sukabumiheadline.com – Sesar Citarik adalah sesar mendatar yang melintasi provinsi Jawa Barat, melewati Palabuhanratu, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi. Sesar ini adalah retakan panjang di kerak bumi tempat dua lempeng tektonik bergerak melewati satu sama lain.
Sesar Citarik memotong endapan aluvium (Dataran Pantai Jakarta) yang berumur Resen, sehingga sesar ini merupakan sesar aktif yang bergerak secara perlahan sepanjang waktu hingga saat ini. Namun, pergerakan atau pergeseran batuan tersebut ditahan oleh gaya geser batuan (friction).
Baca Juga: Dua Kali Meletus dan Berulangkali Erupsi, Mengenal Gunung Salak dari Catatan Sejarah
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Membentang dari Sukabumi hingga Bekasi
Sesar ini terbagi kedalam tiga segmen patahan, yaitu Segmen Selatan, Segmen Tengah dan Segmen Utara yang memiliki mekanisme pergerakan Sinistral Strike Slip (bergerak mendatar ke kiri) dengan laju pergerakan belum diketahui.
Sesar Citarik mulai aktif sejak 15.000.000 tahun silam, yakni pada masa Miosen. Patahan ini memiliki panjang sekira 250 kilometer yang membentang dari Pelabuhanratu di Kabupaten Sukabumi hingga ke ujung pantai utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Keberadaan Sesar Citarik ini dibuktikan dari beberapa morfologi yang terjadi disepanjang patahan ini yaitu terjadinya kelurusan perbukitan di wilayah Gunung Salak di mana terlihat rekahan di Gunung Salak yang di mana Patahan Citarik juga memengaruhi pembentukan Gunung Salak lalu terlihat juga kelurusan perbukitan di Citeureup, Kabupaten Bogor.
Jika dilihat dari aktivitas kegempaannya, Sesar Citarik terbilang minim memicu gempa bumi dan bagian paling aktif kegempaan dari patahan ini adalah berada di Segmen Selatan, yaitu antara Pelabuhanratu hingga Kota Bogor di mana sering terjadi gempa kecil dan swarm.
Rekomendasi Redaksi: Pernah Meletus, 5 Fakta Gempa Tektonik di Gunung Salak Meningkat, 74 Rumah di Sukabumi Rusak
Sejarah gempa Sesar Citarik
Kegempaan dari Patahan Citarik ini relatif minim namun bukan berarti tak ada. Dengan demikian, sesar ini tidak terlalu aktif secara seismik, namun sesar ini telah menyebabkan beberapa kali terjadinya gempa bumi merusak, seperti pada bulan Maret 2020 dan Desember 2023, dengan kekuatan sedang. Baca selengkapnya: Ratusan Rumah di Sukabumi Rusak, Gempa Bumi Magnitudo 4,0
Sesar ini juga kemungkinan menyebabkan gempa besar berkekuatan Mw 7,0 pada 1833 di Kabupaten Sukabumi.
Gempa-gempa di sekitar patahan ini didominasi gempa swarm (gempa bergerumbul dalam kejadian relatif berdekatan), berikut beberapa sejarah gempa yang kemungkinan besar dari aktifitas patahan ini:
- 1833: di Jakarta dan 1852 di Bogor namun gempa ini tidak diketahui kekuatannya (Irsyam et al 2010)
- 9 Februari 1975: Gempa M5.6 terjadi pada kedalaman 27 km dan berpusat di wilayah Gunung Salak dan dirasakan MMI VI Pamijahan. V Kabandungan (Sukabumi), Ciampea, Ciawi, Leuwiliang (Bogor)
- 12 Juli 2000: Gempa M5.4 di kedalaman 33 km dan berpusat di wilayah Ciawi dan Caringin serta dirasakan MMI V di Kota Bogor dan Ciawi
- 20 Desember 2000: Gempa M4.3 berpusat di wilayah Taman Sari dan dirasakan dalam intensitas MMI III-IV di Taman Sari dan Bogor
- 3 November 2003: Gempa M4.4 di sekitar 8 km Timur Kota Bogor pada kedalaman 33 km yang berada dekat di jalur Patahan Citarik
- 11 Oktober 2008: Gempa M4.1 di wilayah Kabandungan pada kedalaman 10 km
- 10 Maret 2020: Gempa M5.0 di wilayah Kabandungan (Kabupaten Sukabumi) pada kedalaman 10 km dan gempa ini dirasakan MMI V. Gempa ini menyebabkan banyak kerusakan
- 2019-2020: Beberapa gempa swarm terjadi di sekitar patahan ini, terutama di wilayah Kabandungan dan Desa Malasari
Lima tahun kemudian, tepatnya pada 10 April 2025 gempa M4.1 yang berpusat sekitar 2 km dari Kota Bogor. Warga dikabarkan merasakan gempa relatif kuat hingga terdengar suara gemuruh akibat dentuman.
Kejadian suara gemuruh ini menurut Direktur Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dr. Daryono, S.Si., M.Si. terjadi karena getaran frekuensi tinggi dekat permukaan, sekaligus sebagai bukti bahwa gempa memiliki kedalaman hiposenter sangat dangkal.
“Semua gempa sangat dangkal disertai dengan suara ledakan, dentuman dan gemuruh dan ini adalah kejadian normal,” katanya.
“Fenomena gempa ini adalah fenomena gempa tektonik dan tidak berhubungan dengan aktifitas Gunung Salak, pengeboran, pengalihan isu atau apapun itu. Jika ada yang mengaitkan gempa ini dengan hal-hal lain di luar penyebab tektonik maka itu semua adalah hoax,” jelas dia.
Lantas, apakah patahan ini berpotensi menyebabkan gempa besar?
“Iya, hanya saja perlu diingat bahwa gempa tidak bisa diprediksi sama sekali kapan tepatnya akan terjadi. Jadi jika ada isu yang mengatakan gempa besar akan terjadi pada hari, tanggal dan waktu sekian maka itu semua adalah hoax,” tegas Daryono.