sukabumiheadline.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengaku heran dengan fenomena masyarakat yang lebih percaya ke petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) ketimbang polisi saat terjadi peristiwa tertentu.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Bulan Bintang tersebut saat memberikan kuliah umum di Kampus UMI Makassar, Senin (24/11/2025).
“Saya membaca juga artikel masyarakat kalau ada apa-apa lebih senang menghubungi Damkar daripada menghubungi polisi,” kata Yusril.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, masyarakat cenderung menghubungi Damkar karena merasa tidak takut. Hal ini, katanya, menjadi sinyal bahwa kepolisian perlu hadir di tengah masyarakat tanpa menimbulkan rasa takut.
“Saya juga heran, tapi itu yang terjadi. Jadi ada pergeseran juga di masyarakat, mungkin kalau memanggil Damkar berarti tidak ada rasa takut. Ini juga yang harus kita pikirkan, bagaimana polisi itu hadir, tapi tidak menimbulkan rasa takut,” ujarnya.
Ia menilai citra polisi sebagai pelindung, pengayom, serta penegak keadilan kini dirasakan kurang oleh masyarakat. Karena itu, perlu ada evaluasi agar kepercayaan publik kembali tumbuh.
“Harus kita pikirkan sekarang karena dalam hal pelindungan dan pengayoman itu terasa kurang, dan dalam law enforcement juga banyak kritik yang ditujukan kepada para penyidik kepolisian. Semua itu kita terima untuk kita perbaiki semoga di masa depan keadaan itu menjadi lebih baik,” tegasnya.
Untuk itu, Yusril menekankan pentingnya mengkaji ulang penggunaan senjata oleh aparat kepolisian. Hal itu karena benturan aparat dengan masyarakat, termasuk demonstran, berpotensi berbahaya apabila emosi memengaruhi petugas yang membawa senjata mematikan.
“Ini juga kadang-kadang jadi pikiran bagi kita karena lama-lama yang pegang senjata itu emosi juga, karena mungkin dilemparin batu, diledek-ledekin, dan sementara dia pegang senjata, senjatanya itu bisa mematikan,” paparnya.
Revisi UU Kepolisian
Ia juga menegaskan bahwa aparat seharusnya menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, yakni memberi perlindungan dan pengayoman, bukan semata fokus pada penegakan hukum.
“Yang kita inginkan sebetulnya kepolisian kita yang betul-betul dimaksud oleh pasal 33. Malah lebih banyak law enforcement-nya daripada perlindungan kepada masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan bahwa rumusan Pasal 30 UUD 1945 menegaskan perbedaan antara polisi dan TNI. Tugas kepolisian adalah memberikan pengayoman, perlindungan, menciptakan ketertiban dan keamanan, serta menegakkan hukum.
Ia menilai UU tersebut perlu dievaluasi kembali, termasuk terkait kepemilikan senjata oleh aparat. Meski begitu, ia memastikan pihaknya membuka ruang bagi masukan dari Komite Reformasi.
“Ini sebenarnya sudah tertuang di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002,” sebutnya.
“Tentu akan disampaikan kepada Bapak Presiden dan kalau Presiden memang juga sependapat mau tidak mau akan ada revisi atau amendemen terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ini, dengan tentu mempertimbangkan ketidakpuasan-ketidakpuasan masyarakat sendiri,” pungkasnya.









