sukabumiheadline.com – Sanjaya menjadi terkenal sebagai raja Mataram Kuno karena eksistensinya tercatat dalam beberapa prasasti yang ditemukan.
Sanjaya alias Rakai Mataram adalah Raja Kerajaan Matarm Kuno (Medang) petama, informasi ini diperoleh dari Prasasti Mantyasih yang dibuat oleh Dyah Balitung pada 907 Masehi.
Dalam Prasasti tersebut dikabarkan bahwa, selepas kemangkatan seorang Raja yang bernama Sanna, Negara menjadi kacau, sehingga Sanjaya kemudian memimpin negara hingga kemudian rakyat tentram kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada masa menjadi Raja Mataram pertama, Sanjaya bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kabar ini terdapat dalam Prasasti Canggal dan Mantyasih.
Raja Sanna sendiri dalam naskah Parahyangan, disebut sebagai Raja dari Kerajaan Galuh di Jawa Barat, Sanna di lengserkan dari tahta oleh Prabusora. Sedangkan, Sanjaya sendiri merupakan menantu dari Raja Sanna.
Sepeninggal Sanna, Sanjaya kemudian mendirikan kerajaan baru yang kelak dikenal dengan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno, ia kemudian memproklamirkan merdeka dari Galuh.
Sebelum menjadi Raja Mataram yang merdeka, Sanjaya sebenarnya adalah penguasa Mataram yang kala itu berada di bawah naungan Galuh. Namun, selepas mertuanya digulingkan dari tahta, Sanjaya lebih memilih berontak dan mendirikan kerajaan Medang.
Masa pemerintahan Ratu Sanjaya diperkirakan sejak 6 Oktober 732 – 4 Oktober 746, tahun itu juga dianggap dari berdirinya kerajaan Medang.
Sementara itu Sanjaya berhenti menjadi Raja Mataram diperkirakan pada 833 Masehi, mengingat pada tahun itu muncul Raja Mataram baru yang dikenal dengan nama Rakai Pikatan.
Hubungan dengan Rakai Panangkaran
Menurut prasasti Mantyasih, Sanjaya digantikan oleh Maharaja Rakai Panangkaran sebagai raja Medang berikutnya. Raja kedua ini mendirikan sebuah bangunan Buddha, yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan, atas permohonan para guru raja Sailendra tahun 778.
Berdasarkan berita tersebut, muncul beberapa pendapat tentang hubungan Sanjaya dengan Rakai Panangkaran.
Pendapat pertama dipelopori oleh van Naerssen menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya yang beragama Hindu. Ia dikalahkan oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha. Jadi, pembangunan Candi Kalasan ialah atas perintah raja Sailendra terhadap Rakai Panangkaran yang menjadi bawahannya.
Pendapat kedua dipelopori oleh Porbatjaraka yang menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya, dan mereka berdua merupakan anggota Wangsa Sailendra. Dengan kata lain, Wangsa Sanjaya tidak pernah ada karena tidak pernah tertulis dalam prasasti apa pun.
Menurut teori ini, Rakai Panangkaran pindah agama menjadi penganut Buddha atas perintah Sanjaya sebelum meninggal. Jadi, yang dimaksud dengan istilah “para guru raja Sailendra” dalam prasasti Kalasan tidak lain adalah para guru Rakai Panangkaran sendiri.
Pendapat ketiga dipelopori oleh Slamet Muljana bertentangan dengan kedua teori di atas. Menurutnya, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya, melainkan anggota Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Kerajaan Medang dan mengalahkan Wangsa Sanjaya.
Teori ini didasarkan pada daftar para raja dalam prasasti Mantyasih di mana hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu, sedangkan para penggantinya tiba-tiba begelar Maharaja. Selain itu, Rakai Panangkaran tidak mungkin berstatus sebagai raja bawahan, karena ia dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka (permata Wangsa Sailendra) dalam prasasti Kalasan.
Alasan lainnya ialah, dalam prasasti Mantyasih Rakai Panangkaran bergelar Maharaja, sehingga tidak mungkin kalau ia hanya seorang bawahan.
Jadi, menurut pendapat pertama dan kedua, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya. Sedangkan menurut pendapat ketiga, Rakai Panangkaran adalah musuh yang berhasil mengalahkan Sanjaya.
Sementara itu menurut teori pertama, Rakai Panangkaran adalah bawahan raja Sailendra. Sedangkan menurut teori kedua dan ketiga, Rakai Panangkaran adalah raja Sailendra itu sendiri.
Akan tetapi, dengan ditemukannya prasasti Wanua Tengah III, maka misteri hubungan antara Rakai Panangkaran dengan Sanjaya telah menemukan titik terang.
Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Maharaja Dyah Balitung pada 908 Masehi juga menyebutkan daftar raja-raja Kerajaan Medang seperti prasasti Mantyasih pada 907. Dalam prasasti Wanua Tengah III disebutkan bahwa Rakai Panangkaran adalah anak dari Rahyangta i Hara, sedangkan Rahyangta i Hara adalah adik dari Rahyangta i Medang.
Jika dalam prasasti Mantyasih disebutkan bahwa Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang, maka dapat diduga bahwa Rahyangta i Medang dalam prasasti Wanua Tengah III tidak lain adalah Sanjaya itu sendiri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Rakai Panangkaran merupakan keponakan dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Prasasti Wanua Tengah III juga menyebutkan awal mula Rakai Panangkaran naik takhta, yaitu pada 7 Oktober 746. Jika demikian, dapat disimpulkan pula bahwa pada 746 itulah kekuasaan Sanjaya berakhir.