sukabumiheadline.com – Wali Kota New York City terpilih, Zohran Mamdani, mengajak publik untuk tidak membeli produk Starbucks hingga perusahaan menyepakati kontrak dengan para pekerjanya. Gerakan ini mengusung slogan No Contract, No Coffee, yang kini meluas di media sosial dan komunitas pekerja.
Gerakan itu muncul dan menguat di tengah perselisihan antara Starbucks dan serikat pekerja yang telah lama menuntut kontrak kerja yang dianggap lebih adil, termasuk peningkatan upah, kondisi kerja yang lebih baik, serta kepastian perlindungan bagi barista yang aktif dalam gerakan serikat.
Berita Terkait: Kemenangan politikus Muslim, Zohran Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York City
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pria Muslim itu menyebut langkah boikot sebagai bentuk solidaritas terhadap para pekerja yang sedang melakukan pemogokan. Baca selengkapnya: Minibiografi Zohran Mamdani: Muslim milenial pertama jadi Wali Kota New York vs Trump
Menurutnya, tekanan publik diperlukan agar perusahaan berskala global tersebut mempercepat proses negosiasi dan memberikan komitmen yang jelas terhadap kesejahteraan karyawan.
Diberitakan timesofindia.indiatimes.com, Sabtu (15/11/2025), Starbucks hingga kini belum memberikan komentar resminya terkait gerakan tersebut.
Namun, sebelumnya perusahaan menyatakan tetap terbuka pada proses dialog, meskipun beberapa kali dituduh memperlambat pembentukan kontrak serikat di berbagai gerai.
Gerakan No Contract, No Coffee dinilai dapat memberikan tekanan finansial dan reputasi bagi Starbucks jika terus meluas.
Pengamat pasar menilai, dampak jangka pendek pada penjualan ritel memang mungkin terbatas, namun risiko hubungan industrial yang berkepanjangan dapat memengaruhi operasional dan persepsi investor terhadap stabilitas perusahaan.
Hingga saat ini, perselisihan antara Starbucks dan serikat pekerja menjadi salah satu isu hubungan pekerja paling menonjol di sektor ritel Amerika Serikat.

Mamdani menyebut langkah boikot sebagai bentuk solidaritas terhadap para pekerja yang sedang melakukan pemogokan. Menurutnya, tekanan publik diperlukan agar perusahaan berskala global tersebut mempercepat proses negosiasi dan memberikan komitmen yang jelas terhadap kesejahteraan karyawan.
Starbucks hingga kini belum memberikan komentar langsung terkait seruan boikot terbaru ini. Namun, sebelumnya perusahaan menyatakan tetap terbuka pada proses dialog, meskipun beberapa kali dituduh memperlambat pembentukan kontrak serikat di berbagai gerai.
Gerakan No Contract, No Coffee dinilai dapat memberikan tekanan finansial dan reputasi bagi Starbucks jika terus meluas. Pengamat pasar menilai, dampak jangka pendek pada penjualan ritel memang mungkin terbatas, namun risiko hubungan industrial yang berkepanjangan dapat memengaruhi operasional dan persepsi investor terhadap stabilitas perusahaan.
Hingga saat ini, perselisihan antara Starbucks dan serikat pekerja menjadi salah satu isu hubungan pekerja paling menonjol di sektor ritel Amerika Serikat.









