sukabumiheadline.com – Sosok Saryono tiba-tiba viral di berbagai platform media sosial (medsos). Bukan karena bermasalah secara pribadi, namun karena pria berusia 55 tahun ini dinilai inspiratif, sehingga menuai pujian dari banyak kalangan.
Bagaimana tidak, di usianya yang tak lagi muda, Saryono masih berstatus sebagai guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Tegalpanjang, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pria asal Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap ini, menempuh perjalanan sekira tujuh kilometer dengan sepeda motor tuanya. Setiap hari ia melewati jalanan rusak dan berlumpur demi mengajar anak-anak di wilayah terpencil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kini, Saryono genap sudah 33 tahun mendedikasikan diri untuk dunia pendidikan di wilayah yang jauh dari hiruk pikuk modernisasi. Diketahui, ia mengajar sejak 1992 silam di madrasah swasta di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi.
Meski statusnya masih guru honorer, ia tetap mengajar dengan penuh tanggung jawab. Padahal, saat awal mengajar ia mendapatkan honor hanya Rp10 ribu.
“Dulu digaji dari SPP, iuran masyarakat sebulan cuma Rp10 ribu. Sekolah juga masih bangunan seadanya, belum ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah – red),” ujarnya dikutip sukabumiheadline.com dari akun Instagram @sapanesiid, Sabtu (12/7/2025).
“Sekarang juga saya masih pakai motor tua, lewat jalan rusak. Kalau musim hujan, becek, licin, sangat memprihatinkan pokoknya, tapi demi anak anak belajar saya harus tetap semangat,” lanjut Saryono.
Kini, honor yang diterima pun bertambah besar, meskipun jauh dari kata cukup. Dalam satu triwulan, Saryono hanya menerima Rp350 ribu, itu pun diterima ketika ada pencairan dana BOS.
Untuk menyambung hidup, ia bertani palawija, sementara sang istri berdagang kecil-kecilan di rumah. Saryono juga menanggung beban ekonomi untuk anak, istri, dan dua kakak iparnya yang sudah tidak bekerja.
Berbagai upaya telah dilakukan Saryono agar diangkat menjadi ASN, mulai dari mengajukan sebagai Guru Bantu Sekolah (GBS) pada 2003, hingga mengikuti tes sertifikasi dan seleksi PPPK. Namun hingga kini, harapan itu belum juga terwujud.
“Usia saya sudah 55 tahun, pengabdian sudah 33 tahun. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Saya mohon kepada pemerintah untuk mengangkat saya, baik melalui PPPK maupun PNS,” harapnya lirih.
Sementara itu, Kepala MIS Tegalpanjang, Ade Sohari, memuji dedikasi dan disiplin Saryono. Meski sekolah berada di daerah terisolir dan sulit dijangkau, termasuk minim sinyal internet, Saryono tak pernah mengeluh.
“Pak Saryono sosok teladan, selalu datang pagi, walaupun rumahnya berjarak tujuh kilometer. Tidak pernah bolos, selalu mengajar dengan semangat,” ungkap Ade.
Untuk informasi, MIS Tegalpanjang saat ini masih kekurangan ruang kelas. Dari total 93 siswa, ruang belajar yang tersedia harus digunakan secara bergantian pagi dan siang hari.