26.9 C
Sukabumi
Jumat, Mei 3, 2024

Kisah perjalanan spiritual Philippe Troussier, eks pelatih Timnas Vietnam Mualaf

sukabumiheadline.com - Philippe Troussier, mantan pelatih Tim...

Muasal Putri Kesayangan Prabu Siliwangi Melarungkan Diri ke Laut Selatan Sukabumi

KhazanahMuasal Putri Kesayangan Prabu Siliwangi Melarungkan Diri ke Laut Selatan Sukabumi

sukabumiheadline.com l Sosok Nyi Roro Kidul begitu populer di kalangan masyarakat Sukabumi, Jawa Barat, terutama warga yang tinggal di kawasan Pantai Selatan Kabupaten Sukabumi.

Bahkan, Pantai Karanghawu, Kecamatan Cisolok dipercaya merupakan lokasi Putri Kandita melarungkan diri ke laut yang kemudian diyakini mendirikan kerajaan laut pantai selatan dan bergelar Nyi Roro Kidul.

Lantas, bagaimana kronologinya hingga Putri Kandita memutuskan untuk terjun ke dalam laut pantai selatan?

Berikut penjelasan kisah dan nilai-nilai budaya atau moral dari kisah Putri Kandita disarikan dari novel yang ditulis Aan Permana Merdeka yang berjudul Putri Kandita Kemelut Putri Prabu Siliwangi.

Berawal di suatu tanah Sunda berdiri sebuah kerajaan besar bernama Pajajaran. Dikenal besar karena merupakan penyatuan dari dua kerajaan, yaitu Galuh dan Pakuan.

Kerajaan Pajajaran dipimpin oleh sosok raja yang bijaksana dan dihormati, bergelar Prabu Siliwangi yang bernama Sri Baduga Maharaja.

Disebutkan, Prabu Siliwangi memiliki seorang anak gadis yang memiliki paras paling cantik, hasil dari pernikahannya dengan Nyi Sri Dewi Paranghayu, salah seorang selir Prabu Siliwangi yang termuda dan juga paling cantik.

Putri itu bernama Nyi Mas Kandita atau dipanggil Putri Kandita. Dia adalah seorang putri yang suka melantunkan lagu dan memiliki minat di bidang kesenian, sehingga memberi nilai tambah selain kencantikanya di mata Prabu Siliwangi.

Untuk memastikan kebahagiaan putrinya itu, Prabu Siliwangi pun menyediakan dayang-dayang untuk sang putri dan ibunya. Dayang-dayang yang selalu setia menemani, ke manapun mereka pergi.

Jatuh Hati dengan Pengawal

Singkat cerita, ketika sang putri beranjak dewasa, ada seorang pemuda bernama Sungkawa yang selalu memperhatikan dan menaruh hati pada Putri Kandita.

Ketertarikan Sungkawa berawal karena sosok Putri Kandita selain memiliki paras cantik, juga tatakrama dan sifat yang lembut, ramah serta bijaksana dengan orang lain.

Berkat sikapnya itulah, Putri Kandita begitu disukai dan dihormati banyak orang baik dari kalangan keluarga raja maupun masyarakat biasa.

Dicemburui Ibu Tiri

Namun, tentu saja ada orang yang benci terhadap kehadiran sang putri di dalam keluarga besar kerajaan, yaitu ibu tirinya yang bernama Nyimas Ardanda Sulihanja dan saudara tirinya bernama Nyimas Kania Dewi.

Keduanya sangat sirik dan tidak menyukai kehadiran Putri Kandita, karena dianggap sebagai ancaman bagi status mereka berdua di lingkungan kerajaan.

Sang ibu, Nyimas Ardanda Sulihanja merasa khawatir jika Nyimas Sri Dewi Paranghayu dan Putri Kandita merebut kasih sayang dan perhatian dari Prabu Siliwangi dan penduduk Pajajaran kepadanya.

Sedangkan anaknya, yaitu Nyimas Dewi Kania merasa tersaingi dalam soal asmara, terutama terkait perasaanya terhadap Sungkawa.

Nyimas Sri Dewi Paranghayu dan Putri Kandita terus dihujani kejahatan-kejahatan yang dibuat-buat oleh Nyimas Ardanda Sulihanja dan Nyimas Kania Dewi karena kesirikan keduanya.

Baca Juga: Kisah Cinta Misterius Nyi Roro Kidul, Misteri Ratu Pantai Selatan Sukabumi Keturunan Ciamis

Namun, mereka tetap sabar dan berbaik sangka kepada kedua orang yang telah melakukan hal-hal jahat kepada ibu dan anak berparas cantik tersebut.

Menyadari usahanya tidak berhasil juga, dan demi mencapai tujuan yang diinginkannya yaitu menjadi kesayangan Sri Baduga Maharaja dan mendapat tahta selanjutnya, Nyimas Ardanda Sulihanja dan Nyimas Kania Dewi menghubungi tukang teluh pakidulan bernama Ki Rengkod.

Ahli teluh, dalam hal ini adalah sebutan bagi seseorang yang menguasai ilmu-ilmu werejit, sihir, dan semacamnya.

Nyimas Ardanda memerintahkan Ki Rengkod untuk mengirimkan penyakit aneh kepada ibu dan anak berparas cantik di Pajajaran, yaitu Nyimas Sri Dewi Paranghayu dan Putri Kandita.

Ilustrasi Nyi Roro Kidul. l Istimewa
Ilustrasi Nyi Roro Kidul. l Istimewa

Hingga pada suatu hari, Nyimas Sri Dewi Paranghayu dan Putri Kandita tiba-tiba mengidap penyakit aneh. Seluruh kulitnya melepuh dan mengeluarkan nanah serta berbau amis.

Banyak tabib yang silih berganti memeriksa penyakit mereka namun tak satupun dapat menyembuhkannya.

Lambat laun cerita mengenai penyakit yang diidap kedua ibu dan anak tersebut tersebar ke seluruh pelosok kerajaan, dan berita yang disebarkan bahwa penyakit yang sedang menimpa kedua anak dan ibu tersebut bersifat menular, sehingga tak ada masyarakat dan anggota kerajaan yang berani mendekati kediaman mereka berdua. Bahkan, Prabu Siliwangi pun dilarang untuk
menemui keduanya.

Di saat seperti itu, Putri Kandita dan ibunya masih beruntung karena memiliki dayang-dayang yang setia menemani baik susah maupun senang. Dayang-dayang itulah yang selalu merawat mereka saat sudah tak ada yang mau mendekat dan menjumpai mereka.

Singkat cerita, kabar bahw penduduk kerajaan mulai tidak nyaman dengan penyakit mereka, akhirnya Nyimas Sri Dewi Paranghayu dan Putri Kandita tanpa berpamitan kepada ayahnya, memutuskan mengasingkan diri menuju hutan dan laut selatan demi menghilangkan keresahan penduduk kerajaan

Ditemani oleh dayang dan Sungkawa yang setia menemani Putri Kandita yang merupakan cinta sejatinya. Hingga sejak saat itu mereka mulai saling mencintai satu sama lain.

Namun, perjalanan mereka tidak semulus yang dikira, Nyimas Sri Dewi Paranghayu harus menyerah dan meninggal dunia dalam perjalanan.

Belum lama dirundung pilu ditinggal sang ibu, tidak lama setelah itu Putri Kandita harus menanggung pilu yang kedua kali setelah Sungkawa pun gugur dalam perjalanan.

Namun di sisi lain, Sungkawa sempat mengucap rasa bahagia karena bisa menemani sang putri hingg akhir hayatnya. Putri Kandita pun bersyukur dipertemukan dengan cinta sejatinya itu. Dia memeluk tubuh Sungkawa, sebelum kematiannya.

Setelah itu tinggallah sang putri dan dayang-dayangnya.

Keesokan harinya, mereka sampai di pesisir pantai selatan. Sang putri menatap Jauh ke arah lautan, sambil mendengar bisikan gaib kepada dirinya yang menyuruhnya yang meminta Putri Kandita untuk melompat ke laut selatan.

Suara gaib itu menjanjikan akan menghilangkan penyakit sang putri dan menjadikannya hidup kekal dan jauh dari nestapa.

Tanpa berpikir panjang karena merasa sudah di ujung jalan, Putri Kandita pun melompat tanpa keraguan dengan diikuti para dayangnya.

Setelah kejadian ini, masyarakat Jawa Barat meyakini bahwa Putri Kandita telah menjadi Ratu Pantai Selatan di kerajaan dasar laut.

Wajah rupawan Putri Kandita kembali seperti semula, dan konon kerap muncul mengenakan pakaian megah berwarna hijau bak putri raja.

Baca Juga: Dikira Warga Sukabumi Sama, Ternyata Nyi Roro Kidul dan Kanjeng Ratu Kidul Beda

Nilai-Nilai Budaya Sunda dalam Kisah Putri Kandita

Dalam sebuah cerita tentunya tersirat sebuah nilai-nilai kebudayaan atau nilai-nilai moral. Nilai-nilai ini secara tak langsung menjadi pedoman hidup bagi orang Sunda.

Mengacu kepada masyarakat dan budaya Sunda, maka dapat dilihat intepretasi nilai-nilai moral dan budaya Sunda dalam karakter Putri Kandita, yakni seorang yang memiliki paras cantik, namun tetap memiliki moral-moral baik yang ia teladani selama hidupnya.

Putri Kandita sangat menyukai seni tari dan lagu, di mana kita ketahui bahwa identitas dari masyarakat Sunda yaitu mencintai keseniannya sendiri. Sehingga, banyak lahir artis dan penyanyi dari suku Sunda.

Lalu watak yang selalu optimis, sabar dan selalu suka hati meskipun digempur berbagai macam fitnah dan perilaku tidak mengenakan dari saudaranya, menjadi sikap ideal dari orang Sunda.

Selain itu di dalam kisahnya juga mencoba mengemukakan seperti apa hubungan cinta sejati itu, dengan pasangan maupun saudara dan keluarga.

Menurut Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof.A.Chaedar Alwasiah, M.A., Ph.D, sastra atau literatur merupakan fondasi dari masyarakat madani, karena kebudayaan Sunda akan terus berkembang dan akan menyesuaikan perkembangan zaman jika warisan sastra lisannya dapat didokumentasikan.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer