sukabumiheadline.com – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mengkritisi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait kebijakan rombongan belajar (rombel) 50 siswa.
Kebijakan tersebut, seperti diketahui, ramai menuai kritik karena dinilai mengancam eksistensi sekolah swasta. Tak ayal, kebijakan tersebut menuai kritik dari organisasi kemasyarakatan (ormas) Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam yang juga bergerak di bidang pendidikan.
Berita Terkait: Fajar Riza Ul Haq dari Sukabumi jadi Wakil Menteri Pendidikan, daftar lengkap Wamen Kabinet Merah Putih
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, Fajar Riza Ul Haq yang juga merupakan kader Muhammadiyah menilai kebijakan tersebut sebagai makruh. Karenanya, ia menyebutnya sebagai solusi jangka pendek.
“Pertama, bukan solusi jangka panjang,” kata Wamendikdasmen asal Sukabumi tersebut, dikutip sukabumiheadline.com, Ahad (20/7/2025). Baca selengkapnya: Biodata dan karya Fajar Riza Ul Haq, dari Sukabumi menuju Wakil Menteri era Prabowo
“Yang kedua, kebijakan tersebut makruh. Tahu makruh? Makruh itu haram sih tidak, tapi sebaiknya tidak dilakukan,” lanjut pria kelahiran Sukabumi, 1 Februari 1979 tersebut.
Menurut Fajar, untuk mengurangi ATS (Angka Tinggal Sekolah) di Jawa Barat tidak dengan dengan kebijakan tersebut, namun dengan cara melibatkan sekolah-sekolah swasta.
“Ketiga, untuk mengurangi ATS di Jawa Barat, sebaiknya tidak dengan mengambil kebijakan tersebut, tapi dengan melibatkan sekolah-sekolah swasta untuk mengurangi ATS di Jawa Barat secara jangka panjang dan berkelanjutan,” kata lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat itu.
Baca Juga: Fajar Riza Ul Haq jadi Wakil Menteri Pendidikan, pria asal Sukabumi itu dapat gaji segini
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan juga mengaku kurang setuju dengan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang menambah rombel di sekolah negeri menjadi 50 siswa per kelas.
Tak hanya mengganggu efektivitas proses belajar pada siswa, kebijakan tersebut juga akan berdampak pada sekolah swasta di Jawa Barat.
“Iya memang akan berpengaruh terhadap eksistensi sekolah swasta,” kata Iwan dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (17/7/225) lalu.
Iwan menuturkan, sekolah swasta selama ini hanya berharap dari limpahan siswa yang tidak diterima di sekolah negeri.
“Mereka (sekolah swasta) pastinya hanya akan menerima limpahan murid dari yang tidak diterima di sekolah negeri dengan jumlah yang sedikit. Sekolah swasta kan sangat berharap dapat limpahan murid dari yang tidak bisa masuk sekolah negeri,” ucapnya.
Alih-alih menambah jumlah siswa untuk mencegah angka putus sekolah, Iwan menilai lebih baik membangun ruang kelas baru dengan maksimal rombel 36 hingga 37 siswa per kelas, atau membangun unit sekolah baru.
“Lebih baik menambah ruang kelas baru yang maksimal diisi sekitar 35 sampai 36 atau 37 siswa atau unit sekolah baru itu lebih baik,” kata Iwan.
Selain itu, dia juga menyarankan Pemprov Jawa Barat untuk menyiapkan beasiswa pendidikan bagi siswa yang kurang mampu dan tidak diterima di sekolah negeri. Menurutnya, langkah itu dapat menjadi win-win solution dari persoalan tersebut.