Profil KH. Masthuro dan Catatan Perjalanan Satu Abad Lebih Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi

- Redaksi

Jumat, 22 September 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa

Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa

sukabumiheadline.com l CISAAT – Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Masthuriyah merupakan salah satu ponpes tertua di Sukabumi, Jawa Barat. Ponpes yang berada di Kampung Tipar, Desa Cibolang Kaler, Kecamatan Cisaat ini didirikan oleh seorang ulama kharismatik, KH. Muhammad Masthuro.

Masthuro lahir pada 1901 di Kampung Cikaroya, tidak jauh dari Tipar. Ayahnya yang bernama Amsol, nama samaran dari Ansor, kesehariannya bertugas sebagai Amil atau Lebe yang mengurusi masalah keagamaan di desanya.

Dalam hal pendidikan keagamaan, sebagaimana kebiasaan masyarakat pedesaan pada masa itu, Masthuro memulai kegiatan dengan belajar membaca AlQuran yang dimulai pada usia enam tahun, yaitu pada 1907.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Guru pertamanya dalam membaca AlQuran adalah ayahnya sendiri. Kemudian pada 1909, di usianya yang kedelapan, ia menuntut ilmu di Pesantren Cibalung, Desa Talaga, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Asyari.

Di Pesantren ini Masthuro memperdalam penguasaan membaca AlQuran dan kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan di banyak pesantren hingga saat ini.

Pada 1911, Masthuro masuk sekolah kelas II di Rambay, Kecamatan Cisaat dan lulus pada 1914.

Selain itu, ia juga mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Tipar Kulon yang dipimpin oleh K.H. Kartobi. Di pesantren ini, ia memperdalam kembali apa yang pernah diperolehnya di Ponpes Cibalung.

Kemudian, pada 1914, ia kembali mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Babakan Kaum Cicurug, Sukabumi yang dipimpin KH. Hasan Basri.

Baca Juga :  Mendidik Santri Yatim, Ponpes Al-Ma’tuq Sukabumi Salah Satu Pilihan Terbaik untuk Buah Hati

Pada masa yang sama, Masthuro juga mengaji di Pesantren Karang Sirna, Cicurug yang dipimpin oleh KH. Muhammad Kurdi.

Jarak yang tidak begitu jauh dari pesantren tempat ia tinggal, memungkinkannya untuk mengaji di dua pesantren pada saat bersamaan.

Di pesantren ini, seperti juga di pesantren-pesantren lainnya, Masthuro mempelajari kitab-kitab kuning terutama yang belum dipelajarinya.

Di dua pesantren tersebut, ia hanya mengaji selama satu tahun saja, karena pada tahun berikutnya, 1915, Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren Paledang, Cimahi, Kecamatan Cibadak pimpinan KH. Ghazali.

Masih di tahun yang sama, yaitu 1915, Masthuro berpindah ke Pesantren Sukamantri, Cisaat yang diasuh oleh KH. Muhammad Sidiq.

Selanjutnya, pada 1916, ia mempelajari kitab-kitab di Pesantren Pintuhek, Sukabumi yang dipimpin oleh KH. Munajat hingga 1918.

Keluarga KH. Muhammad Masthuro 

KH. Muhammad Masthuro memiliki dua istri, yaitu Momoh (Fatimah) dan dikaruniai dua orang putri, Yayah Badriyah dan Siti Maryam (alm).

KH. Muhammad Masthuro dan Hj. Hafsoh. l Istimewa
KH. Muhammad Masthuro dan Hj. Hafsoh. l Istimewa

Setelah Fatimah meninggal dunia, KH. Masthuro menikah dengan Hafsoh dan dikaruniai 11 anak, yaitu Bahiyah, Dedeh Rohaenah (alm), Nafisah (alm), Syihabuddin (alm), Siti Habibah, Izzudin (Enjud), Fakhruddin, Siti Shobihat Siti Rofi’ah, A. Aziz Masthuro dan Acep (alm)

Dari kedua istrinya dan 13 putra putrinya, KH. Masthuro memiliki 75 cucu dan delapan di antaranya telah meninggal dunia.
Keluarga besar KH. Masthuro, pendiri Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa
Keluarga besar KH. Masthuro, pendiri Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa

Mendirikan Ponpes Al-Masthuriyah 

Al-Masthuriyah atau ‘Pasantren Tipar’ julukan dari masyarakat sekitar– berdiri sejak 1920 di Kampung Tipar, Desa Cibolangkaler (dulu Desa Cibungaok, kemudian menjadi Desa Cimahi), Kecamatan Cisaat.

Baca Juga :  Puluhan Santri Putri Darul Habib Ciambar Sukabumi Keracunan Makanan, 17 Dilarikan ke RS

Pada 9 Rabiul Akhir 1338 H, bertepatan dengan 1 Januari 1920, KH. Masthuro mendirikan madrasah yang diberi nama Madrasah Ahmadiyah yang merupakan cabang dari Madrasah Ahmadiyah Sukabumi.

Untuk diketahui, nama Ahmadiyah dipilihnya karena ia merupakan lulusan Madrasah Ahmadiyah Sukabumi, dan tidak ada kaitannya dengan nama sebuah aliran yang kerap muncul dalam pemberitaan media saat ini.

Pada 1941, KH. Masthuro mulai mengelola Madrasah dan pesantrennya secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya.

Nama Ahmadiyah pun diubahnya menjadi Sekolah Agama Sirojul Athfal yang secara bahasa, Siroj berarti “lampu” dan athfal berarti “anak laki-laki”.

Namun, atas saran dan hasil musyawarah pada 1950, dibentuklah sebuah lembaga baru bernama Sekolah Agama Sirojul Banat. Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri perempuan untuk belajar di pesantren ini.

Perkembangan selanjutnya, secara berturut-turut, KH. Masthuro mendirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal/Banat pada 1967 dan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal/Banat pada 1968.

Pada tahun ini pula, tepatnya tanggal 27 Rajab, KH. Masthuro menghadap Ilahi dan meninggalkan lembaga rintisannya yang kini sudah besar dan sudah menebarkan alumninya ke berbagai penjuru daerah di Indonesia, bahkan sudah sampai ke negeri yang jauh.

Selain pondok pesantren, lembaga pendidikan yang saat ini bernama Al-Masthuriyah itu telah berkembang dan mengelola semua tingkatan sekolah. Dari mulai RA, MD, MTs, MA hingga perguruan tinggi, STAI Al-Masthuriyah.

Sebelum wafat, ia memberikan wasiat kepada putra putrinya. Wasiat tersebut di tulis dalam bahasa Sunda. Baca lengkap: Memahami 6 Wasiat KH. Masthuro Sukabumi, Relevan dengan Kondisi Indonesia Saat Ini

Berita Terkait

Foto-foto Ruben Onsu shalat di Sukabumi untuk pertama kali usai mualaf
Hukum menikah bulan Syawal, awalnya dinilai sial sebab unta mengangkat ekornya
Reinwardt pendaki pertama Gunung Gede, sekarang ditutup karena aktivitas vulkanik meningkat
Fatimah Al-Fihri, pendiri universitas tertua di dunia dan pengaruhnya di bidang pendidikan
Alasan Ruben Onsu mualaf, Shalat Ied bareng Igun dan bangun mushala di Sukabumi
Muslim Sukabumi mau puasa Syawal? Ini tanggal, fadhilah dan panduan lengkapnya
Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi
Hasil rukyatul hilal di Sukabumi, 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin 31 Maret 2025

Berita Terkait

Selasa, 8 April 2025 - 01:15 WIB

Foto-foto Ruben Onsu shalat di Sukabumi untuk pertama kali usai mualaf

Sabtu, 5 April 2025 - 14:00 WIB

Hukum menikah bulan Syawal, awalnya dinilai sial sebab unta mengangkat ekornya

Kamis, 3 April 2025 - 00:01 WIB

Reinwardt pendaki pertama Gunung Gede, sekarang ditutup karena aktivitas vulkanik meningkat

Selasa, 1 April 2025 - 20:44 WIB

Fatimah Al-Fihri, pendiri universitas tertua di dunia dan pengaruhnya di bidang pendidikan

Senin, 31 Maret 2025 - 21:56 WIB

Alasan Ruben Onsu mualaf, Shalat Ied bareng Igun dan bangun mushala di Sukabumi

Berita Terbaru