sukabumiheadline.com – Generasi X tentu masih mengingat suasana Sukabumi, Jawa Barat, pada era pra-internet, atau era 70 hingga 90an. Jika generasi Y, Z dan Alpha menghabiskan waktu dengan gadget sejak pulang sekolah hingga malam, generasi X pada masa seusianya lebih banyak menghabiskan waktu di masjid atau mushala.
Sepulang sekolah, Gen X kembali bersiap untuk sekolah madrasah ibtidaiyah atau bermain layangan, sepak bola hingga petak umpet. Ketika menjelang sore hari, Gen X mandi dan bersiap berangkat mengaji, shalat Maghrib berjamaah. Lalu dilanjutkan dengan bermain-main di sekitar masjid hingga menjelang shalat Isya.
Hati senang ketika memasuki libur akhir pekan. Hari libur diisi dengan bermain di sawah dan sungai bersama-sama teman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ngangenin, bukan?
Pernyataan bahwa kenangan era 70 hingga 90-an atau era pra-internet sulit ditemui lagi di masa kini adalah hal wajar, terutama karena perubahan signifikan dalam teknologi, budaya, dan gaya hidup yang membentuk pengalaman hidup di era tersebut tidak ditemukan lagi sekarang.
Beberapa alasan utama yang membuat suasana dan kenangan pada era pra-internet sulit dirasakan kembali meliputi:
1. Minimnya gangguan digital

Era 80-an adalah masa pra-internet dan media sosial secara massal. Orang-orang memiliki koneksi yang lebih kuat dan tidak terfragmentasi dengan keluarga dan teman karena kurangnya gangguan perangkat digital.
Interaksi lebih banyak terjadi secara langsung atau melalui telepon rumah, bukan melalui pesan instan atau unggahan media sosial.
Untuk berkomunikasi dengan teman atau kerabat di luar daerah, dilakukan dengan surat menyurat yang dikirim melalui Kantor Pos, atau beberapa dekade kemudian hadir telepon umum dari PT Telkom Indonesia, di mana komunikasi baru bisa dilakukan setelah kita memasukkan uang koin melalui lubang kecil di kotak telepon.
Setelah era telepon umum, kemudian hadir warung telepon atau wartel, sebuah usaha yang bisa dimiliki oleh publik. Polanya mirip konsep franchise minimarket saat ini.
2. Sifat Komunitas yang erat
Karena teknologi komunikasi yang lebih terbatas, masyarakat cenderung lebih mengenal tetangga dan komunitas sekitar mereka. Ikatan sosial lebih kuat dan mendalam, di mana orang-orang benar-benar saling mengenal dalam lingkungan fisik mereka.
3. Hiburan yang berbeda

Hiburan utama saat itu melibatkan aktivitas di luar ruangan, mendengarkan musik dari Walkman atau radio, dan menonton program TV bersama-sama pada waktu yang ditentukan, yang semuanya menciptakan pengalaman komunal dan unik yang berbeda dari hiburan sesuai permintaan saat ini.
Untuk merasakan atmosfir pertandingan laga Persib Bandung saat itu, Bobotoh di Sukabumi dan Jawa Barat pada umumnya, hanya melalui siaran radio. Sungguh pengalaman yang seru, deg-degan dan imajinatif.
4. Kesederhanaan dan optimisme

Era tersebut sering diasosiasikan dengan kesederhanaan, kebebasan dari tekanan modern, dan perasaan optimisme yang kuat terhadap masa depan, di mana segalanya tampak mungkin. Fokusnya lebih pada bersenang-senang, tawa, dan merangkul individualitas.
5. Perkembangan teknologi
Kemajuan teknologi yang pesat telah mengubah cara hidup masyarakat secara drastis. Berbagai inovasi seperti komputer pribadi (IBM PC), faksimili, pager, dan video tape recorder pada masanya adalah hal baru yang menarik, namun sekarang telah digantikan oleh teknologi yang jauh lebih canggih, seperti AI, IoT, dan 5G, yang mengubah lanskap kehidupan sehari-hari secara fundamental.
Akibat perubahan ini, lingkungan fisik dan sosial yang menjadi latar belakang kenangan tahun 70-90-an sudah tidak ada lagi, membuat pengalaman tersebut menjadi unik dan sulit untuk ditiru di zaman sekarang.









