sukabumiheadline.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia disingkat Kejagung RI adalah tingkatan Kejaksaan Republik Indonesia di tingkat pusat atau nasional.
Kejagung RI merupakan lembaga Yudikatif yang didirikan sejak 22 Juli 1960, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004.
Sedangkan, Jaksa Agung adalah pejabat negara yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan tujuh Jaksa Agung Muda yaitu Jaksa Agung Muda Pembinaan, Jaksa Agung Muda Intelijen, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Jaksa Agung Tindak Pidana Militer, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
Sejarah Kejagung RI sebelum reformasi
Istilah kejaksaan berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam bahasa Sanskerta, dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen atau Asisten Residen.
Hanya saja, pada praktiknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung, antara lain mempertahankan segala peraturan Negara, melakukan penuntutan segala tindak pidana.
Selain itu, melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang, dan fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Peranan kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944.
Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:
- Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran
- Menuntut Perkara Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.
- Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.
Setelah Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945.
Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara RI membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan UUD 1945, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan RI telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.
Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur NKRI, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan.
Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.
Menyangkut UU Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan UU Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI.
UU ini menegaskan kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri atau Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi diatur Keputusan Presiden (Kepres).
Terkait kedudukan, tugas dan wewenang kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan UU Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.
Kejagung pada masa Orde Baru
Perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari UU Nomor 15 Tahun 1961 kepada UU Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan RI.
Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Kepres No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November 1991.
Kejagung pada masa reformasi
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi.
Karena itulah, memasuki masa reformasi UU tentang kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya UU Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1991.
Kehadiran UU ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.
Dalam UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”.
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (dominus litis), mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Disamping sebagai penyandang dominus litis, kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar).
Karena itulah, UU Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka.
Artinya, dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Daftar Jaksa Agung RI dari masa ke masa
Sepanjang sejarah berdirinya Kejagung RI, pernah 31 kali berganti pimpinan. Informasi dihimpun sukabumiheadline.com, Jaksa Agung RI pertama dan kelima dijabat oleh sosok yang sama, yakni tokoh antikorupsi kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, Gatot Taroenamihardja. Baca selengkapnya: Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi
Berikut daftarnya dari masa ke masa:
- Gatot Taroenamihardja: Mulai menjabat 12 Agustus 1945 hingga 22 Oktober 1945 (periode pertama). Baca selengkapnya: Gatot Taroenamihardja, dari Sukabumi jadi jaksa agung pertama dikenal lurus dan antikorupsi
- Kasman Singodimedjo: 8 November 1945 – 6 Mei 1946
- Tirtawinata: 22 Juli 1946 – 1951
- R. Soeprapto: 1951 – 1959
- Gatot Taroenamihardja: 1 April 1959 – 22 September 1959 (periode kedua). Baca selengkapnya: Kisah Jaksa Agung RI pertama asal Sukabumi, berselisih dengan Syahrir dan ditawan DI/TII
- R. Goenawan: 31 Desember 1959 – 1962
- R. Kadaroesman: 1962 – 1964
- Agustinus Sutardhio: 1964 – 1966
- Sugih Arto: 1966 – 1973
- Ali Said: 4 April 1973 – 18 Februari 1981
- Ismail Saleh: 18 Februari 1981 – 30 Mei 1984
- Hari Suharto: 4 Juni 1984 – 19 Maret 1988
- Sukarton Marmosujono: 19 Maret 1988 – 29 Juni 1990
- Singgih: 3 Agustus 1990 – 14 Maret 1998
- Soedjono C. Atmonegoro: 20 Maret 1998 – 15 Juni 1998
- Andi Muhammad Ghalib: 17 Juni 1998 – 14 Juni 1999
- Ismudjoko: 14 Juni 1999 – 20 Oktober 1999
- Marzuki Darusman: 29 Oktober 1999 – 1 Juni 2001
- Baharuddin Lopa: 6 Juni 2001 – 3 Juli 2001
- Suparman: 4 Juli 2001 – 9 Juli 2001
- Marsillam Simanjuntak: 10 Juli 2001 – 9 Agustus 2001
- Suparman: 10 Agustus 2001 – 14 Agustus 2001
- M.A. Rachman: 15 Agustus 2001 – 21 Oktober 2004
- Abdul Rahman Saleh: 21 Oktober 2004 – 9 Mei 2007
- Hendarman Supandji: 9 Mei 2007 – 24 September 2010
- Darmono: 24 September 2010 – 26 November 2010
- Basrief Arief: 26 November 2010 – 20 Oktober 2014
- Andhi Nirwanto: 21 Oktober 2014 – 20 November 2014
- Muhammad Prasetyo: 20 November 2014 – 21 Oktober 2019
- Arminsyah: 21 Oktober 2019 – 23 Oktober 2019
- Sanitiar Burhanuddin: 23 Oktober 2019 – Petahana
Logo dan bendera, slogan dan motto Kejaksaan Agung RI
Kejagung RI memiliki slogan
Satya Adhi Wicaksana yang berarti:
- Satya, yang artinya kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia.
- Adhi, yang artinya kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga, dan terhadap sesama manusia.
- Wicaksana, yang artinya bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam pengetrapan tugas dan kewenangannya.

Sedangkan, motto Kejagung RI adalah Tri Krama Adhyaksa, yang sekaligus jadi doktrin Kejaksaan Indonesia.
Lembaga ini berkantor pusat di Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dengan alamat website www.kejaksaan.go.id
Tugas dan wewenang Jaksa Agung
Tugas dan wewenang Jaksa Agung adalah:
- Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan
- Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang
mengesampingkan perkara demi kepentingan umum
mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara - Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
- Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan
- Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri, atas rekomendasi dokter.
Pelaksanaan kekuasaan
Untuk informasi, pelaksanaan kekuasaan Kejaksaan RI diselenggarakan oleh:
- Kejaksaan Agung: Berkedudukan di ibu kota negara Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia.
- Kejaksaan Tinggi: Berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
- Kejaksaan Negeri: Berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada Kejaksaan Negeri tertentu terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang dipimpin oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.