sukabumiheadline.com – Sebuah kitab yang tampak sudah lusuh berisi tentang telaah sains dan teknologi yang sudah selama 14 abad lebih dipelajari dalam Islam, namun baru puluhan tahun dipelajari ilmuwan-ilmuwan barat.
Kitab Injaazul Wa’di Min Asy’ati Taqriibil Maqshadi Fii Kaifiyatil Amali Birrub’il Mujayyabi karya KH Abdullah Mahfudz. Kitab ini berisi tentang pengantar Ilmu Falak khususnya berkaitan dengan tata cara menggunakan Rubu’ Mujayyab.
Rubu’ Mujayyab adalah instrumen klasik seperempat lingkaran dengan fungsi logaritma dan trigonometri yang terdiri dari busur yang terbagi kepada 90 derajat. Pada bagian tengahnya terdapat garis lurus-lengkung saling menyilang dan memotong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ilmu Falak
Ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit atau astronomi, seperti matahari, bulan, dan bintang, serta kedudukannya. Ilmu ini juga mempelajari berbagai aspek bumi, seperti letak, bentuk, ukuran, dan lingkaran.
Kata falak berasal dari bahasa Arab yang berarti orbit, lingkaran langit, atau cakrawala. Ilmu falak juga dikenal dengan sebutan ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, dan ilmu haiah.
Ilmu falak memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah menentukan arah kiblat, menentukan waktu salat, menentukan awal bulan Qamariah dan memperhitungkan terjadinya gerhana.
Ilmu falak terbagi menjadi dua, yaitu ilmu falak syar’i dan ilmu falak ‘ilmi. Ilmu falak syar’i mempelajari arah kiblat, waktu salat, kalendar, dan gerhana. Sedangkan, ilmu falak ‘ilmi membahas mengenai astronomi murni.
Karenanya, kitab ini merupakan salah satu khazanah keilmuan yang sangat agung sehingga penting untuk dilestarikan, terlebih lagi oleh kalangan ponpes dan santri di Sukabumi.
Profil KH Abdullah Mahfudz
KH Abdullah Mahfudz adalah sosok pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Assalafiyah yang beralamat di Kampung Babakan Tipar, Desa Cimahi, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Ponpes ini dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah lama berdiri. Memiliki bangunan megah sekaligus menjadi saksi sejarah keilmuan dan spiritualitas.
Sebagai sosok ulama terkemuka, KH Abdullah Mahfudz tak hanya menjadi pendiri namun juga pilar keilmuan yang memberikan fondasi kuat bagi ponpes tersebut.
KH Abdullah Mahfudz lahir pada 1914 Masehi atau 1335 Hijriah di kampung Babakan Tipar, di mana ponpes yang didirikannya kini tetap eksis. Sejak masih belia, ia telah menunjukkan ketertarikan pada ilmu agama. Karenanya, ia kemudian menempuh pendidikan formal dan tahfizh Al-Qur’an sejak 1920 ketika masih berusia 6 tahun di Muallimin H. Fahruroji, Tipar.
Selanjutnya, Abdullah Mahfudz muda melanjutkan pendidikan di berbagai ponpes ternama di Jawa Barat, seperti Ponpes Gentur di Cianjur, ponpes Sumur di Garut, dan Ponpes Cijerah di Bandung.
Ketertarikannya terhadap ilmu seakan tak pernah padam. Abdullah Mahfudz kemudian kembali belajar di berbagai ponpes, seperti di Keresek dan Cibunar di Garut, Gunung Kawung di Tasikmalaya, Ponpes Gudang dann Sigong di Cirebon, dan sejumlah ponpes lainnya.
Keinginannya untuk mengejar ilmu membawanya pada berbagai bidang, dari ilmu mantiq, munadzoroh, hingga ahli nahwu.
Kemudian, tepat pada 1939, KH Abdullah Mahfudz mendirikan Ponpes Babakan Tipar di kampung halamannya sendiri.
Meskipun sudah bergelar kyai, Abdullah Mahfudz tetap rendah hati dan selalu mencari ilmu. Ia juga dikenal rajin menghadiri majlis ilmu ulama sepuh di Sukabumi, seperti KH Ahmad Sanusi dan KH Hasan Basri. Selain itu, ia juga senantiasa menjaga hubungan dengan ulama besar dari Hadromaut, Yaman, Habib Syekh bin Salim Al-Atas.
Rekomendasi Redaksi: Kisah hidup Pangeran Djojokusumo, sesepuh Cidahu Sukabumi diziarahi tokoh pejuang nasional dan dunia
Hingga wafat pada usia 55 tahun, KH Abdullah Mahfudz meninggalkan warisan berupa Pondok Pesantren Babakan Tipar yang terus berkembang. Sebelum wafat, ia menyampaikan wasiat agar para santri senantiasa mengikuti Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW.
Selain mendirikan ponpes, KH Abdullah Mahfudz juga menulis kitab Injaazul Wa’di Min Asy’ati Taqriibil Maqshadi Fii Kaifiyatil Amali Birrub’il Mujayyabi, berisi tentang pengantar Ilmu Falak.
Sepeninggal KH Abdullah Mahfudz, pengelolaan ponpes dilanjutkan oleh putra-putranya, yaitu KH Afifulloh, KH Aceng Izzul Fattah, dan KH Haris Manshur.
Hingga pada 1977, ponpes ini diberi nama Assalafiyyah oleh putranya keempatnya, yaitu KH Ahmad Makky, sesuai dengan pandangan ulama dalam kitab Jauhar Tauhid.
Baca Juga:
Telaah kitab Injaazul Wa’di Min Asy’ati Taqriibil Maqshadi Fii Kaifiyatil Amali Birrub’il Mujayyabi
Kitab ini versi aslinya berjudul إنجاز الوعد من أشعة تقريب المقصد في كيفية العمل بالربع المجيب (Injaazul Wa’di Min Asy’ati Taqriibil Maqshadi Fii Kaifiyatil Amali Birrub’il Mujayyabi).
Adapun, KH Abdullah Mahfudz sendiri merupakan pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Babakan Tipar (Assalafiyah I) Kabupaten Sukabumi.
Kitab ini berisi tentang pengantar Ilmu Falak khususnya berkaitan dengan tata cara menggunakan Rubu’ Mujayyab, yang disusun dengan satu mukadimah, delapan pasal dan satu khatimah.
Rekomendasi Redaksi: Profil Martin van Bruinessen, antropolog Belanda peneliti kitab-kitab karya ulama asal Sukabumi, KH Ahmad Sanusi
Pada bagian mukadimah, berisi tentang keterangan dan maksud dari tulisan yang terdapat dalam Rubu‘. Lalu pasal I membahas tentang Irtifaussyamsi (Tinggi Matahari), pasal II membahas tentang Jaybul irtifa‘, pasal II membahas tentang Mail dan Ghoyatul Irtifa‘.
Kemudian pada Pasal IV membahas Bu’dul Quthur, Pasal V membahas Nisful Fadhlah, pasal VI menjelaskan Sa’ah Mustawiyyah Zawaliyyah, Pasal VII menerangkan waktu berdasarkan Sa’ah Mustawiyyah Zawaliyyah, Pasal VIII menjelaskan tentang Dzillul Irtifa‘ dan Irtifau’ dzilli. Terakhir, Khotimatun menerangkan tentang koordinat Kota Mekah dan kota-kota lainnnya.
Dari susunannya, kitab ini mirip kitab Taqribul Maqshod yang dikarang oleh Syaikh Muhammad Mukhtar Athorid Al-Jawi Al-Bughury. Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan.
Rekomendasi Redaksi: Pujian antropolog Belanda Martin Van Bruinessen terhadap pemikiran ulama asal Sukabumi KH Ahmad Sanusi
Kitab Injaazul Wa’di Min Asy’ati Taqriibil Maqshadi Fii Kaifiyatil Amali Birrub’il Mujayyabi juga memiliki keunikan tersendiri, yakni tidak ditulis sebagaimana biasanya, karena matan kitabnya ditulis dalam bahasa Sunda.
Meskipun demikian, syarah-nya yang dibuat sendiri oleh penulis menggunakan bahasa Arab dengan menukil dari beberapa kitab seperti Risalah Syibli, Majmu’ Dawair, Fathul Roufin Minan, Sulamunairain, Badiatul Mitsal, Durusul Falakiyyah serta kitab-kitab lainnya.