Hindari Pajak Ibadah, Ratusan Ribu Pemeluk Kristen Jerman Tinggalkan Gereja

- Redaksi

Senin, 24 Januari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gereja Katolik di Jerman. l Istimewa

Gereja Katolik di Jerman. l Istimewa

sukabumiheadline.com I Pemberlakuan pajak khusus umat Kristen dan Yahudi di Jerman, telah membuat pemeluknya enggan beribadah. Setiap bulan, mereka wajib membayar sekitar 8-9 persen dari pajak penghasilan ke tempat ibadah masing-masing.

Hal itu berlaku selama nama mereka terdaftar sebagai anggota atau pernah dibaptis saat masih kecil, warga Jerman yang terlahir memeluk agama Kristen Protestan, Katolik dan Yahudi dituntut mendanai gereja atau sinagoge.

Meskipun mereka jarang beribadah, bukan berarti mereka bisa mangkir bayar Kirchensteuer (pajak gereja) atau Kultussteuer (pajak ibadah).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seorang penduduk Berlin, dengan penghasilan kotor per bulan Rp57 juta, maka sedikitnya ia harus menyisihkan Rp747 ribu ke gereja.

Pada 2020, gereja Katolik dan Protestan hanya meraup Rp194 triliun. Jumlah tersebut berkurang sekira Rp13 triliun dibandingkan tahun 2019. Penurunan disebabkan banyak warga Jerman yang meninggalkan gereja, untuk menghindari pajak yang telah diberlakukan sejak 1919 itu.

Tercatat pada 2019 saja, lebih dari setengah juta orang berhenti menjadi anggota gereja, penurunan yang drastis bagi agama Protestan dan Katolik. Kemudian, tahun 2021 menunjukkan, sepertiga umat Kristen di Jerman melepas keyakinan mereka supaya tidak perlu bayar pajak lagi.

Baca Juga :  H.L. Senduk, Pendeta Besar Indonesia yang Berjasa Bagi Perkembangan Kristen di Sukabumi

Seorang pemeluk Protestan berusia 26 tahun, Andrea, mantap keluar dari gereja Protestan sejak dua tahun lalu. Ia menceritakan, neneknya bertanya kapan terakhir kali dia pergi ke gereja. Andrea kemudian menjawab jika ia sudah tidak pernah beribadah di gereja sejak 2014. “Nenek kecewa mendengar saya sudah lama tidak ke gereja,” kenangnya.

Carsten Frerk, seorang humanis dan pakar keuangan gereja, menjelaskan, umat Kristen di Jerman baru wajib membayar pajak setelah mereka mengonfirmasi untuk menjadi anggota gereja. Namun praktiknya, siapapun yang dibaptis di suatu gereja mau tak mau harus ikhlas membayar Kirchensteuer.

Alasan umum jemaat meninggalkan gereja-gereja di Jerman, akibat kemunculan skandal demi skandal pelecehan seksual yang mewarnai gereja Katolik. Hal itu mendorong para jemaat tak lagi terlibat di dalamnya.

Baca Juga :  Warga Sukabumi Bayar Pajak Kendaraan Tak Perlu Datang ke Samsat, Begini Caranya

Juni 2021, Kardinal Reinhard Marx bersedia melepas jabatan Uskup Agung Munich sebagai bentuk tanggung jawab atas setidaknya 3.677 kasus pelecehan anak yang dilakukan oleh pastor selama periode 1946-2014. Namun, Paus Fransiskus menolak surat pengunduran dirinya.

Dua bulan kemudian, Jerman kembali dikejutkan berita mengerikan dari dalam gereja Katolik di Kota Munich. Kali ini menjabarkan pelecehan seksual yang menimpa anak-anak sepanjang 1960-1970an.

Para petinggi gereja dinilai kerap menutupi borok mereka dengan jalur non litigasi alias cara damai. Tapi rupanya, gereja Katolik di Jerman cukup pelit dalam memberikan kompensasi. Selama tiga tahun terakhir, Keuskupan Agung Cologne rela menggelontorkan Rp45 miliar untuk menjaga nama baik, tapi jumlah yang mereka keluarkan untuk mengganti rugi para penyintas kurang dari setengahnya.

Selain itu, uang jemaat dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak penting. Pada 2013, Uskup Franz-Peter Tebartz-van Elst kegep memakai uang gereja sebesar Rp502 miliar untuk merenovasi kediaman pribadinya.

Kebijakan pajak gereja di Jerman lebih keras dari negara-negara Eropa lainnya. Gereja-gereja di Italia dan Spanyol, misalnya, memotong sebagian kecil dari penghasilan tahunan anggota—sekitar 0,8 dan 0,7 persen per tahun.

Berita Terkait

UMKM Sukabumi, ini 18 ide usaha daur ulang sampah bakal tren di 2026
Bukan karena bosnya mualaf, sebab ini JNE Indonesia dipuji Menteri Haji Arab Saudi
UMKM Sukabumi, ini 10 saran Menko Perekonomian, BI, dan pakar di 2026: KUR hingga go digital
Menteri UMKM: Miris, batik hingga jilbab murah dari China kuasai pasar RI
8 tren bisnis UMKM 2026: Conversational commerce hingga dukungan pemerintah
Harga tiket Kereta Wisata Jaka Lalana: Jadwal dan stasiun di Sukabumi yang disinggahi
4 tren isu utama 2026 warga Sukabumi harus aware: Ekbis, teknologi, sospol, ekonomi hijau
11 tren bisnis 2026: Niche lokal, ramah lingkungan dan serba digital, cek ulasan spesifiknya

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 00:01 WIB

UMKM Sukabumi, ini 18 ide usaha daur ulang sampah bakal tren di 2026

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:37 WIB

Bukan karena bosnya mualaf, sebab ini JNE Indonesia dipuji Menteri Haji Arab Saudi

Rabu, 3 Desember 2025 - 08:00 WIB

UMKM Sukabumi, ini 10 saran Menko Perekonomian, BI, dan pakar di 2026: KUR hingga go digital

Rabu, 3 Desember 2025 - 00:58 WIB

Menteri UMKM: Miris, batik hingga jilbab murah dari China kuasai pasar RI

Rabu, 3 Desember 2025 - 00:27 WIB

8 tren bisnis UMKM 2026: Conversational commerce hingga dukungan pemerintah

Berita Terbaru