indonesia.
Posisi geografis Indonesia yang strategis, mengapit Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok, jalur vital perdagangan global, membuat kapal induk berperan penting dalam memperkuat pengawasan, keamanan jalur energi, hingga operasi kemanusiaan.
Selain itu, kapal induk ini dapat mendukung kerja sama multilateral Indonesia melalui latihan gabungan ASEAN atau misi perdamaian PBB, sekaligus meningkatkan posisi diplomatiknya.
Namun, tantangan integrasi tetap besar, mulai dari absennya jet STOVL seperti Harrier atau F-35B hingga kebutuhan modernisasi sensor dan sistem pertahanan.
Meski penuh tantangan, negosiasi dengan Italia untuk mengakuisisi Giuseppe Garibaldi lebih dari sekadar pembelian aset militer. Ini merupakan deklarasi niat strategis Indonesia untuk mentransformasi TNI AL menjadi kekuatan maritim biru sejati, sekaligus memperkuat posisi negara dalam peta kekuatan Indo-Pasifik di masa depan.