30.1 C
Sukabumi
Sabtu, Juli 27, 2024

Yamaha Zuma 125 meluncur, intip harga dan penampakan detail motor matic trail

sukabumiheadline.com - Yamaha resmi memperkenalkan Zuma 125...

Yakin Wanita Sukabumi Tak Minat Beli Yamaha QBIX 125? Intip Spesifikasi dan Harganya

sukabumiheadline.com l Yamaha QBIX 125 telah mengaspal...

Desain Ala Skuter Retro, Intip Spesifikasi dan Harga Suzuki Saluto 125

sukabumiheadline.com l Di belahan dunia lain, Suzuki...

Membedakan Punk dengan Gembel di Kota Sukabumi

LIPSUSMembedakan Punk dengan Gembel di Kota Sukabumi

sukabumiheadline.com I CIKOLE – Kelahiran Punk diinisiasi anak-anak kelas pekerja London, dan dengan mudah merambah AS yang saat itu tengah mengalami krisis ekonomi dan keuangan akibat kemerosotan moral para elite politik sehingga memicu pengangguran dan kriminalitas.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan keyakinan we can do it ourselves. Cara pandang Punk terhadap kondisi tertentu dapat dilihat melalui lirik-lirik lagu yang bercerita tentang politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial, hingga masalah agama.

Banyak yang menyalahartikan Punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra Punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal, tetapi itu hanyalah bersifat kasuitis.

Lazimnya, masyarakat mengenali Punk dari fashion atau potongan rambut Mohawk (simbol perlawanan terhadap penindasan) mirip suku Indian di AS, atau dipotong ala feathercut dan diberi warna-warna terang. Mereka juga melengkapi diri dengan sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh.

Pada saat terjadi krisis ekonomi di Inggris dan AS, banyak politisi dan pejabat tampil perlente dengan uang hasil korupsi. Nah, Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui penampilan dengan busana belel (tetapi hasil kerja keras sendiri), melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.

Soal musik, Punk relatif tidak terlalu memperhatikan harmoni, mereka lebih mengedepankan lirik-lirik yang bernada protes terhadap ketimpangan dan penindasan.

Punk di Kota Sukabumi

Di Kota Sukabumi, cukup banyak yang berdandan ala Punk, meskipun belum tentu seorang Punk. Ilham Maulana (18) dan Dede Rizal (20), mereka adalah dua dari banyak anak muda yang mengeklaim sebagai punk di Kota Sukabumi.

Ilham dan Dede sering beraktivitas di Jl A. Yani, Kelurahan Kebonjati, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.

Rasa malu mereka kesampingkan demi menutupi kebutuhannya sehari-hari. Setiap dari jam 07.00 WIB sampai dengan kurang lebih jam 10.00 WIB mereka mecari rezeki dengan cara mengamen dari angkot ke angkot, atau ruko ke ruko.

“Iya jadi setiap hari kami selalu ngamen, tapi anak punk itu ngamen gak dijadiin kerjaan, cuma untuk nyambung hidup aja,” ujar Ilham atau biasa dipanggil Acil kepada sukabumiheadline.com, Ahad (24/10/2021).

Remaja yang mengaku berasal dari Indramayu, Jawa Barat, ini sempat mengenyam bangku pendidikan sampai kelas 2 SMP.

“Pernah sekolah sampai kelas dua SMP, cuma karena ada tekanan dari keluarga, saya memilih keluar dari sekolah. Dan memang saya senang menjadi anak Punk,” tambahnya.

Sedangkan Dede, remaja asli Sukabumi. Ia memilih menjadi anak Punk karena diajak temannya menjadi pengamen jalanan.

“Dulu saya sekolah di-drop out (DO) pas kelas 2 SMP terus memilih mengamen karena biar gak jadi beban orang tua. Karena ngamen bareng anak Punk, akhirnya saya ikutan komunitas mereka,” ungkapnya.

Penghasilan mereka dari hasil setiap mengamen tidak tentu, kadang Rp15rb-Rp 30rb per hari. Penghasilan sebesar itu mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhanya seperti membeli rokok, makan hingga ditabung untuk event-event komunitas.

Membedakan Punk dengan Gembel

Karena Punk dari sisi penampilan tidak lazim dan cenderung berantakan, tidak heran jika banyak masyarakat tidak bisa membedakan antara Punk dengan gembel.

Karenanya, tidak selalu yang berdandan ala Punk, adalah Punk. Cara paling mudah membedakannya, adalah Punk itu mandiri secara ekonomi. Mereka memenuhi kebutuhannya sendiri dengan cara mengeksplorasi semua peluang dan potensi di sekitar komunitas mereka.

Punk juga tidak suka melakukan aksi kriminal untuk sekadar bertahan hidup. Meskipun, dalam beberapa kasus, ada unsur kekerasan ketika mereka menyuarakan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi, hukum dan politik.

Psikolog asal Rusia, Pavel Semenov, mengatakan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).

Maka Punk mulai mengembangkan proyek “jor-joran” yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan mereka. Dengan kata lain Punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga terjangkau.

Sehingga di dalam kerangka filosofi Punk, distro bisa dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan brand-brand luar negeri.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer