sukabumiheadline.com -. Mukena warna-warni kini kian digemari oleh kalangan Muslimah di Indonesia. Di kalangan wanita Muslim Sukabumi, Jawa Barat, sendiri tren ini menggeser tren mukena putih yang sebelumnya lebih dominan digunakan saat menunaikan ibadah shalat.
Kini, pilihan warna dan motif yang menarik dan mudah diperoleh di berbagai platform belanja online, membuat mukena tidak hanya berfungsi sebagai perlengkapan ibadah, tetapi juga gaya hidup.
Tak hanya faktor estetika, mukena berwarna juga menawarkan variasi bahan yang lebih beragam, seperti katun, satin, dan rayon, yang memberikan kenyamanan lebih saat digunakan. Karenanya, kini banyak wanita Muslim memilih mukena dengan warna dan motif yang sesuai dengan kepribadian atau suasana tertentu. Selain tampilannya yang menarik dengan harga terjangkau, membuatnya banyak diburu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Larangan pakaian syuhroh dalam Islam bertujuan untuk menghindari kesombongan dan pergunjingan. Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk bersikap sederhana dalam berpakaian dan tidak mencari perhatian dengan pakaian yang dikenakan. Oleh karena itu, dalam memilih pakaian, termasuk mukena, hendaknya mempertimbangkan kesesuaian dengan lingkungan sekitar.

Namun, apakah penggunaan mukena warna-warni termasuk dalam kategori pakaian syuhroh?
Definisi pakaian syuhroh dalam Islam merujuk pada pakaian yang menarik perhatian dan berlebihan, baik karena terlalu bagus maupun terlalu buruk. Pakaian yang menjadikan seseorang terkenal dan menjadi bahan perbincangan.
Lantas, apakah mukena warna-warni termasuk dalam kategori pakaian syuhroh?
Mengutip Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah – KTB (www.piss-ktb.com), pakaian syuhroh bukan hanya tentang kemewahan dan keanehan, tapi juga berkaitan dengan pakaian yang membuat seseorang menjadi pusat perhatian.
Dengan demikian, motif atau warna mukena sudah umum di pasaran dan tidak menarik perhatian secara berlebihan, maka tidak termasuk pakaian syuhroh.
Al-Imam Ibnu Baththal dari kalangan ulama Malikiyah menjelaskan dalam Syarh Shahihil Bukhari bahwa seseorang sebaiknya berpakaian sesuai dengan zamannya, selama tidak mengandung unsur dosa. Hal ini karena menyelisihi pakaian yang lazim digunakan bisa menyebabkan seseorang menjadi sorotan.
Sejalan dengan itu, Al-Imam Ath-Thabari dari kalangan ulama Syafi’iyah menegaskan dalam Fathul Bari bahwa menjaga kesesuaian pakaian dengan kebiasaan masyarakat adalah bagian dari sikap muru’ah. Pakaian yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat dapat menjadikan pemakainya terkenal dan dibicarakan oleh orang banyak.
Dalam pembahasan lain disebutkan bahwa pakaian syuhroh tidak memiliki ciri khusus, melainkan bersifat situasional. Jika suatu pakaian membuat seseorang menjadi pusat perhatian dan bahan pembicaraan, maka bisa dikategorikan sebagai pakaian syuhroh.
Namun, pakaian yang sama belum tentu menjadi syuhroh bagi orang lain yang mengenakannya.
Mukena warna-warni pada dasarnya hanyalah variasi dari mukena yang sudah lama digunakan. Jika banyak Muslimah mengenakan mukena dengan warna-warna cerah, maka hal itu tidak termasuk pakaian syuhroh.
Sebaliknya, jika seseorang mengenakan mukena dengan desain yang tidak lazim dan menarik perhatian berlebihan, maka bisa dikategorikan sebagai pakaian syuhroh.