sukabumiheadline.com – Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah) yang memiliki nama Abdul Jalil dan nama kecil San Ali (juga dikenal dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, Syekh Jabarantas) adalah seorang tokoh sufi asal Jawa dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Demak.
Raden Abdul Jalil atau Syekh Siti Jenar lahir pada 1426 di Persia, dan meninggal dunia di Demak pada 1517. Ayahnya, Datuk Sholeh, dikenal sebagai ahli Sunnah. Seorang Wali Songo yang diganti karena telah mencapai maqom atau derajat Jadzab; Waliyul Ilm sebelum maqom Jadzab.
Selama hidupnya, Syekh Siti Jenar memiliki dua orang anak, Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) dan Sayyidah Zainab (Istri Sunan Kalijaga).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Syaikh Siti Jenar, menurut Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd., memiliki nama kecil San Ali (Bangsawan Malaka) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil.
Pada saat berdakwah keliling nusa jawa dari pesisir utara jawa hingga pedalaman inilah beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit, Syaikh Jabarantas dan lainnya
Tujuan utama Syeikh Siti Jenar
Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”.
Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik.
Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.
Konsep Manunggaling Kawula Ian Gusti
Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses fana’ (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia).
Dengan demikian, ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses fana’ (Manunggaling Kawula Gusti). Perbedaan penafsiran ayat AlQuran ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.
Achmad Chodjim dalam bukunya berjudul Syekh Siti Jenar menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk Islam.
“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar,” ungkap Chodjim.
Adapun, ke-40 tokoh tersebut antara lain Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Getas Aji, Ki Ageng Balak, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Jati, Ki Ageng Watalunan, Ki Ageng Pringapus, Kyai Ageng Nganggas, dan Ki Ageng Ngamba.
Kemudian, Ki Ageng Babadan, Ki Ageng Wanantara, Ki Ageng Majasta, Ki Ageng Baya, Ki Ageng Baki, Ki Ageng Tembalang, Ki Ageng Karnggayam, Ki Ageng Ngargaloka, Ki Ageng Kayupuring, dan Ki Ageng Selandaka.
Selanjutnya, Ki Ageng Purwasada, Kebo Kangan, Kyai Ageng Kebonalas, Ki Ageng Waturante, Kyai Ageng Taruntum, Kyai Ageng Pataruman, Kyai Ageng Purna,Kyai Ageng Gugulu, Kyai Ageng Gunung Pragota, dan Kyai Ageng Ngadibaya.
Kemudian, Kyai Ageng Karungrungan, Kyai Jatingalih, Kyai Ageng Wandadi, Kyai Ageng Tambangan, Kyai Ageng Ngampuhan, Kyai Ageng Bangsri, Kyai Ageng Pengging, dan Ki Ageng Tingkir.
Masa pendidikan Syekh Siti Jenar
Dalam naskah Negara Kretabhumi Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang yang menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama.
Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut.
Bahkan, karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra.
Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.
Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman.
Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika).
Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf – yang merupakan pengetahuan intuitif – yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis.
Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.
Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah
Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah (“Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh”) ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik.
Jasad Syekh Siti Jenar atau Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.
Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini.
“Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar,” kata Agus Sunyoto selaku penulis.
Silsilah Syekh Siti Jenar
Menurut Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah, Syekh Jumadil Kubra, berketurunan Syekh Maulana Ishak dengan putri Pasa (istri pertama). Dalam versi lain, Sayyid Abdul Qodir/Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) merupakan hasil pernikahan murid dari Sunan Ampel, Siti Sarah dengan Sunan Kalijaga, dan Dewi Sekardadu dengan Raden Paku (Sunan Giri).
Dalam versi lainnya, Syekh Siti Jenar merupakan putra dari Syekh Ibrahim Asmarakandi dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi Mathaningrum atau Putri Campa, istri Prabu Brawijaya), Raja Pendita dengan Maduretno, dan Raja Rahmat (Sunan Ampel) dengan Condrowati.
Silsilah keluarga keturunan Rasulullah SAW
Dalam silsilah lain, Syekh Siti Jenar bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.
Di mana Nabi Muhammad SAW, berputri Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputra Husain r.a, berputra Ali Zainal Abidin, berputra Muhammad al-Baqir, berputra Imam Ja’far ash-Shadiq, berputra Ali al-Uraidhi, berputra Muhammad al-Naqib.
Muhammad al-Naqib berputra Isa al-Rumi, berputra Ahmad al-Muhajir, berputra Ubaidillah, berputra Alawi, berputra Muhammad, berputra Alawi, berputra Ali Khali’ Qosam, berputra Muhammad Shahib Mirbath, berputra Sayid Alwi, berputra Sayid Abdul Malik, berputra Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputra Sayid Ahmad Jalaluddin Syah.
Sayid Ahmad Jalaluddin Syah berputra Maulana Isa Alawi, berputra, Syekh Datuk Soleh, berputra Syekh Siti Jenar atau Sayyid Hasan Ali alias Sayyid Abdul Jalil.
Hubungan Keluarga dengan Syekh Nurjati
Maulana Isa, kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Putranya adalah Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar).
Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra yang selanjutnya dikenal pula dengan nama Syekh Nurjati.