sukabumiheadline.com – Grand Inna Samudra Beach adalah hotel berbintang 4 yang terletak di Cikakak, Sukabumi. Berada di tepi Pantai Karang Naya, hotel ini berdekatan dengan Palabuhanratu, ibukota dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Hotel ini bersejarah karena dibangun di era transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Grand Inna Samudra Beach juga menjadi hotel Bintang 4 pertama yang dibangun di Sukabumi.
Sebagai hotel yang bersejarah, karenanya manajemen masih mempertahankan sejumlah fasilitas awalnya hingga saat ini. Dari mulai furniture hingga ornamen yang menghiasi lobby dan kamar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada awal pendirian, tahun 1966, hotel ini bernama Samudra Beach Hotel. Barulah sejak 2017 berganti nama menjadi Grand Inna Samudra Beach.
Berikut adalah 5 fakta Grand Inna Samudra Beach. Dari mulai sejarah pendirian hingga arsitek bangunan, dirangkum sukabumiheadline.com dari berbagai sumber, Sabtu (21/6/2025).
1. Sejarah, dibangun dengan uang rampasan perang

Pada 1958, Presiden Soekarno berhasil melobi Pemerintah Jepang untuk membayarkan dana pampasan perang sejumlah US$223 juta yang selanjutnya digunakan untuk membangun hotel berkelas internasional di empat tempat berbeda di Indonesia.
Keempat hotel tersebut adalah Hotel Indonesia Jakarta, Ambarrukmo Palace Hotel Jogjakarta, Bali Beach Hotel, dan Grand Inna Samudra Beach di Palabuhanratu.
Grand Inna Samudra Beach pada awal didirikannya pernah dilanda masalah finansial. Penyebab utamanya adalah lokasi hotel yang terpencil, di mana pada 1960-an, sebagian besar wilayah Palabuhanratu belum dialiri listrik oleh Perusahaan Listrik Negara, sehingga pihak hotel harus menggunakan genset mahal untuk menyalakan lampu dan pengondisi udara.
Karenanya, hotel tidak menyediakan fasilitas televisi, dan telepon masih menggunakan model telepon engkol era 1920-an. Lebih-lebih lagi adalah tujuan pembangunan hotel yang tidak jelas.
Awalnya, Pemerintah Indonesia, di bawah Soekarno, hendak mengembangkan Grand Inna Samudra Beach sebagai sarana untuk kegiatan perjudian, dengan kasino Ruang Sukaria dan Domino yang menempati gedung, alhasil menyulap Palabuhanratu layaknya Las Vegas milik Indonesia.
Namun, rencana tersebut ditolak mentah-mentah oleh organisasi umat Islam seperti Gabungan Serikat Buruh Islam (GSBI) yang menilai perjudian adalah haram.
Untuk meredakan potensi konflik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggagalkan rencana tersebut. Kondisi memprihatinkan mulai berubah sejak 1987, yakni ketika HII mengadakan renovasi dan revitalisasi besar-besaran untuk meningkatkan citra hotel.
Listrik, televisi, dan telepon canggih dipasang, grup musik diundang untuk menggelar acara konser, dan paket wisata ditawarkan untuk menarik minat wisatawan.
Alhasil, menurut majalah SWA, hotel mencatat keuntungan bruto sebesar Rp970 juta pada tahun 1987, dari rugi sebelumnya (1986) merugi sebesar Rp150 juta.
Namun, hotel masih dianggap merugi dan hanya ditopang berkat kesuksesan saudara-saudaranya, terutama Bali Beach Hotel dan Hotel Putri Bali.
Barulah pada 1993, setelah Pemerintah Sukabumi selesai melakukan perbaikan jalan beraspal dari Cibadak, Grand Inna Samudra Beach akhirnya mencatat keuntungan bersih.
Diberitakan harian Neraca edisi Februari 1993 yang mengulas hotel menjelang ulang tahun ke-27, Grand Inna Samudra Beach telah bertransformasi menjadi sanggraloka yang ramai pelancong dan dan pejabat penting negara.
Setelah HII bergabung dengan PT Hotel dan Tourist Nasional pada 1999, hotel ini bersalin nama menjadi Inna Samudra Beach. Hotel mengalami perubahan nama sekali lagi pada tahun 2017 menjadi Grand Inna Samudra Beach.
2. Tahun berdiri

Pembangunan Grand Inna Samudra Beach dimulai pada bulan November 1962, dengan biaya investasi mencapai Rp11,6 miliar. Samudra Beach Hotel selesai dibangun pada bulan Februari 1966, dan operasionalnya dimulai per tanggal 15 Februari 1966.
Dengan demikian, hotel ini dibangun 4 tahun setelah Hotel Indonesia Kempinski Jakarta dibangun, pada 16 Juli 1962.
3. Pengembang dan arsitek Grand Inna Samudra Beach

Grand Inna Samudra Beach terdiri dari 8 lantai (tingkat). Struktur hotel didesain oleh Arsitek Roosseno Soerjohadikoesoemo. Sedangkan interior hotel didesain oleh Kanko Kikaku Sekkeisha Yozo Shibata & Associates.
Pengembang hotel ini oleh PT Pembangunan Perumahan (PP), perusahaan konstruksi milik negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Taisei Corporation, Jepang.
Baca Juga: Intip siang malam Istana Presiden Palabuhanratu Sukabumi, megah berdiri di tepi pantai

4. Peresmian dihadiri Raja Jogjakarta
Peresmian hotel ini dihadiri oleh Hamengkubuwana IX. PT Hotel Indonesia International mengontrak Okura Hotels asal Jepang untuk membantu mereka mengelola hotel selama 4 tahun.
Grand Inna Samudra Beach merupakan salah satu buah karya Presiden Soekarno dalam upayanya untuk meningkatkan citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata.
Grand Inna Samudra Beach terletak di Jl. Raya Cisolok-Pelabuhanratu, Desa/Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi.
5. Jumlah lantai dan kamar, fasilitas hingga kamar sakral

Grand Inna Samudra Beach memiliki jumlah kamar sebanyak 100. Kamar-kamar dibagi menjadi 3 tipe, Deluxe Room (tipe terendah), Deluxe Suite (dengan ruang tamu), dan Executive Suite (dengan ruang tamu dan dapur). Hotel menyediakan 2 rumah makan (Cafe In, Homara Restaurant), kolam renang, 4 ruang rapat untuk keperluan MICE, dan akses langsung ke Pantai Karang Naya.
Sama seperti Bali Beach Hotel, Grand Inna Samudra Beach memiliki kamar sakral yang didekasikan untuk Nyi Roro Kidul. Kamar 308 dihiasi oleh lukisan Nyi Roro Kidul, mahkota, dan beberapa perhiasan, termasuk pakaian yang dikeramatkan sebagai milik figur tersebut. Baca selengkapnya: Punya Nyali Tidur di Kamar 308 Khusus Nyi Roro Kidul Palabuhanratu Sukabumi? Segini Tarifnya
Warna hijau mendominasi kamar, meskipun Abah Zaenal, seorang tokoh masyarakat yang telah memandu wisatawan ke kamar tersebut selama 20 tahun, mengatakan bahwa warna hijau sebenarnya adalah mitos masyarakat dan tidak ada kaitan erat dengan Nyi Roro Kidul.
Konon, Presiden Soekarno mengadakan perjanjian dengan Nyi Roro Kidul untuk membangun kamar tempat di mana dia dipuja sebelum hotel dibangun. Pengunjung yang tidak menginap di Kamar 308 dipersilahkan untuk sembahyang dan meninggalkan surat-surat doa untuk meminta rezeki atau jodoh.