sukabumiheadline.com – Sukabumi merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang selalu menjadi tujuan para wisatawan. Selain karena memiliki destinasi wisata alam yang lengkap, dari gunung, rimba, laut, pantai, sawah hingga sungai, wilayah Sukabumi juga terbilang dekat dengan Jakarta dan Bandung.
Terlebih, kini Jalan Tol Bocimi Seksi 2 sudah beroperasi —dan Seksi 3 dijadwalkan rampung tahun depan. Sehingga, kota ini bisa diakses dengan waktu tempuh yang relatif singkat.
Namun, di sisi lain sejumlah masalah utama sektor pariwisata Sukabumi pun terbilang pelik, dan hampir setiap tahun selalu terjadi berulang, meliputi pengelolaan sampah dan kebersihan, hingga tarif parkir tidak wajar di area nonresmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Belum lagi kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir dan perburuan penyu, serta tantangan pengembangan SDM, hingga pelestarian cagar budaya.
Selanjutnya, infrastruktur yang belum memadai seperti akses dan fasilitas, serta dampak cuaca ekstrem hingga membuat sejumlah ruas akses jalan rusak dan longsor yang juga memengaruhi kunjungan wisatawan dan penutupan destinasi seperti Geyser Cipanas.
Ulasan sukabumiheadline.com terkait masalah utama sektor pariwisata ini dapat menghambat potensi Sukabumi sebagai destinasi unggulan, meskipun ada upaya pemulihan dan perbaikan.
Berita Terkait: Daftar tarif hotel di Sukabumi plus rating, fasilitas dan lokasi
Masalah utama sektor pariwisata Sukabumi
1. Infrastruktur dan aksesibilitas

Jalan menuju lokasi wisata seperti Geopark Ciletuh kadang terganggu, membutuhkan perbaikan. Terbaru, ruas jalan Bagbagan–Kiara Dua di Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi mengalami longsor di sejumlah titik pada Kamis (25/12/2025).
Salah satu titik longsor terparah berada di wilayah Cimapag yang menyebabkan badan jalan menyempit sehingga arus lalu lintas saat ini diberlakukan sistem buka tutup. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius bagi para pengguna jalan tujuan Ujunggenteng dan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu.
2. Kebersihan dan pengelolaan sampah

Masalah sampah di tempat wisata menjadi perhatian serius di Sukabumi agar wisatawan nyaman, terutama di kawasan pantai dan gunung yang ramai pendakian.
Belum lagi pencemaran air hingga merusak kawasan pantai, seperti peristiwa sampah menumpuk di Pantai Cibutun beberapa waktu lalu. Baca selengkapnya: 4 masalah lingkungan di Sukabumi yang tidak pernah selesai
3. Tarif parkir

Adanya pungutan liar berkedok parkir, atau tarif mahal di lahan parkir nonresmi, terutama di musim liburan seperti Idul Fitri, Natal dan tahun baru. Keluhan serupa kerap terjadi dan ramai diberitakan media lokal hingga nasional. Baca selengkapnya: 5 kesan negatif berwisata ke Sukabumi menurut wisatawan luar daerah
4. Kerusakan lingkungan

Penambangan pasir dan emas ilegal, penebangan pohon, hingga alih fungsi lahan, memicur terjadinya bencana alam. Sehingga, sejumlah wilayah mengalami bencana banjir dan longsor yang merusak infrastruktur jalan menuju kawasan wisata.
Belum lagi perburuan binatang langka mengancam kelestarian alam dan objek wisata bahari, seperti bayi lobster atau benur.
Banjir bandang yang melanda kawasan Selabintana, Kecamatan/Kabupaten Sukabumi, pada Jumat (5/12/2025) lalu, membuat ruas Jalan Raya Selabintana berubah menjadi layaknya arus sungai deras yang menghantam kendaraan dan gerobak pedagang di jalur pariwisata tersebut.
Ketua DPC Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi, Rozak Daud, menyebut, hutan lindung di Sukabumi kini hanya tersisa sekitar 12,72 persen. Sebagian besar berada di bawah pengelolaan pemerintah pusat melalui PTPN dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
“Hutan lindung yang seharusnya menahan debit air kini tak lagi mampu menjalankan fungsi ekologisnya. Maka tidak heran Selabintana yang berada di dataran tinggi pun bisa banjir. Bagaimana Kota Sukabumi yang berada di bawahnya?” ujar dia.
5. Pengelolaan dan pelestarian aset budaya
Alih fungsi bangunan cagar budaya dan kurangnya perlindungan aset budaya menjadi tantangan. Hal terjadi pada bangunan tua di sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Sukabumi.
6. Dampak cuaca ekstrem

Banjir atau cuaca buruk bisa menutup sementara destinasi dan menurunkan kunjungan. Meskipun cuaca bukan faktor manusia, namun alih fungsi lahan dan pembalakan liar adalah perilaku manusia yang memicu terjadinya bencana alam seperti banjir dan longsor.
Kondisi ini juga menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Baca selengkapnya: 4 masalah lingkungan di Sukabumi yang tidak pernah selesai
Dedi Mulyadi berjanji akan mengambil tindakan terhadap alih fungsi lahan ilegal yang diduga menjadi penyebab banjir bandang di Kecamatan Cisolok, pada Senin (27/10/2025) lalu.
Dedi Mulyadi menyatakan bahwa alih fungsi lahan, terutama di kawasan hulu, menjadi salah satu penyebab utama banjir dan kerusakan lingkungan di Sukabumi. Ia menilai banjir bandang yang melanda Cisolok, terjadi akibat perubahan tata ruang yang tidak sesuai aturan.
“Itu ada bukaan lahan,” ujarnya, Rabu (29/10/2025) lalu.
7. Sumber daya manusia (SDM)

Kurangnya pelatihan SDM menjadi salah satu faktor penghambat pengembangan pariwisata. Kabar tentang getok harga makanan dan minuman di kawasan wisata masih sering terjadi dan dikeluhkan pengunjung.
Upaya dan solusi dijalankan
Secara keseluruhan, Sukabumi memiliki potensi besar tetapi menghadapi tantangan dalam mengelola dampak pertumbuhan pariwisata dan menjaga kelestarian alam serta budayanya.
Karenanya, Dedi Mulyadi secara eksplisit meminta Bupati Sukabumi, Asep Japar, untuk mengubah tata ruang dan menaati larangan alih fungsi lahan, sebagaimana disampaikan saat perayaan Hari Jadi Kabupaten Sukabumi.
Dedi juga meminta Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jabar untuk menelusuri perubahan tata ruang dan peruntukan lahan yang mungkin telah disalahgunakan.
Selain itu, Dedi menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang merusak alam dan mengakibatkan bencana, serta berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk analisis lebih lanjut.
“Agar bangunan di lahan yang tidak sesuai peruntukannya ditertibkan dan lahan-lahan yang disalahgunakan dikembalikan ke fungsi ekologisnya melalui program penghijauan,” kata Dedi.









