sukabumiheadline.com – Masyarakat yang memiliki tanah atau rumah warisan keluarga yang tidak dihuni atau dibiarkan terbengkalai dalam jangka waktu lama perlu bersiap-siap.
Pasalnya, negara berdasarkan aturan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan mengambil alih aset tersebut.
Adapun, tanah yang dibiarkan tanpa adanya pengelolaan atau pemanfaatan dapat dianggap sebagai aset yang telah ditelantarkan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Rumah warisan dapat dikategorikan sebagai telantar jika:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- Tidak dirawat atau dimanfaatkan dalam jangka waktu lama
- Dibiarkan dalam kondisi rusak, lapuk, atau tidak layak huni
- Tidak ada kejelasan kepemilikan
- Tidak ada aktivitas sosial atau ekonomi dalam jangka waktu tertentu
Ketentuan dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2021 menyebut:
“Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 180 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terkait hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar,” dikutip dari bagian menimbang UU 20/2021, Selasa (1/4/2025).
Dalam Pasal 6 UU 20/2021, disebutkan bahwa objek penertiban Kawasan Telantar meliputi kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan industri, kawasan pariwisata, hingga kawasan perumahan atau permukiman skala besar maupun terpadu.
“Atau kawasan lain yang pengusahaan, penggunaan, dan/atau pemanfaatannya didasarkan pada Izin/Konsesi/Perizinan Berusaha yang terkait dengan pemanfaatan tanah dan ruang,” sebagaimana termuat di Pasal 6.
Selain itu, seluruh bentuk hak atas tanah juga menjadi objek penertiban. Dalam Pasal 7 tertulis kalimat Objek penertiban Tanah Telantar meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah.
Kondisi lain juga dialami jika sebuah tanah warisan yang tidak dimanfaatkan selama lebih dari 20 tahun dan kemudian ditempati oleh warga lain, maka hal ini maka juga berpotensi untuk diambil alih oleh negara.
Dengan demikian, tanah atau rumah warisan yang dibiarkan terlalu lama tanpa adanya pengelolaan dapat dianggap tidak terpakai. Ini memberikan peluang bagi negara untuk mengambil alih aset tersebut demi kepentingan umum.
Hal itu karena masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari bahwa kelalaian dalam mengelola warisan keluarga bisa berakibat fatal, termasuk kehilangan hak atas tanah atau properti yang telah lama menjadi bagian dari keluarga.
Dengan demikian, bagi pemilik tanah atau rumah warisan, disarankan agar segera mengambil tindakan untuk mengelola dan memanfaatkan aset mereka. Hal ini tidak hanya untuk melindungi hak atas tanah, tetapi juga untuk meningkatkan nilai dan manfaat yang bisa diperoleh dari properti tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN juga mendorong masyarakat untuk mengurus administrasi kepemilikan tanah dengan baik dan benar.
Melalui sosialisasi dan edukasi, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pengelolaan tanah demi mencegah terjadinya penguasaan aset oleh pihak lainnya, termasuk negara.
Sebagai langkah preventif, pemilik tanah warisan disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris agar bisa mendapatkan pencerahan terkait hak dan kewajiban mereka sebagai pemilik tanah.
Kewaspadaan dan pengetahuan hukum merupakan kunci untuk menjaga aset berharga dari risiko pengambilalihan oleh negara.