sukabumiheadline.com – Siapa sangka, Kecamatan Cicurug pernah menjadi pusat peradaban Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada masa silam. Di sini terdapat sedikitnya dua peninggalan nenek moyang dari zaman pra-sejarah.
Selain situs megalitik Batu Kujang di Kampung Tenjolaya Girang, Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug, ada satu lagi yang juga tak kalah menarik untuk dikunjungi, yakni Situs Kuta atau Situs Batu Gores. Baca selengkapnya: Batu Kujang Cicurug Sukabumi Top 10 untuk Dikunjungi Versi Situs Amerika Serikat
Situs Kuta atau Situs Batu Gores
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebuah tempat bersejarah berdiri sederhana di Kampung Kuta RT 002/001, Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Situs ini berada di perbukitan dengan permukaan yang bergelombang—lebih tepatnya di kaki Gunung Salak.
Menurut catatan kepurbakalaan, Situs Kuta merupakan situs peninggalan era 50 Masehi, yang terdiri atas bebatuan seperti menhir, dolmen, batu lumpang, batu bergores, serta bebatuan lainnya.
Situs ini terletak di antara dua sungai. Selain itu, konon terdapat pula sumber mata air di area Situs Kuta. Hal ini disebabkan karena orang-orang zaman pra-ksara ingin membuat pemukiman di dekat sumber mata air agar dapat memudahkan kehidupan mereka, seperti untuk bercocok tanam, untuk keperluan ibadah (bersuci), serta untuk sarana transportasi (melalui sungai).
“Kata arkeolog, pasti situs berhubungan dengan sungai, atau tidak mata air,” ucapnya.
Dikutip sukabumiheadline.com, Ahad (23/11/2025), dari catatan juru pelihara Situs Kuta Tika Kandita Rahman yang berjudul Mengenal Lebih Dekat Situs Kuta dan Megalit Batu Gores, situs ini pertama kali ditemukan pada 1936 oleh H. Sholeh yang merupakan warga sekaligus pemilik tanah kawasan Situs Kuta, sebelum dibebaskan menjadi milik pemerintah.
Di sini terdapat sejumlah peninggalan era pra-aksara, seperti batu menhir setinggi 1,2 meter yang merupakan sarana pemujaan arwah nenek moyang.
Selain itu, terdapat pula dolmen yang berfungsi sebagai meja untuk meletakkan sesaji untuk dipersembahkan kepada roh nenek moyang, batu lumpang untuk menumbuk padi, batu yang difungsikan sebagai meja dan kursi untuk berdiskusi, serta batu bergores.

Semua batu-batu tersebut berada di satu area yang sama, kecuali batu bergores. Hal ini dikarenakan batu bergores terjatuh akibat longsor sehingga batu tersebut berada di bawah bebatuan lainnya. Walau letaknya berbeda, untungnya akses menuju batu bergores sudah dipermudah dengan adanya tangga.
“Beberapa orang jika menghitung tangganya, didapati jumlah yang berbeda-beda, tapi angkanya mencapai puluhan,” ujar Tika.
Terkait batu bergores, batu ini dinamakan batu bergores karena terdapat goresan-goresan di permukaannya. Goresan-goresan tersebut berbentuk gambar mata tombak dan garis-garis. Selain itu, terdapat pula bulatan-bulatan di batu tersebut.
Belum diketahui apa makna dari semua goresan dan bulatan tersebut. Namun, ada beberapa pendapat terkait hal ini. Dari mulai sebagai arah mata angin, simbol berburu, tanda kesuburan (laki-laki dilambangkan dengan tombak, perempuan dilambangkan dengan bulatan), hingga peta perjalanan Raden Kian Santang dari Bogor ke Pelabuhanratu.
Namun, semua pendapat tersebut belum bisa mengartikan maksud dari goresan-goresan dan bulatan-bulatan tersebut secara tepat.
Di lokasi juga terdapat sebuah kotak berisi kumpulan benda-benda peninggalan dari masa lalu yang ditemukan di sekitar kawasan Situs Kuta.
Di dalam kotak tersebut, terdapat potongan keramik, potongan batu karang, fosil keong, potongan patung, aksesoris kuno, serta kapak halus peninggalan zaman pra-aksara. Sebuah aksesoris kuno dianggap memiliki manfaat magis dan diincar oleh banyak kolektor.
Sayangnya, banyak bebatuan sudah rusak akibat dipukul dengan palu dengan tujuan tertentu. Kemungkinan dimaksudkan untuk penambangan.
Untungnya saat ini Situs Kuta sudah dilindungi dengan UU Nomor 11 tahun 2010. Kesadaran masyarakat pun telah meningkat tentang pentingnya menjaga jejak sejarah bangsa ini.









