30.1 C
Sukabumi
Sabtu, Juli 27, 2024

Yamaha Zuma 125 meluncur, intip harga dan penampakan detail motor matic trail

sukabumiheadline.com - Yamaha resmi memperkenalkan Zuma 125...

Yakin Wanita Sukabumi Tak Minat Beli Yamaha QBIX 125? Intip Spesifikasi dan Harganya

sukabumiheadline.com l Yamaha QBIX 125 telah mengaspal...

Desain Ala Skuter Retro, Intip Spesifikasi dan Harga Suzuki Saluto 125

sukabumiheadline.com l Di belahan dunia lain, Suzuki...

Talitha Amalia, anak satpam asal Cicurug Sukabumi nyaris DO dari SMP kini lulus S2 UCL London

Gaya hidupTalitha Amalia, anak satpam asal Cicurug Sukabumi nyaris DO dari SMP kini lulus S2 UCL London

sukabumiheadline.com – Jangan pernah meratapi nasib hari ini ketika kita diberikan kekurangan dalam sisi materi, bisa jadi hal itu merupakan isyarat dari Allah SWT agar kita kuat dan bangkit dari keterpurukan. Seperti kata pepatah, “kerja keras tidak pernah mengkhianati hasil”.

Hal itu pula yang dialami seorang gadis kampung di sebuah desa di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, bernama Talitha Amalia.

Mengutip dari laman kemenkeu.go.id, gadis asal Sukabumi itu bahkan pernah hampir drop out (DO) dari bangku SMP akibat ketiadaan biaya.

Masa kecil Talitha Amalia

Talitha Amalia lahir dari keluarga amat sederhana. Ayahnya hanya seorang petugas satpam di pabrik garmen, dan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Bahkan, sulung dari tiga bersaudara pernah berjualan keliling bersama ibunya.

Namun sayangnya, saat Talitha berusia 14 tahun (kelas VIII) ia harus menerima kenyataan ditinggalkan ibunya untuk selamanya.

Sepeninggal ibunya, Talitha pun harus berhenti berjualan. Sementara, gaji ayahnya yang pas-pasan harus dibagi untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya kedua adiknya.

Hingga tiba saat ketika ayahnya menyampaikan permintaan maaf karena dia sudah tak mampu untuk membiayai sekolah Talitha.

Talita si gadis yang gigih

Namun, Talitha pantang menyerah. Buku-buku yang pernah ia baca, dari mulai fiksi hingga ilmiah, telah benar-benar memotivasi dirinya untuk tidak pernah menyerah.

“Saya di situ nggak menerima karena mungkin udah terekspos dengan bacaan juga. Bacaan fiksi, buku di perpustakaan. Jadi (saya) melihat dunia lebih luas daripada kampung halaman,” yakin dia.

“Saya nggak mau kalau nggak sekolah karena melihatnya saya kayaknya bisa deh keluar dari kampung, ke kota, bahkan ke luar negeri. Itu sudah punya bayangan dari kecil,” terang Talitha.

Thalita Amalia
Talitha Amalia, anak satpam asal Cicurug Sukabumi nyaris DO dari SMP kini lulus S2 UCL London – Istimewa

Dengan tekad kuat, ia mendatangi saudara dan tetangga satu per satu. Akhirnya, ada kerabatnya yang mau membantu membiayai sekolahnya.

“Beliau sebetulnya juga bekerjanya di pabrik juga, namun pemikirannya sangat progresif. Beliau adalah orang tua asuh juga, jadi bukan hanya saya yang dibantu, tapi anak-anak yang lain juga,” kenang Talitha.

Beruntung, orang tua asuh Talitha membantunya membiayai pendidikannya. Mulai dari SPP, uang jajan hingga kebutuhan lainnya.

Untuk menunjukkan rasa terimakasihnya, Talitha pernah berkata pada mereka jika suatu saat dia sudah mampu mencari uang sendiri, dia berjanji untuk mengganti apa yang telah mereka berikan.

Namun, jawaban mereka sungguh tak terduga.

“Beliau bilang enggak usah, kami memang membantu. Kalau kamu punya rezeki, bawa adik-adikmu untuk sekolah. Kalau punya rezeki tambahan lagi, bantu anak-anak yang lain,” kenang Talitha.

Kata-kata itu sangat membekas dalam diri Talitha. Sejak itulah ia bertekad untuk memberikan manfaat kepada sesama.

Melanjutkan kuliah di Bandung

Setelah lulus SMA, Talitha yang memiliki tekad kuat agar dapat kuliah harus terus memutar otak. Pasalnya, orang yang membiayai pendidikan SMA-nya juga punya keterbatasan ekonomi.

Dengan hanya berbekal uang sebesar Rp50 ribu, pada 2006 silam, ia memberanikan diri berangkat ke Kota Bandung. Yang ada di benaknya ketika itu, bagaimana ia hidup ke kota besar, meski belum memiliki rencana apapun.

Satu hal yang dia ingat, ayahnya memiliki teman satu kampung yang bekerja di Bandung. Tanpa pikir panjang, ia pun berangkat ke Kota Kembang untuk mencari teman ayahnya yang bekerja sebagai Guru SMK.

Di luar dugaan, respon teman ayahnya itu menyambut dengan baik kedatangan Talita yang nekad berangkat ke Bandung untuk menemui dirinya. Pun ketika Talitha mengungkapkan keinginannya untuk bisa bekerja dan melanjutkan kuliah.

Bekerja sambil kuliah di UPI

Singkat cerita, Talitha menjadi anak angkat dan diberi tempat di rumahnya untuk tinggal sementara. Setelah ia mendapat pekerjaan, walau masih serabutan, dia pun memutuskan untuk ngekos.

Selama di Kota Kembang, Talitha sempat bekerja di radio. Dari hasil kerjanya itu, ia bisa mengumpulkan sedikit uang untuk melanjutkan kuliah.

Seiring waktu, Talitha pun memilih kuliah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Beruntungnya, ia mendapatkan beasiswa selama kuliah di UPI.

“Aku ambil jurusan Bahasa Inggris karena aku pikir akan memudahkanku untuk mengeksplorasi karir di mana saja,” ungkap dia.

Meskipun sudah mulai kuliah, namun Talitha tetap bekerja di radio. Tekadnya yang kuat membuat ia melupakan jadwal kerjanya yang kerap kali hingga larut malam, bahkan hingga pagi.

“Jadi kan aku nge-kos di Jalan Jakarta, sementara kampus UPI di Ledeng. Kuliah dimulai jam 07.00. Jadi ya harus bangun subuh, naik angkot ke sana. Kemudian beres kuliah jam 15.00 terus pergi lagi, pulang naik angkot lagi,” kenang dia.

Baca Juga:

Melanjutkan kuliah S2 di Inggris 

Pada 2012, Talitha berhasil menyelesaikan pendidikan S1-nya di UPI. Seakan tidak puas dengan pencapaiannya, Talita berusaha mencari kesempatan melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Hingga kemudian datang peluang beasiswa non gelar, menjadi asisten profesor mengajar Bahasa dan Budaya Indonesia di The University of Hawai’i, Manoa, Amerika Serikat, hingga selesai tahun 2015.

“Jadi mengajar aku mengambil kuliah juga di sana. Dari situ aku mengambil jurusan-jurusan pendidikan dan politik. Kemudian, jurusan-jurusan lain yang nggak melulu bahasa Inggris atau bahasa. Jadi tambah terbuka lagi wawasannya,” jelas Talitha.

Saat itu, salah seorang profesor yang dibantunya di Amerika Serikat menyarankan Talitha untuk melanjutkan kuliah, dan merekomendasikan University College London (UCL) untuk Talitha melanjutkan pendidikannya.

Tak salah pilih, memang waktu itu UCL adalah salah satu perguruan tinggi terbaik dunia untuk bidang Pendidikan. Talitha langsung memilih beasiswa LPDP sebagai tangga untuk mencapai mimpinya itu.

Berbekal pengalamannya, Talitha berhasil mendapatkan beasiswa LPDP. Di UCL, ia mengambil Master of Arts in Education and International Development.

Selama menempuh pendidikan di London, diakui Talitha, berjalan dengan baik. London yang dikenal sebagai kota multikultural dengan beragam komunitas juga membantunya untuk cepat beradaptasi.

Diakuinya, ia sangat bersyukur bisa kuliah di kota yang sangat menghargai perbedaan tersebut, sehingga selama kurun dua tahun kuliah di London, 2015-21017, ia tidak pernah mengalami tindakan rasisme.

“LPDP itu karena konsepnya kekeluargaan, persahabatan, guyub. Jadi sampai sekarang pun aku masih cukup guyub dengan teman-teman. Kemudian di sana yang LPDP pun jadinya guyub juga. Apalagi kami waktu itu nggak terlalu banyak jadi kan lebih guyub,” cerita Talitha.

“Persahabatan itu kan juga yang membuka jalan ke berbagai pintu jejaring,” sambungnya.

Thalita Amalia
Talitha Amalia bersama teman kuliah di UCL London – Istimewa

Dilema usai kuliah S2

Tantangan selanjutnya yang dihadapi hampir seluruh mahasiswa Indonesia setelah belajar di luar negeri, adalah tawaran-tawaran menggiurkan dari pekerjaan ataupun proyek dengan gaji tinggi di luar sana.

Diakuinya, wanita yang telah menjadi ibu itu, ia mengalami hal serupa. Banyak tawaran datang dengan gaji selangit. Namun, di dalam benaknya, ia hanya berpikir pulang ke Indonesia, berbakti kepada Tanah Air.

“Mungkin karena latar belakang juga bahwa aku dari desa, merantau, keinginan untuk kembali itu jauh lebih besar dibandingkan menetap di sana,” ujarnya.

“Aku pikir kemampuanku atau skill-ku itu bisa lebih bermanfaat di Indonesia, ketimbang di negara lain karena aku mempelajari intersection between education and development di banyak negara, yang membutuhkan skill-ku itu ya negaraku,” lanjutnya lagi.

Mendirikan startup bersama teman kuliah 

Berawal dari dipertemukan teman sekampusnya dulu yang bernama Jenine Teo, seorang gadis asal Singapura, keduanya memutuskan untuk mendirikan startup berupa pendidikan bahasa Inggris secara gratis, Solve Education.

Bukan tanpa alasan, kondisi masyarakat yang masih banyak kesenjangan dan akses pendidikan yang belum merata, menjadi pemicunya.

“Awalnya cuman, yuk kita bikin proyek ini belajar apa gitu yang kecil-kecil, belajar bahasa Inggris bagaimana. Mulailah (kami) bermitra dengan komunitas di Bekasi, ngajarin anak-anak bahasa Inggris. Dari situ bertumbuh bertumbuh sampai bikin apps,” papar Talitha.

Solve Education!

Solve Education! adalah organisasi filantropi yang bergerak di bidang teknologi pendidikan dan pemberdayaan, khususnya untuk anak muda. Mereka berfokus pada pendidikan praktis seperti Bahasa Inggris, matematika dasar, literasi keuangan serta Pendidikan yang sifatnya langsung ke real oriented atau hospitality untuk menunjang pemberdayaan anak muda ini di abad ke-21.

“Dan flagship program kami adalah bahasa Inggris karena memang itu skill yang sangat versatile sekarang sebagai bahasa pengetahuan dunia,” ucap Co-Founder sekaligus Chief Operating Officer (COO) Solve Education! itu.

“Jadi misinya itu karena bahasa Inggris ini diterima dengan baik ya kami membayangkan gimana kalau 100 juta orang Indonesia fasih berbahasa Inggris, kayaknya kita bisa keren banget ini. Kami ingin mereka enggak usah khawatir dengan biaya kursus bahasa Inggris yang mahal. Kami sediakan gratis,” tambahnya.

Saat ini Solve Education! berfokus pada website application mobile friendly bernama edbot.ai, dengan menggunakan teknologi generative AI untuk konten dan pengalaman belajarnya.

Nantinya pengguna akan berinteraksi dengan BOT bernama ED, atau kependekan dari education. Sistem tersebut akan menjadikan proses pembelajaran bahasa Inggris lebih menyenangkan dengan sedikit game-nya.

Selain itu mereka juga bekerja sama dengan banyak pihak, salah satunya dengan pemerintah daerah untuk memberikan aplikasi pembelajaran.

“Ada juga NGO dan komunitas lokal yang menggunakan kemampuan mereka dengan harapan membuat impact yang semakin besar lagi,” jelas Talitha.

Selain itu, Solve Education! saat ini juga bisa dijumpai di media sosial seperti instagram (@solveeducation) dan YouTube (Solve Media), di mana banyak pembelajaran gratis di dalamnya.

Di luar dugaan, Solve Education! hingga kini telah memiliki beberapa kantor dan 40 pegawai.

“Aplikasi ini dibuat Indonesia, tapi juga dipakai di Malaysia, di Bangladesh, dan Nigeria. Teknologi yang dikembangkan oleh anak-anak bangsa. Jadi luar biasa banggalah dengan pencapaian yang sudah kami raih,” bangga Talitha.

Keberlanjutan

Persoalan lembaga filantropi dan startup kebanyakan, permasalahan yang sering dihadapi adalah keuangan. Namun, Talitha berhasil mensiasati masalah tersebut hingga Solve Education! mampu bertahan hingga saat ini.

Prinsip utama startup yang didirikannya Talitha dan Jennie Teo (Peihan), adalah menerapkan asas kehati-hatian di dalam segala hal.

Thalita Amalia
Talitha Amalia, anak satpam asal Cicurug Sukabumi nyaris DO dari SMP kini lulus S2 UCL London – Istimewa

“Aku dan Janine ini memiliki visi yang sama. Mungkinkarena kami perempuan, jadi lebih hati-hati dalam mengelola dana, tidak gampang mengeluarkan spending. Itu yang akhirnya membuat solid,” cetus Talitha.

Diakuinya, tantangan berikutnya, adalah tentang keberlanjutan. Bagaimanapun, program yang baik haruslah berkesinambungan. Oleh karenanya, dia membuat unit-unit usaha demi tak bergantung pada uang pribadi atau donasi.

“Salah satunya kami membuat produk-produk yang dipasarkan untuk membiayai program belajar ini. Jadi misalnya flask (botol minum) ini karya seninya dibuat oleh siswa dan siswi yang belajar di program kami,” terang Talitha.

Dengan segala pencapaiannya saat ini, Talita mengaku tak akan pernah menyesali telah memilih jalan yang dia ambil saat ini.

Menurut Talita, kehidupannya dulu yang penuh tantangan adalah satu yang membuatnya kuat saat ini. Sifat tak mudah menyerah dan lebih banyak bersyukur adalah hasil tempaan masa kecilnya.

“Istilah bahasa Inggrisnya shape me who I am today dan aku mensyukuri semua yang sudah terjadi di hidupku,” ujarnya.

Talita menganggap harapan hidup yang berjalan mulus itu tak realistis. Baginya hidup akan selalu mempunyai lika-liku dan tantangannya masing-masing, namun itu juga yang mengantarkan kita ke sebuah pintu kesempatan.

“Tapi aku ingin teman-teman yang sedang berjuang ini tetap semangat terus untuk berjuang. Memang berat, berliku-liku jalannya, tapi selalu ingat ada kesempatan di balik semua masalah,” pesannya.

Thalita Amalia
Talitha Amalia, anak satpam asal Cicurug Sukabumi nyaris DO dari SMP kini lulus S2 UCL London – Istimewa

“Mimpi besarku adalah aku ingin menghabiskan sisa hidupku itu lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan berkontribusi dibandingkan dengan mengkritisi,” harap Talitha.

“Aku ingin hidup bermanfaat karena itu jadi berkah buat diri kita dan juga orang lain,” imbuhnya.

Alumni LPDP ini selalu mengingat prinsip filsafat it’s not what you bear, it’s how you bear it.

“Hidup itu bukan tentang masalah apa yang kita hadapi, tapi bagaimana kita menghadapi masalah tersebut,” pungkas Talitha.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer