sukabumiheadline.com l Masyarakat Sunda yang mayoritas tinggal di Jawa Barat memiliki banyak seni tradisional, terutama tarian. Selain seni tari murni khas Jawa Barat, beberapa di antaranya merupakan kreasi kolaboratif antara tarian Sunda dengan non-Sunda.
Di antara jenis tarian kolaboratif adalah Jaipong dan Jipeng. Jaipong merupakan seni kolaboratif Tari Banjet, Tari Pencak Silat, Tari Ketuk Tilu, Tari Wayang Golek, dan Tari Topeng.
Sedangkan, Jipeng merupakan salah satu kesenian tradisional di Provinsi Jawa Barat yang diciptakan dengan mengambil tiga unsur seni, yaitu tanji/tanjidor, ketuk tilu/kliningan, dan topeng (Sandiwara Sunda).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut adalah 5 fakta Jipeng disarikan sukabumiheadline.com dari skripsi Ujang Sasmita, Institut Seni Budaya (ISBI) Bandung (2018) yang berjudul: ”Deskripsi Pertunjukan Jipeng Grup Satia Kulun di Kasepuhan Ciptagelar Kabupaten Sukabumi”, dan catatan Dani Daniar (danikancil), 2012. “Jipeng (Tanji Topeng) Kasepuhan Ciptagelar” seperti dilansir danipicture.wordpress.com:
1. Jipeng Terbentuk
Seni Jipeng diciptakan pada sekira 1923 dan kala itu kesenian ini kerap dimainkan di Kasepuhan Citagelar, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, adalah tanji. Diketahui, seni tersebut kerap menjadi bagian dalam proses aktivitas saat menanam padi di huma dan sawah milik kasepuhan.
Selain berfungsi sebagai hiburan, tanji juga memiliki fungsi ritual. Suara keras alunan musik tanji juga dapat mengusir binatang yang mengganggu masyarakat saat melakukan proses kegiatan di huma dan sawah.
Selain kegiatan di huma dan sawah, tanji juga lazim dipergelarkan dalam upacara adat yang dilakukan di Kasepuhan Ciptagelar. Salah satunya adalah ritual Opatbelasna dengan durasi pertunjukan mulai pukul 20.00 – 24.00 WIB.
Saat pagelaran dilangsungkan, penonton akan disuguhi musik tanji tanpa diiringi oleh lagu dan tari. Kesan monoton dan durasi yang cukup panjang menimbulkan kebosanan dalam diri penonton.
Faktor tersebut akhirnya membuat seniman di Kasepuhan Ciptagelar menambahkan seni ketuk tilu/kliningan dan Sandiwara Sunda (topeng). Sejak saat itu, tiga kesenian yang kerap dipentaskan dalam acara adat yang digelar di Kasepuhan Ciptagelar dikolaborasikan dan diberi nama Jipeng.
2. Pagelaran Jipeng Dapat Dilakukan di Dalam Ruangan

Pertunjukan Jipeng dapat dilakukan di dalam ruangan (panggung) dan di ruang terbuka. Untuk pertunjukan di panggung biasa dilaksanakan dalam ritual Opatbelasna, Ngaseuk, Mipit, Mapag Ngunjal, Ponggokan, Nganyaran, Seren Taun, dan Hajatan (khitanan, pernikahan).
Sedangkan, pertunjukan Jipeng di ruang terbuka dilakukan dalam proses kegiatan di huma dan sawah.
Selain itu, Jipeng juga kerap dipergelarkan untuk mengiringi dari belakang para warga kasepuhan yang mengangkut padi dari lantayan (penjemuran padi) menuju leuit (lumbung padi) kasepuhan. Selain Jipeng, rombongan pengangkut padi tersebut juga diiringi seni Angklung Dogdog Lojor.
3. Struktur Pertunjukan Jipeng Dalam Panggung
Dalam struktur pertunjukan panggung, seni Jipeng diawali dengan alunan musik Tanji. Berbeda halnya dengan seni Tanji pada awal mula yang hanya berupa musik instrumen.
Tanji dalam struktur pertunjukan Jipeng selain bersifat musik instrumen juga dapat digunakan untuk mengiringi penyanyi laki-laki yang disebut Ciput dan Bancet.
Sesi pertama, selesai pertunjukan Tanji, seni Jipeng berlanjut pada sesi ketuk tilu/kliningan/jaipong. Biasanya sesi ini lebih menarik penonton karena lagu dan tari yang menginspirasi penonton untuk ikut berjoget.
Sesi kedua, yaitu jaipong yang dipergelarkan dalam seni Jipeng ini memunculkan sosok Jaipong yang diiringi dengan musik tanjidor. Kolaborasi seni tersebut menghasilkan bentukan seni baru yang dinamakan Tari Jipeng.
Tari Jipeng terbilang lestari karena menjadi bagian dari tradisi warga Kampung Adat Ciptagelar, sehingga tak heran jika Jipeng sudah menjadi ikon budaya Kabupaten Sukabumi dan mulai banyak dipergelarkan baik dalam suguhan tari perorangan hingga kolosal.
Setelah sesi Seni Jaipong (Tari Jipeng) selesai kemudian dilanjutkan dengan sesi Sandiwara Sunda (topeng).
Sesi terakhir ini memiliki daya tarik pada dialog dan adegan sandiwara yang terkesan lucu dan nakal. Selama sesi ketiga berlangsung, alunan musik kliningan mengiringi dan mengikuti gaya yang ditampilkan dalam setiap adegan sandiwara.
4. Struktur Pertunjukan Jipeng di Luar Panggung

Struktur pertunjukan di luar panggung dalam beberapa segi berbeda dengan pertunjukan panggung terutama tidak ditampilkannya Sandiwara Sunda.
Dengan demikian, hanya tanji dan ketuk tilu saja yang dapat ditampilkan saat Jipeng beratraksi di luar panggung.
Busana yang dikenakan pelaku seni Jipeng terbagi dalam tiga bagian, yaitu busana penari, penyanyi, dan nayaga.
Untuk penari, biasanya mengenakan busana kebaya lengkap dengan asesoris. Demikian pula dengan penyanyi atau sinden (untuk seni ketuk tilu) juga mengenakan busana kebaya namun terkesan lebih sederhana.
Sedangkan, penyanyi tanji (Ciput dan Bancet) adalah penyanyi laki-laki yang mengenakan sama dengan para nayaga, yakni mengenakan acuk kampret dan calana sontog (celana cingkrang) serta totopong (ikat kepala).
Adapun, jumlah nayaga dalam pertunjukan tanjidor sekira 10 orang. Mereka bertugas memainkan waditra yang terdiri dari trombon, tenor, bass, klarinet, piston, bedug, kitimpring, tiga buah ketuk, kecrek, dan satu goong.
Seluruh waditra tanji yang dimainkan mengikuti iringan lagu yang biasa dinyanyikan dalam seni topeng, seperti Mapay Roko, Cendol Hejo, Rayak-rayak, Kampret, Kembang Beureum, Gaplek, Pariswado, Wangsit Siliwangi, dan Buah Gedang.
Selain itu, lagu-lagu berirama mars seperti Halo-halo Bandung, 17 Agustus 1945, dan Garuda Pancasila juga biasa dimainkan terutama saat memeriahkan acara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.
5. Bertahan karena Bagian dari Tradisi

Saat ini, Seni Jipeng dapat dikatakan masih bertahan karena menjadi bagian dari tradisi yang wajib dilaksanakan masyarakat di Kasepuhan Banten Kidul.
Fungsi ritual yang berpadu dengan fungsi hiburan menjadikan Jipeng memiliki daya tarik serta menambah warna dalam aktivitas kultural masyarakat Kasepuhan.