sukabumiheadline.com – Banyak penjual barang atau seller dikabarkan pindah dari beberapa marketplace terbesar di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Para penyedia barang, termasuk dari kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kini berbondong-bondong masuk ke toco.id, e-commerce yang baru dirilis pada Agustus 2024 lalu.
Karenanya, tidak ada salahnya jika para pegiat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau seller di Sukabumi, Jawa Barat, untuk mencoba memasarkan produknya melalui Toco.
Pendiri sekaligus Chief Executive Officer toco.id Arnold Sebastian Egg mengaku tak menyangka bahwa jumlah pengguna layanan jual beli online perusahaan melonjak sangat cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semuanya terjadi secara organik,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Hanya dalam tiga pekan sejak awal Juni 2025, jumlah penjual di Toco melonjak dari ratusan menjadi 45 ribu. Hingga akhir bulan lalu, jumlah itu meningkat tajam lagi menjadi lebih dari 150 ribu seller aktif. Total produk dalam etalase platform tersebut melampaui satu juta item dari berbagai kategori.
Arnold menegaskan bahwa kebijakan bebas biaya admin seumur hidup adalah bentuk komitmen pribadinya kepada para pelaku usaha. Sebagai gantinya, Toco hanya menerapkan biaya parkir flat sebesar Rp2.000 per transaksi.
“Ini seperti konsumen datang ke mal, mereka bayar parkir. Tapi di Toco, promo berasal dari seller, bukan dari e-commerce,” kata Arnold.
Selain membebaskan potongan komisi, Toco juga menawarkan dukungan customer service yang responsif dan berbasis manusia, bukan bot. Layanan anyar ini juga berbasis komunitas, mendorong interaksi langsung antar penjual dan pembeli, serta memungkinkan siapa pun—dari pemilik bisnis kecil, mahasiswa, ibu rumah tangga, hingga pekerja lepas—membuka usaha tanpa batasan biaya admin.
Andri Wibowo, pemilik Office One Stationery asal Jakarta, termasuk pelaku usaha yang pindah ke Toco karena bebas biaya admin. Dia mengenal Toco dari komunitas Facebook.
“Sekarang (di platform lain) biaya admin bisa sampai 14 persen, ditambah ongkir yang makin mahal karena sistem volumetrik. Ini jelas memberatkan kami,” ujarnya.
Senada, Henry, pemilik toko mainan Toyybokki asal Malang, menyebut sistem retur—prosedur pengembalian barang—serta bayar di tempat (COD) di lokapasar besar sering merugikan seller kecil.
“Sekarang marketplace sudah tidak memperhatikan kualitas ekosistem,” kata dia. “Seller hanya dijadikan objek, bukan partner.”