sukabumiheadline.com – Sebuah rudal milik Iran menghantam Institut Sains Weizmann di kota Rehovot, di wilayah selatan Ibu Kota Israel, Tel Aviv, pada Ahad (15/6/2025) dini hari waktu setempat.
Serangan tersebut menjadi ancaman serius bagi Israel, mengingat pentingnya lembaga itu dalam mendukung teknologi pertahanan Israel.
Untuk informasi, Institut Weizmann merupakan salah satu pusat riset ilmiah paling prestisius di Israel, bahkan di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lembaga yang juga disebut sebagai Pentagon-nya Negara Zionis itu didirikan pada 1934 oleh Chaim Weizmann, yang menjadi Presiden pertama Israel, lembaga ini memainkan peran vital dalam pengembangan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan, sistem drone, dan komunikasi militer terenkripsi.
Lembaga tersebut memiliki lebih dari 2.500 peneliti dan staf. Institut Weizmann menyelenggarakan program magister dan doktoral di berbagai bidang seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan ilmu komputer.
Soal fasilitas, Institut Weizmann memiliki 30 laboratorium, selain perpustakaan besar, serta ruang kuliah dan pemukiman ilmuwan.
Adapun terkait pendanaan Institut Weizmann, sebagian besar dari pemerintah Israel, ditambah dukungan besar dari organisasi internasional. Hal ini memungkinkan mereka menarik talenta global dan mengembangkan proyek-proyek yang relevan secara ilmiah sekaligus strategis.
Karenanya, tidak mengherankan jika Institut Weizmann dinilai bukan hanya sebagai institusi pendidikan. Ia juga berperan sebagai infrastruktur keamanan nasional.
Penelitiannya mendukung militer Israel dalam pengembangan sistem analisis tempur berbasis AI, teknologi kendaraan udara tanpa awak (UAV), alat pelacak dan pengacak elektronik, serta sistem navigasi alternatif untuk kondisi pertempuran.
Hal itulah yang menjadi alasan Iran memandang lembaga tersebut sebagai sasaran strategis, terutama setelah serangkaian serangan Israel terhadap fasilitas militer dan ilmuwan Iran beberapa waktu terakhir.
Namun demikian, media Israel tidak menampilkan gambar ataupun rincian kerusakan akibat serangan ini. Hal ini diduga merupakan bagian dari kebijakan sensor militer yang ketat untuk melindungi informasi mengenai fasilitas sensitif dan mencegah kebocoran terkait kelemahan sistem pertahanan udara mereka.
Namun, jika terbukti bahwa fasilitas ilmiah yang didukung komunitas internasional ini menjadi sasaran langsung dalam konflik, hal tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik baru.