sukabumiheadline.com – Bencana demi bencana, dari mulai banjir, longsor, hingga pergerakan tanah seperti sudah identik dengan Sukabumi, Jawa Barat. Korban terus berjatuhan, dan entah berapa nilai kerugian dan biaya penanggulangan bencana telah hilang dan dikeluarkan.
Di sisi lain, permasalahan lingkungan di Sukabumi tidak melulu soal disebut di atas, namun juga meliputi penanganan sampah yang tidak optimal, pencemaran air sungai, potensi bencana alam lainnya seperti gempa, serta kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan alih fungsi lahan.
Isu-isu ini saling terkait karena peningkatan jumlah sampah memperburuk kondisi sungai, sementara alih fungsi lahan dan izin pertambangan yang tidak sesuai dapat meningkatkan risiko bencana alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut adalah empat masalah utama lingkungan di Sukabumi, dihimpun dari catatan sukabumiheadline.com dalam 11 bulan terakhir, Kamis (27/11/2025).
1. Penanganan sampah

Volume sampah yang tinggi dan sistem pengelolaan yang belum optimal menjadi masalah besar di Kota Sukabumi, seperti yang terlihat dari tumpukan sampah di pinggir jalan dan sungai.
Kurangnya fasilitas pengelolaan yang memadai dan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah juga berkontribusi pada masalah ini.
Alhasil, kondisi Pantai Cibutun di perbatasan Desa Sangrawayang dan Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, viral di media sosial karena sampah yang menggunung di pantai tersebut.
Peristiwa penemuan gunungan sampah tersebut viral setelah Pandawara Group, salah satu organisasi nirlaba, menyebutnya sebagai pantai terkotor nomor 4 di Indonesia. Baca selengkapnya: Pantai Sukabumi Terkotor Keempat di Indonesia, Ini Kata Pj. Gubernur Jawa Barat
Seperti diketahui, pernyataan Pandawara Group sempat viral setelah mengajak masyarakat untuk ikut membersihkan pantai yang berlokasi di Desa Kampung Cibutun, Desa Sangrawayang, pada 6 dan 7 Oktober 2023 mendatang.
Namun sayangnya, niat baik Pandawara Group ditolak mentah-mentah oleh Kades Sangrawayang, Muhtar. Ia menilai kegiatan Pandawara Group tidak transparan dan resmi, karenanya ia tidak mengizinkan aksi bersih-bersih di Pantai Loji.
Sontak saja pernyataan Muhtar tersebut mengundang reaksi banyak pihak. Bahkan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti mengecam sikap salah satu kepala desa (kades) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Baca lengkap: Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti Sebut Kades di Sukabumi Bodoh
Sementara menurut warga, tumpukan sampah itu terjadi semenjak keberadaan PLTU Palabuhanratu. Meskipun ia menilai, sampah dari Sungai Cimandiri menjadi bermuara di Pantai Loji dan Cibutun.
“Selama ada PLTU aja itu, jadi dari sungai yang besar itu nggak bisa lewat ke sana (laut lepas), biasanya terbagi ke Pelabuhan juga, sekarang mah (sampah) ke sini semuanya, setelah ada dermaga, makanya susah dibersihin,” ujar salah seorang warga M. Ilham.
2. Pencemaran air
Selanjutnya, sungai-sungai di Sukabumi kritis akibat tercemar oleh sampah dan limbah. Kondisi ini dapat menyebabkan masalah kesehatan dan memperburuk masalah banjir saat musim hujan.
Sementara itu, menurut data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi dalam Laporan Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), timbunan sampah pada 2023 mencapai 2.577 ton per hari. Di sisi lain, baru 453.023 KK dan 1.356.315 jiwa terlayani. Baca selengkapnya: Warga Cisaat juara 1 penimbun sampah di Kabupaten Sukabumi, kecamatan mana terendah?
Ironisnya, DLH Kabupaten Sukabumi yang dituntut satset justru diterpa kabar tak sedap, setelah terungkapnya kasus korupsi truk sampah yang turut menjerat Kepala DLH Kabupaten Sukabumi, Prasetyo, dan tiga terpidana lainnya. Baca selengkapnya: Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi Prasetyo tersangka korupsi truk sampah
Kasusnya telah inkrah, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi telah melaksanakan pelimpahan tahap II terhadap empat tersangka, yang saat ini dititipkan di dua lokasi berbeda di Kota Bandung. Baca selengkapnya: Tersangka korupsi truk sampah, 2 pejabat DLH Kabupaten Sukabumi ditahan Kejari
Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana Indra Santoso, pelimpahan dilakukan setelah seluruh berkas dinyatakan lengkap. Adapun keempat tersangka telah menjalani pemeriksaan medis dan dinyatakan sehat.
“Kasus DLH sudah masuk tahap II. Dari empat tersangka, sebagian ditahan di Rutan Kelas I Bandung Kebonwaru dan sebagian lainnya di Rutan Perempuan Kelas IIA Bandung (Sukamiskin). Seluruh tersangka dalam keadaan sehat,” ungkap Agus, Kamis (11/9/2025) lalu.
Berita Terkait: Kabur ke Bandung, ini tersangka keempat korupsi truk sampah DLH Kabupaten Sukabumi

Dijelaskan Agus, para tersangka terdiri dari tiga aparatur sipil negara (ASN) dan satu pihak swasta yang berperan sebagai vendor dalam proyek tersebut.
“Untuk saat ini belum ada penambahan tersangka baru,” jelasnya.
Adapun untuk persidangan tersebut, akan segera dijadwalkan setelah semua prosedur pelimpahan selesai.

Diberitakan sukabumiheadline.com sebelumnya, keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi anggaran perawatan dan perbaikan armada truk sampah DLH Kabupaten Sukabumi untuk tahun anggaran 2024, sebesar Rp1,5 miliar.
3. Kerusakan akibat pertambangan dan alih fungsi lahan
Izin pertambangan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan mengancam kehidupan masyarakat.
Terjadi alih fungsi lahan yang pesat, termasuk pembangunan perumahan, yang mengindikasikan adanya tekanan pada ruang dan sumber daya alam.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti dan akan mengambil tindakan terhadap alih fungsi lahan ilegal yang diduga menjadi penyebab banjir bandang di Kecamatan Cisolok, pada Senin (27/10/2025) lalu.
Ia menginisiasi investigasi tata ruang dan meminta pemerintah daerah untuk menertibkan bangunan di lahan yang tidak sesuai peruntukannya, serta mendorong agar tata ruang diubah untuk mengutamakan penghijauan kembali.
Dedi Mulyadi menyatakan bahwa alih fungsi lahan, terutama di kawasan hulu, menjadi salah satu penyebab utama banjir dan kerusakan lingkungan di Sukabumi. Ia menilai banjir bandang yang melanda Cisolok, terjadi akibat perubahan tata ruang yang tidak sesuai aturan.
“Itu ada bukaan lahan,” ujarnya, Rabu (29/10/2025) lalu.
Ia secara eksplisit meminta Bupati Sukabumi, Asep Japar, untuk mengubah tata ruang dan menaati larangan alih fungsi lahan, sebagaimana disampaikan saat perayaan Hari Jadi Kabupaten Sukabumi.
Dedi juga meminta Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jabar untuk menelusuri perubahan tata ruang dan peruntukan lahan yang mungkin telah disalahgunakan.
Selain itu, Dedi menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang merusak alam dan mengakibatkan bencana, serta berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk analisis lebih lanjut.
“Agar bangunan di lahan yang tidak sesuai peruntukannya ditertibkan dan lahan-lahan yang disalahgunakan dikembalikan ke fungsi ekologisnya melalui program penghijauan,” kata Dedi.
4. Bencana alam
Topografi perbukitan dan pegunungan membuat wilayah ini rentan terhadap bencana banjir dan longsor, terutama saat curah hujan tinggi.
Menurut Dedi, kerusakan lingkungan menjadi faktor utama penyebab bencana hidrometeorologi yang kerap melanda Sukabumi setiap musim hujan.
“Jadi problem Sukabumi itu satu, mau bolak-balik apa pun, alamnya akut rusak,” kata dia.
Di sisi lain, lokasi geografis yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia juga membuat Sukabumi rawan gempa dan tsunami. Baca selengkapnya: Sukabumi, Pangandaran, Tasikmalaya, Garut dan Cianjur berpotensi terdampak megathrust









