29.4 C
Sukabumi
Senin, Mei 6, 2024

5 model rambut sebahu, pas buat Wanita Sukabumi rayakan Lebaran

sukabumiheadline.com - Tren dalam industri fesyen tak...

Suzuki SUI 125 Meluncur, Spesifikasi Vespa Banget Harga Terjangkau

sukabumiheadline.com l Skutik modern Suzuki Vespa SUI...

Guru Honorer di Pelosok Sukabumi, Pergi Mengajar Lewati Perkebunan, Bukit dan Jalan Rusak

SukabumiGuru Honorer di Pelosok Sukabumi, Pergi Mengajar Lewati Perkebunan, Bukit dan Jalan Rusak

SUKABUMIHEADLINES.com I WARUNGKIARA – Bagi mereka yang hidup di pelosok sekaligus wilayah perbatasan, menjadi tenaga didik butuh perjuangan dan tekad yang kuat untuk mendedikasikan diri demi kemajuan sektor pendidikan. Fasilitas serba minim dan jumlah guru terbatas, pun sebagian besar berstatus honorer.

Ada banyak kisah perjuangan guru-guru honorer berjuang di wilayah perbatasan. Edwar Gumilar salah satunya, seorang guru honorer di tempat terpencil yang diapit tiga kecamatan, yakni Warungkiara, Jampang Tengah, dan Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi.

“Saya mengajar di SDN Kutaluhur di Kampung  Cijangkar, Desa Bantarkalong, Kecamatan Warungkiara. Sebuah perkampungan terpencil di antara tiga kecamatan, Warungkiara, Jampang Tengah, dan Lengkong,” ungkap laki-laki 34 tahun itu kepada sukabuniheadlines.com, Senin (3/1/2022).

Kecintaan Edwar terhadap dunia pendidikan diajarkan ayahnya sejak kecil, membuatnya bertahan menjadi tenaga pendidik non pegawai negeri sipil (PNS) hingga saat ini.

“Saya menjadi guru honorer karena kecintaan terhadap dunia pendidikan yang diajarkan ayah sejak kecil,” ujar Gumilar.

Kini, 13 tahun sudah ia mengabdikan diri, dimulai sejak 2008 hingga sekarang, ia rela mendedikasikan diri untuk masa depan pendidikan generasi penerus bangsa di Sukabumi.

Edwar Gumilar bersama anak didik. l Istimewa

“Masa bakti saya menjadi guru dimulai semenjak 2008 sampai sekarang. Waktu pertama menjadi guru honorer saya masih menggunakan ijazah SMA karena masih kuliah. Saya mendapatkan ijazah S1 tahun 2010, jadi saya menjadi guru honorer dari semenjak kuliah,” kata lulusan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini.

Meskipun dengan gaji terbilang jauh dari mencukupi, ayah satu anak ini tetap ikhlas dan bertahan karena menurutnya, pendidikan bukan hanya hak warga perkotaan.

“Gaji saya sekarang di SDN Kutaluhur Rp800 ribu. Dibilang jauh dari kata cukup, tapi saya jalani semuanya karena hati. Saya bertahan menjadi guru honorer karena kekurangan guru di sini. Pendidikan tidak hanya untuk anak-anak di perkotaan saja. Di SDN Kutaluhur Guru PNS cuma satu orang, itupun asli orang setempat. Guru berstatus PNS jarang yang mau mengajar di tempat terpencil,” terangnya.

Untuk menutupi kekurangan penghasilan dari seorang guru honorer, Edwar bekerja serabutan. “Ya mungkin ini cerita hidup saya, harus berjuang terlebih dahulu. Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus bekerja di luar profesi saya sebagai pengajar dengan menjadi pekerja serabutan,” terang Edwar.

Kesedihan lainnya yang ia rasakan adalah, jarak yang harus ditempuh untuk sampai sekolah tempatnya mengajar, harus melewati perkebunan dan perbukitan. Tak hanya itu, kondisi jalan masih bebatuan bercampur tanah.

“Inilah jarak yang saya tempuh menuju SDN Kutaluhur dari tempat tinggal saya memakan waktu 2,5 jam untuk sampai ke sekolah, perjalanannya melewati  dua kecamatan yaitu Kecamatan Cikembar dan Jampang Tengah. Dari Desa Bojongjengkol, Jampang Tengah, masuk ke area perkebunan Citalahab dengan kondisi jalan berbatu dan tanah. Melewati bukit-bukit yang disuguhi pemandangan indah, tapi kalau musim penghujan kondisi jalanan menjadi lumayan menantang karena masih tanah. Harus sabar,” paparnya.

Namun, meskipun lebih banyak dukanya, ada satu hal yang membuatnya tetap bersemangat mengabdikan diri.

“Sukanya adalah saat melihat senyum bahagia dan keceriaan anak-anak di pelosok terpencil bisa  mengenyam pendidikan. Dari yang tadinya tidak bersekolah menjadi bisa sekolah. Kalau dukanya, itu tadi, jarak tempuh sangat jauh dengan kondisi jalan terjal dan tanah. Kdang itu membuat putus asa, lelah, capek, rindu kepada keluarga karena saya pulang ke rumah seminggu sekali. Tidak cukup biaya untuk pulang pergi dengan honor terbatas. Namun, semua saya jalani dengan ikhlas dan ridha,” ungkapnya.

Edwar Gumilar. l Dok. Pribadi

Harapan Gumilar tidak besar, ia hanya ingin diperhatikan oleh pemerintah dari segi pendapatan. Sebuah harapan yang entah kapan akan terwujud.

“Harapan saya tidak besar, tidak apa saya tidak diangkat menjadi PNS, tapi tolong perhatikan kesejahteraan kami. Minimal kami guru honorer mendapatkan setara UMK (upah minimum kabupaten/kota-re),” tuturnya.

Edwar Gumilar juga mengungkapan permintaannya terhadap pemerintah untuk segera mengembalikan metode pebelajaran daring ke metode semula, tatap muka, karena pembelajaran dengan metode daring tidak akan efektif, terlebih di daerah terpencil seperti tempatnya mengajar

“Tolong pemerintah untuk segera mengubah kembali metode pembelajaran seperti semula karena pembelajaran dengan mode daring tidak akan efektif. Sebabnya apa, di daerah terpencil, kami banyak dihadapkan pada faktor fasilitas yang serba tidak mendukung, dari mulai kesulitan mendapatkan signal hingga banyak warga yang tidak memiliki smartphone,” pungkasnya.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer