21.6 C
Sukabumi
Selasa, Juli 2, 2024

Yamaha Zuma 125 meluncur, intip harga dan penampakan detail motor matic trail

sukabumiheadline.com - Yamaha resmi memperkenalkan Zuma 125...

Desain Ala Skuter Retro, Intip Spesifikasi dan Harga Suzuki Saluto 125

sukabumiheadline.com l Di belahan dunia lain, Suzuki...

Suzuki SUI 125 Meluncur, Spesifikasi Vespa Banget Harga Terjangkau

sukabumiheadline.com l Skutik modern Suzuki Vespa SUI...

30 tahun “dicengkram” PLTP, Kabandungan dan Kalapanunggal Sukabumi jadi lumbung kemiskinan

LIPSUS30 tahun “dicengkram” PLTP, Kabandungan dan Kalapanunggal Sukabumi jadi lumbung kemiskinan

sukabumiheadline.com – Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak menjamin kemakmuran daerah di sekitarnya. Setidaknya hal itu terjadi di Kecamatan Kabandungan dan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Seperti diketahui Kecamatan Kabandungan dan Kalapanunggal berada di sekitar lokasi wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak, dan menjadi PLTP terbesar di Jawab Barat. Namun, warga di dua kecamatan tersebut tidak merasakan kontribusi dari kehadiran tenaga panas bumi yang “keruk”.

Padahal, proyek itu sudah beroperasi sejak 1984, atau sekira 30 tahun sebelum puluhan PSN baru dicetus di era Presiden Joko Widodo. Sebaliknya dua kecamatan menjadi juara bertahan dengan predikat “lumbung” kemiskinan di Sukabumi.

Berita Terkait:

Predikat tersebut diungkapkan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Sukabumi, Aep Majmudin, saat menerima audiensi Civil Society Organization CIKAL, salah satu CSO lokal yang pertama di Gedung Sekretariat Daerah (Setda) pada Rabu (11/10/2023) lalu.

Dalam audiensi yang antara lain dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman tersebut, Aep menyebut bahwa Kalapanunggal dan Kabandungan merupakan dua kecamatan lumbung kemiskinan di Kabupaten Sukabumi.

“Ini sangat mengkhawatirkan mengingat dua kecamatan ini, Kalapanunggal dan Kabandungan, merupakan lumbung kemiskinan. Sebagian besar mereka memang tinggal di dalam area perkebunan,” ungkap Aep.

Ironisnya, menurut data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi Tahun 2021 dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Tahun 2022, APBD Kabupaten Sukabumi pada tahun 2022 lalu menerima DBH Panas Bumi dari PLTP Salak dan lima PLTP lainnya di Jawa Barat sebesar Rp82.910.097.080,00, jumlah ini lebih kecil dari tahun 2021 yang mencapai Rp233.777.212.604,00.

Berita Terkait:

“Membaca angka-angka tersebut, sangat pantas dan wajar jika Kalapanunggal dan Kabandungan memiliki infrastruktur dan layanan dasar, termasuk pendidikan dan kesehatan, yang semakin hari semakin baik sebagaimana tuntutan kami,” kata Direktur CIKAL, Didin Sa’dilah.

Mengutip dari idm.kemendesa.go.id, status desa saat ini diukur oleh Indeks Desa Membangun (IDM), di mana terdapat 5 kategori status desa, yakni Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju, dan Desa Mandiri. Status desa tersebut sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Desa.

Adapun di Kalapanunggal, 3 berstatus Desa Berkembang, 2 Desa Maju, dan 2 Desa Mandiri. Sementara di Kabandungan, 3 Desa Berkembang, 1 Desa Maju, dan 1 Desa Mandiri.

Meskipun tidak ada desa berstatus Sangat Tertinggal dan Tertinggal, namun kondisi perekonomian dan infrastruktur di kedua kecamatan tersebut tergolong jauh tertinggal ketimbang desa-desa lainnya di wilayah Utara Kabupaten Sukabumi.

Berita Terkait: 

Jembatan gantung lapuk di perbatasan Kalapanunggal dan Kabandungan, Sukabumi - sukabumiheadline.com
Jembatan gantung lapuk di perbatasan Kalapanunggal dan Kabandungan, Sukabumi – sukabumiheadline.com

Dari penelusuran sukabumiheadline.com, warga yang ditemui di dua kecamatan itu hanya mengetahui sumber anggaran yang bisa berdampak kepada masyarakat di sekitar perusahaan PLTP Gunung Salak adalah dana Corporate Social Responsibillity (CSR).

Ahmad Sukandi, mengaku upahnya sebagai buruh perkebunan hanya Rp33 ribu per hari. Tak ayal, warga Pondok Beureum Kabandungan ini hanya mampu memberi pendidikan anaknya hingga SMP. Kondisi itu tidak hanya di alami oleh keluarganya, tetapi juga buruh perkebunan lainnya.

“Ya bagaimana kami bisa menyekolahkan anak, uang sebesar itu memang untuk makan saja pas-pasan. Jadi disyukuri saja,” kata Ahmad.

Mereka juga harus tinggal di rumah yang rawan ambruk. Rumah bedeng itu memang dalam kondisi lapuk dan rusak sebagian.

PLTP Gunung Salak. l Istimewa
PLTP Gunung Salak. – Istimewa

Ahmad Sukandi menyebut selama Star Energy Geothermal Salak (SEGS) beroperasi, warga tidak pernah tersentuh program CSR. Kondisi tersebut, menurutnya, berbeda dengan ketika Chevron Geothermal Salak, Ltd. beroperasi.

Enggak ada, enggak pernah. Kalaupun ada pembagian zakat fitrah atau hewan kurban, itu biasanya dari Serikat Pekerja PT Indonesia Power,” ungkapnya.

“Bahkan, jalan ini saja, itu di-hotmix saat masih Chevron, kalau enggak salah sekitar tujuh tahun lalu. Kalau Star Energy enggak pernah,” pungkasnya seraya menunjuk jalan lingkungan selebar tiga meter yang terlihat masih beraspal mulus.

Direktur CIKAL, Didin Sa’dilah menjelaskan, sebagai perbandingan berdasarkan data yang dihimpunnya dari situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Pemkab Sukabumi, pembangunan infrastruktur di Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan pada 2022 dari berbagai sumber anggaran, masing-masing Rp12.784.367.782,75 untuk Kalapanunggal dan Kabandungan Rp9.477.143.732.

“Dari nilai tersebut kami tidak menemukan anggaran yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Panas Bumi maupun dana Bonus Produksi (BP) Panas Bumi. Padahal puluhan miliar diterima Pemerintah Kabupaten Sukabumi setiap tahunnya,” ungkap Didin kepada sukabumiheadline.com.

“Kalapanunggal dan Kabandungan harusnya layak mendapatkan alokasi anggaran lebih besar dibanding daerah lainnya di Sukabumi,” imbuh Didin.

Jembatan gantung lapuk di perbatasan Kalapanunggal dan Kabandungan, Sukabumi - sukabumiheadline.com
Jembatan gantung lapuk di perbatasan Kalapanunggal dan Kabandungan, Sukabumi – sukabumiheadline.com

Tercatat sudah dua kali CIKAL yang berbasis di Desa Pulosari, Kecamatan Kalapanunggal ini melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi untuk menyampaikan tuntutannya tersebut.

“Kami meminta penambahan sekurang-kurangnya 70 persen dari nilai DBH Panas Bumi dari WKP PT Star Energy Geothermal Salak, Ltd. (SEGS) yang diterima Pemkab Sukabumi,” kata Didin.

Baca Juga: Satu Tewas, 2 Korban Jembatan Gantung Lapuk Penghubung Kalapanunggal-Kabandungan Sukabumi

Menghitung dana BP PLTP Salak Sukabumi

Sebagai PLTP terbesar di antara lima PLTP lainnya di Jawa Barat, PLTP Gunung Salak yang saat ini dioperasikan bersama oleh SEGS berdasarkan Kontrak Operasi Bersama dengan PT Indonesia Power (PT IP) memasok uap panas bumi untuk PLTP pada unit 1, 2, dan 3 yang dioperasikan PT IP dan mengoperasikan sendiri PLTP unit 4, 5, dan 6.

Secara keseluruhan menurut data dalam Sustainability Report SEGS tahun 2022, perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) itu memasok energi untuk jaringan listrik interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali) sebesar 381 MW yang dihasilkan dari 51 sumur produksi.

Dari operasi PLTP Gunung Salak, setiap tahun Pemkab Sukabumi mendapatkan dua penerimaan yaitu Dana Bagi Hasil dan Bonus Produksi Panas Bumi. Sedangkan, dari lima PLTP lainnya di Jawa Barat hanya mendapatkan DBH Panas Bumi.

Lantas, Berapa besarannya?

Merujuk pada ketentuan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DBH Panas Bumi berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari iuran tetap dan iuran produksi Panas Bumi dibagikan pemerintah pusat dengan ketentuan 20 persen untuk pemerintah pusat dan 80 persen dibagikan kepada pemerintah daerah.

Adapun ketentuan pembagian 80 persen DBH Panas Bumi untuk pemerintah daerah sebesar 16 persen untuk provinsi bersangkutan, 32 persen untuk kabupaten/kota penghasil, 12 persen kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil, 12 persen untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dan 8 persen dialokasikan untuk kabupaten/kota pengolah.

Selain DBH Panas Bumi, Pemkab Sukabumi juga juga menerima dana BP Panas Bumi. Dana ini diterima Kabupaten Sukabumi sebagai daerah penghasil bersama Kabupaten Bogor.

Dana BP Panas Bumi merupakan kewajiban keuangan yang dikenakan atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi dan atau listrik dari PLTP, ketentuan ini merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, dengan pengenaan 1 persen atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi atau 0,5 peren atas pendapatan kotor dari penjualan listrik.

Baca Juga:

Pendapatan Desa di sekitar PLTP Salak Sukabumi 2020-2024

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun sukabumiheadline.com, pendapatan desa bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PADes) yang terdiri dari Hasil Usaha Desa dan Bagi Hasil BUMDes. Selanjutnya, berasal dari Pendapatan Transfer yang meliputi Dana Desa (DD), dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota (DBH Non PBB) meliputi DBH Retribusi Daerah dan DBH PBB).

Kemudian, desa-desa juga mendapat transfer Alokasi Dana Desa atau ADD yang meliputi Alokasi Dana Desa, Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa, dan Tunjangan BPD.

Selain itu, desa juga mendapatan Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi, Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota.

Namun berbeda dengan desa-desa lainnya di Kabupaten Sukabumi, khusus untuk ke-13 desa di Kecamatan Kalapanuggual dan Kabandungan, juga memperoleh dana Bonus Produksi yang bersumber dari PLTP Salak.

Adapun realisasi BP Panas Bumi dari SEGS, berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Sukabumi Nomor 33 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemanfaatan Dana Bonus Produksi Panas Bumi Kepada Pemerintah Desa, Pemkab Sukabumi menyalurkan 50 persen BP Panas Bumi kepada dua kecamatan tersebut.

Sedangkan 50 persen sisanya dimanfaatkan Pemkab Sukabumi untuk membiayai program prioritas pembangunan daerah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Dari 50 persen dana BP Panas Bumi PLTP Salak yang diterima kedua kecamatan tersebut dibagi secara merata untuk 13 Pemerintah Desa di wilayah Kalapanunggal dan Kabandungan.

Adapun ke-13 desa tersebut, untuk Kecamatan Kalapanunggal terdiri dari 7 desa, yakni Kalapanunggal, Pulosari, Walangsari, Mekarsari, Gunungendut, Kadununggal, dan Palasari. Sedangkan untuk Kabandungan, adalah Cihamerang, Cianaga, Cipeuteuy, Tugubandung, Mekarjaya, dan Kabandungan.

Baca Juga:

Faktor yang membuat pendapatan desa berubah setiap tahunnya

Mencermati naik dan turun Pendapatan Desa di bawah, hal itu dipengaruhi oleh besaran Pendapatan Desa, baik yang bersumber dari Hasil Usaha Desa maupun Transfer.

Menurut data yang diperoleh redaksi, 7 desa di Kecamatan Kalapanunggal menerima total Dana Desa dari pemerintah selama kurun waktu 2020-2024 sebesar Rp42.646.392.000, dengan rincian pada 2020 sebesar Rp7.929.612.000, kemudian Rp7.739.465.000 (2021), Rp8.588.230.000 (2022), Rp9.282.457.000 (2023), dan Rp9.106.628.000 (2024).

Sedangkan, 6 desa di Kecamatan Kabandungan menerima total DD sebesar Rp38.223.904.000, dengan rincian, sebesar Rp7.004.789.000 (2020), Rp6.883.310.000 (2021), Rp7.219.791.000 (2022), Rp8.285.497.000 (2023), dan Rp8.830.517.000 (2024).

Sedangkan untuk ADD, selama kurun 2020-2024 semua desa memperoleh sebesar masing-masing mendapatkan Rp594.400.502 (2020), Rp567.851.800 (2021), Rp539.270.000 (2022), Rp495.808.900 (2023), dan Rp508.753.700 (2024).

Adapun dari Bantuan Keuangan APBD Provinsi selama kurun 2020-2024, semua desa memperoleh sebesar masing-masing memperoleh Rp127.288.000 (2020). Kemudian, mengalami kenaikan sejak 2021 menjadi Rp130.000.000, besaran Bantuan Keuangan Provinsi tersebut tidak mengalami kenaikan lagi hingga 2024.

Selain itu, naik turun Pendapatan Desa juga dipengaruhi besaran transfer dari Bagi Hasil Pajak dan Retribusi selama 2020-2024, di mana pada 2020 masing-masing memperoleh sebesar Rp114.519.357, Rp110.568.241 (2021), Rp110.235.842 (2022), Rp98.153.750 (2023), dan Rp90.113.057 (2024).

Adapun, rincian Pendapatan Desa yang bersumber dari BP PLTP Salak melalui Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota selama 5 tahu terakhir, masing-masing sebesar Rp0 (2020). Selanjutnya pada 2021 sebesar Rp384.615.384. Kemudian, Rp444.307.693 (2022), Rp538.461.539 (2023), dan Rp307.692.308 (2024).

Rekap penerimaan Dana Desa tahun 2020-2024 desa-desa sekitar PLTP Salak Sukabumi - sukabumiheadline.com
Rekap penerimaan Dana Desa tahun 2020-2024 desa-desa sekitar PLTP Salak Sukabumi – sukabumiheadline.com

Membanding dana dari pemerintah dengan BP PLTP Salak Sukabumi 2020-2024

Menilik data di atas, Pendapatan Desa di sekitar PLTP Salak yang bersumber dari Transfer Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota kurun 2020-2024 –di luar Bantuan Keuangan Khusus (BKK)– ke-13 desa di Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan, adalah sebagai berikut:

Total Pendapatan Desa di Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan 2021-2024

Total Pendapatan Desa di Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan 2021-2024
Total Pendapatan Desa di Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan 2021-2024 – sukabumiheadline.com

Untuk diketahui, pada 2020, 13 desa di Kalapanunggal dan Kabandungan belum memperoleh dana BP PLTP Salak. Dana BP PLTP Salak mulai diberikan sejak 2021.

Dengan demikian, pada 2021 BP PLTP Salak menyumbang sekira 19,89% dari total Pendapatan Desa (13 desa) di Kalapanunggal dan Kabandungan. Kemudian, 22,27% pada 2022, lalu 25,95% (2023), dan hanya 14,59% pada 2024.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer