sukabumiheadline.com – Dua gadis di bawah umur asal Sukabumi, Jawa Barat, mengaku dibohongi pemilik rumah makan (RM) sup kaki kambing, DWC. Kedua gadis berinisial JS dan R mengaku pada awalnya mendapatkan informasi pekerjaan dari media sosial (medsos). Baca selengkapnya: Bahaya medsos! 4 remaja Sukabumi dipaksa lakukan prostitusi anak
Selanjutnya, komunikasi dilakukan melalui WhatsApp. Dalam percakapan dengan K, mengaku sebagai pegawai RM milik DWC, awalnya JS dan R ditawari bekerja di RM milik DWC yang disebut memiliki dua cabang, di Boyolali dan Solo.
Dalam pengakuannya kepada polisi, JS serta R yang baru berusia 15 tahun, itu mengaku ditawar pekerjaan dengan iming-iming bekerja di tempat karaoke di daerah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada JS dan R, K menjanjikan pekerjaan sebagai Lady Companion (LC) atau penyanyi karaoke dengan janji diberi fasilitas tempat tinggal, pakaian, skincare, dan perawatan tubuh gratis. Namun, mereka tidak diberi tahu bahwa pekerjaan itu terkait prostitusi.
Buka “praktik” di kamar kos

Setelah sampai di Boyolali dari Sukabumi, JS dan R malah dipaksa jadi pekerja seks komersial (PSK) melayani lelaki hidung belang. Alhasil, keduanya akhirnya terlibat prostitusi anak secara online melalui aplikasi MiChat.
Diketahui, admin prostitusi anak tersebut juga berasal dari Sukabumi. Admin bertugas menjajakan JS dan R dengan tarif berkisar Rp250.000-Rp500.000 per sekali kencan. Selain itu, admin juga bertugas menyiapkan alat kontrasepsi.
Diketahui, JS dan R bekerja sebagai pekerja seks komersial anak sejak 23 September 2025. Keduanya menerima gaji Rp5 juta per bulan. Namun demikian, tidak dijelaskan kenapa keduanya tidak kembali ke Sukabumi setelah menerima gaji sebesar itu.
DWC, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka, merupakan otak eksploitasi seksual anak. Tempat tinggal yang awalnya dijanjikan ternyata sekaligus menjadi lokasi transaksi. Sementara itu, pembayaran transaksi prostitusi dicatat dan dikelola oleh K sebagai koordinator admin.
Dalam pengakuan kepada polisi, JS dan R dalam sehari melayani sedikitnya dua kali transaksi dengan tarif Rp500.000. Namun, tarif tersebut bisa ditawar hingga Rp250.000 per sekali kencan.
Dari pekerjaannya sebagai admin, K mendapatkan upah Rp3 juta per bulan, atau Rp400.000–Rp500.000 per pekan. Sedangkan, DWC mendapatkan keuntungan yang disetor oleh K sebesar kurang lebih Rp4 juta bulan.
Berita Terkait: Kronologis dua gadis di bawah umur asal Sukabumi dipaksa jadi PSK
Dibongkar polisi
Kasus ini terungkap bermula dari kecurigaan warga terhadap aktivitas dugaan prostitusi atau open BO melalui aplikasi MiChat di sebuah indekos. Pada Sabtu (29/11/2025) sekira pukul 23.30 WIB.
Selanjutnya, warga bersama Polsek Banyudono memeriksa indekos tersebut dan menemukan aktivitas prostitusi. Warga kemudian melaporkan kejadian itu dan membawa JS serta R ke Polsek Banyudono. Beberapa orang lain yang berada di indekos juga diamankan sebelum diserahkan ke Polres Boyolali.
Kasat Reskrim Polres Boyolali, AKP Indrawan Wira Saputra, menjelaskan bahwa perekrutan korban dilakukan melalui jaringan LC yang dimiliki DWC. Proses rekrut dilakukan via WhatsApp dengan iming-iming pekerjaan.
“Jadi DWC menyediakan tempat dan diawasi oleh saudara K untuk prostitusi online. DWC ini selaku bos, lalu K selaku koordinator dan menyiapkan peralatan, salah satu contohnya alat kontrasepsi,” kata dia.
Kegiatan prostitusi anak tersebut telah beroperasi sekitar enam bulan. Modus DWC adalah berpindah-pindah lokasi setiap dua pekan hingga satu bulan.
“Jadi DWC menyediakan tempat dan diawasi oleh saudara K untuk prostitusi online. DWC ini selaku bos, lalu K selaku koordinator dan menyiapkan peralatan, salah satu contohnya alat kontrasepsi,” kata dia.
“Yang paling mengagetkan dalam perkara ini adalah saudara DWC juga menggunakan anak-anak sebagai admin. Ada empat orang anak yang digunakan sebagai admin, rata-rata usianya 17 tahun. Inisialnya MU, R, K, dan LP,” kata dia.
Saat ini baik korban atau saksi anak, dititipkan ke Dinas Sosial Boyolali yang rencananya nanti akan dipanggil orang tuanya untuk bisa membawa pulang anak.
Hingga kini, kata Kapolres Boyolali, ada beberapa anak yang kesulitan menghubungi keluarganya. Indrawan berharap Dinsos Boyolali dapat bekerja sama dengan Dinsos Sukabumi untuk menemukan keluarga korban.
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci terkait asal daerah korban (kota atau kabupaten).









