sukabumiheadline.com – Polemik tentang dana Wakaf Abadi yang digulirkan Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki mulai mereda. Padahal, dalam dua bulan terakhir polemik terkait wakaf tersebut hangat diperbincangkan sejumlah kalangan di Kota Mochi.
Polemik berawal ketika banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dikabarkan mengeluh karena diwajibkan membayar wakaf setiap bulan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi kemudian menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama gabungan Komisi I dan III pada Rabu (7/5/2025), membahas mekanisme pengelolaan program dana wakaf abadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
RDP digelar dengan melibatkan Badan Wakaf Indonesia (BWI), Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Sukabumi, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Sukabumi, Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga unsur ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Umat Islam (PUI).
Ketua DPRD Kota Sukabumi Wawan Juanda menyebut rapat tersebut melibatkan empat stakeholder penting, termasuk ahli yang sebelumnya telah memberikan rekomendasi kepada yayasan pengelola wakaf untuk meredakan polemik di masyarakat.
”Ini langkah awal sebelum pengambilan keputusan final yang dijadwalkan paling lambat pada 20 Agustus mendatang. Kami harap sebelum tanggal tersebut, seluruh pembahasan sudah tuntas,” kata kata politikus PKS tersebut.
Dia menegaskan, DPRD mendukung program wakaf tersebut. Namun, pembahasan mengenai wakaf sejauh ini belum dilakukan secara komprehensif.
”Dialog ini dapat menghasilkan kesepahaman antara pemerintah daerah, DPRD, dan lembaga-lembaga terkait agar tata kelola wakaf di Kota Sukabumi lebih akuntabel,” kata politikus PKS tersebut.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi Rojab Asyari menyebut polemik relatif mereda karena sejak awal program tersebut menjadi ramai dibicarakan sebab sarat muatan politik.
Padahal, kata politikus PDIP Perjuangan tersebut, secara regulasi sudah clear dan tidak ada masalah.
“Kalau bicara masalah regulasi mah sebenarnya sudah clear. Gak ada masalah,” kata Rojab kepada sukabumiheadline.com, Ahad (12/5/2025).
Rojab menyebut siapapun bisa melakukan pengelolaan dana Wakaf Abadi. Terkait penunjukan Yayasan Doa Bangsa, hal itu karena tidak banyak lembaga yang tersertifikasi sebagai pengelola wakaf.
“Siapa pun bisa menerapkan konsep wakaf uang. Penolakan terhadap kerjasama yang dilakukan wali kota dengan menunjuk Yayasan Doa Bangsa,” jelasnya.
“Padahal Yayasan Doa Bangsa itu lembaga yang sudah mendapat sertifikasi sebagai lembaga pengelola wakaf uang. Jadi memang tidak banyak lembaga yangyang memiliki sertifikasi mengelola wakaf uang,” paparnya.
Lebih jauh, Rojab mengungkapkan bahwa program wakaf tersebut tidak ada kaitannya dengan pemerintah daerah karena sama sekali tidak menggunakan APBD.
“Sebenarnya tidak ada kaitan dengan pemerintah daerah, karena tidak menggunakan dana APBD. Ada pun kerjasama antara wali kota dengan Yayasan Doa Bangsa karena wakifnya menggerakkan sumbangan para pegawai pemda,” kata Rojab.
“Istilahnya (ASN) merasa terbebani. Kalau memang tetap akan dijalankan butuh sosialisasi, selain itu perlu ditinjau lagi materi terkait kerjasama,” tambah Rojab.
“Padahal, tanpa ada MoU antara wali kota dengan Yayasan Doa Bangsa sekalipun, wakaf uang bisa jalan,” tegas dia.
Adapun dasar hukum terkait program tersebut, adalah UU No. 41 tahun 2004 tentang Mmm, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 tahun 2006 tentang Mmm, serta Peraturan Badan Wakap Indonesia (BWI).
“Wakaf itu bukan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, sehingga pengawasan yang melekat langsung oleh Badan Wakaf Indonesia,” yakin Rojab.
Terkait polemik yang berkepanjangan, Rojab menilai sebagai sarat mutan politis. “Ini mah lebih muatana politis,” pungkas Rojab.
Senada dengan Rojab, pemerhati kebijakan publik, Faisal Anwar Bagindo menyebut polemik program tersebut tak lepas dari muatan politik praktis dan manuver fraksi di legislatif.
Karenanya, Faisal menyayangkan memanasnya polemik dana Wakaf yang berkembang dengan dalih belum sesuai syariat Islam.
“Sebenarnya gak usah ribut cari panggung. Cukup semua stakeholder kumpul dan memberi masukan kepada wali kota jika memang dianggap keliru,” katanya.
Faisal juga menyoroti sikap sejumlah pihak di legislatif yang dinilai justru memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan politik. Ia menuding ada fraksi dengan jumlah kursi besar yang mencoba menjadikan isu wakaf ini sebagai alat politik dagang sapi.
“Jangan pula kemudian legislatif saling menonjolkan diri seolah yang paling peduli. Apalagi salah satu fraksi dengan kursi gemuk jangan menjadikannya sebagai alat tawar menempatkan kadernya sebagai Sekda (Sekretaris Daerah) mendatang,” ungkap Faisal tanpa menyebut fraksi dimaksud.
“Memalukan kalau benar sikap fraksi yang mengaku ngerti banget tentang syariah,” pungkas Faisal.