Pernah Benci Islam, Eduardo Memilih Mualaf karena Tertarik Keluhuran Akhlak Muslim

- Redaksi

Senin, 5 Desember 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Eduardo Alves Dos Anjos tertarik dengan akhlak umat Muslim. l Istimewa

Eduardo Alves Dos Anjos tertarik dengan akhlak umat Muslim. l Istimewa

SUKABUMIHEADLINE.com l Serangan 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat (AS), memunculkan stigma negatif kepada Islam. Berbagai pemberitaan menyebut para pelaku 9/11 berasal dari jaringan Alqaidah, organisasi ekstremis yang kerap mengatasnamakan agama.

Alhasil, sebagian masyarakat, khususnya di dunia Barat, memandang orang Muslim dengan penuh curiga. Dalam situasi demikian, Eduardo Alves Dos Anjos mulai peka terhadap Islam. Awalnya, ia seperti kebanyakan orang Amerika pascaperistiwa 9/11. Perspektifnya masih diwarnai Islamofobia yang pekat.”Saya mengetahui tentang Islam untuk pertama kalinya pada 9/11. Jelas ketika itu saya ikut-ikutan mengasosiasikan agama ini dengan terorisme,” kata mualaf tersebut saat diwawancarai Radio Canada International (RCI).

Eduardo Alves lahir di Brasil. Saat berusia dua tahun, ia dibawa ibundanya berpindah ke Kanada. Dirinya tumbuh besar di Montreal, kota terbesar kedua di seluruh negara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selepas momen 9/11, Islam pun dipandangnya sebagai ajaran yang asing di Kanada. Terlebih, ia menaruh syak wasangka bahwa Muslim amat sulit berbaur dengan orang-orang Barat. Mereka seakan-akan bangga dengan ciri pembeda, semisal dari penampilan hijab kaum perempuan.

Eduardo masih duduk di bangku SMA ketika itu. Pada suatu hari, ia tanpa sengaja melihat seorang siswi yang berbusana Muslimah di sekolahnya.

Baca Juga :  Mualaf Belanda Protes Foto Dirinya Digunakan Akun Palsu di Twitter untuk Puji Jokowi

Tanpa basa-basi, remaja itu langsung mendekati dan melontarkan berbagai pertanyaan yang bernada sinis kepada perempuan tersebut. Baginya, ajaran Islam tentang menutup aurat sangat tidak masuk akal.

“Setiap melihat wanita berjilbab, yang langsung muncul di benak saya adalah pertanyaan. Mengapa memakai itu? Di negeri tempat saya berasal (Brasil), umumnya perempuan mengenakan busana yang lebih terbuka, lebih kasual,” ujarnya.

Dengan getir, Eduardo mengaku bahwa dirinya ketika itu sangat rasialis. Kebencian membuncah dalam dadanya begitu melihat orang Islam. Karena sikapnya itu, ia cenderung dijauhi kebanyakan murid yang berpandangan pluralis. Lingkaran pertemanannya diisi anak-anak muda yang kerap membuat onar di sekolah.

“Sebelum menjadi Muslim, keseharian saya tidak jauh dari dunia malam, menenggak minuman keras, pacaran, dan sebagainya. Walaupun tidak sampai terjerumus narkoba, saya ketika itu biasa berkelahi. Pernah saya meninju teman sekelas hanya karena dia Muslim,” katanya.

Perangai Eduardo ketika remaja sesungguhnya bertolak belakang dengan sifat kedua orang tuanya. Ayahnya merupakan seorang tokoh lokal yang dihormati komunitasnya, baik ketika masih tinggal di Brasil maupun sesudah menetap di Montreal. Ibunya sehari-hari mengurus rumah tangga dan terkenal sangat ramah terhadap para tetangga.

Beberapa tahun sesudah hijrah ke Kanada, keduanya bercerai. Sejak itu, Eduardo tinggal di Montreal bersama dengan ayahnya. Ibundanya memilih pulang ke Brasil. Kepergian sang ibu sempat membuat hatinya terpukul. Sebab, secara emosional ia merasa lebih dekat dengan perempuan yang telah melahirkannya ke dunia.

Baca Juga :  Ditonton Belasan Juta Kali, Gadis Mualaf Mempersiapkan Ramadhan Pertama Videonya Viral

Situasi broken home agaknya mengubah sedikit kebiasaannya. Eduardo menjadi suka menyendiri. Ia pun mengurangi intensitas bersenang-senang bersama kawannya setiap malam akhir pekan. Anak muda ini kembali pada hobi lamanya sejak masa anak-anak, yakni membaca buku.

Eduardo saat itu mulai menggemari bacaan filsafat. Dari renungan-renungan para filsuf, ia belajar mengenai tujuan hidup. Beberapa pemikir condong pada pemahaman bahwa eksistensi manusia di dunia ini bukan untuk apa pun. Namun, remaja ini tidak tertarik pada ajakan nihilis.

Ia meyakini, kehidupan bukanlah tanpa arah. Bagaimana mungkin alam semesta yang penuh keteraturan tidak didesain oleh Tuhan? Keberadaan Tuhan pun mestinya berimplikasi pada adanya tujuan kehidupan. Dirinya tertegun, menyadari bahwa mencari Tuhan adalah sebuah upaya yang manusiawi.

Kawan dekat

Satu tahun menjelang lulus SMA, Eduardo berkenalan dengan seorang kawan baru, Oussama. Nama itu agak mirip dengan sosok gembong al-Qaida yang dipandang sebagai dalang 9/11. Yang cukup mengejutkannya, ternyata sifat teman sekelasnya itu sangat jauh dari stereotipe Muslim yang kaku.

Oussama sangat ramah dan supel dalam bergaul. Pemuda berdarah Arab itu sangat menyukai berbagai macam olahraga. Sering kali Eduardo dan dirinya bermain bola basket bersama, bahkan berada dalam satu tim.

Berita Terkait

Melihat penampakan interior Kabah, kiblat Muslim seluruh dunia
Mengenang tragedi Sukabumi 1969, laga Putri Priangan vs Malaysia
Mengenal pemilik dan sejarah singkat RSI Assyifa Sukabumi
Profil dan karya Prof. Yudi Latif, Ph.D, cendekiawan Muslim asal Sukabumi
Tak hanya Muslim, pemeluk Kristen Ortodoks berkerudung, shalat dan berpuasa
Prabowo cerita banyak jamaah haji RI ingin wafat di Arab Saudi, ini respons Pangeran MBS
Gus Miftah komentari pembubaran kegiatan ibadah jemaat Kristen di Sukabumi
Sesalkan insiden Sukabumi, Kemenag siapkan regulasi khusus rumah doa

Berita Terkait

Jumat, 25 Juli 2025 - 10:05 WIB

Melihat penampakan interior Kabah, kiblat Muslim seluruh dunia

Selasa, 22 Juli 2025 - 00:29 WIB

Mengenang tragedi Sukabumi 1969, laga Putri Priangan vs Malaysia

Jumat, 18 Juli 2025 - 03:39 WIB

Mengenal pemilik dan sejarah singkat RSI Assyifa Sukabumi

Selasa, 15 Juli 2025 - 00:27 WIB

Profil dan karya Prof. Yudi Latif, Ph.D, cendekiawan Muslim asal Sukabumi

Sabtu, 12 Juli 2025 - 08:44 WIB

Tak hanya Muslim, pemeluk Kristen Ortodoks berkerudung, shalat dan berpuasa

Berita Terbaru