22 C
Sukabumi
Jumat, April 26, 2024

Lakalantas di Parungkuda Sukabumi, Avanza tabrak pagar lalu terguling

sukabumiheadline.com - Insiden kecelakaan lalu lintas (lakalantas)...

Romantisme dalam Kemiskinan Keluarga di Bantaran Sungai Cibadak Sukabumi

LIPSUSRomantisme dalam Kemiskinan Keluarga di Bantaran Sungai Cibadak Sukabumi

SUKABUMIHEADLINE.com l CIBADAK – Maman (50) dan istrinya, Juju (45), sudah 20 tahun lebih tinggal di gubuk reyot di bantaran anak Sungai Cicatih. Suami istri itu tinggal berempat bersama kedua anaknya, Ruslan (18) dan Liya (16).

Rabu (3/11/2021), sukabumiheadline.com mengunjungi gubuk reyot mereka di Kampung Panagan RT 03/02, Desa Pamuruyan, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.

Mengunjungi keluarga dengan empat jiwa itu memang sedikit menyulitkan karena harus menuruni tiga tingkat tangga (taraje-Sunda). Saat kaki menginjak setiap anak tangga juga perlu ekstra hati-hati karena tidak dilengkapi pegangan untuk menjaga keseimbangan tubuh.

Enggak menyesal, disyukuri aja,“ jawab Juju ketika ditanya apakah ia menyesal menikah dengan Maman.

Maman tampak bangga dengan jawaban istrinya itu, meskipun berusaha menyembunyikan di balik senyum tersipu malu.

Diceritakan Maman, ia menikah ketika menginjak usia 20 tahun. Kala itu, ia tengah berjualan cilok keliling kampung, kemudian dipertemukan dengan Juju di kampungnya, di Desa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak.

Bak peribahasa, dari mata turun ke hati, sebuah pertemuan yang kemudian membawa keduanya ke jenjang pernikahan. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga anak. Anak perempuan pertama mereka sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.

“Suaminya jualan kaki lima di area Rumah Sakit Sekarwangi. Ya kadang-kadang nengokin ke sini,“ jawab Maman.

Maman mengaku tidak terlalu berharap dibantu oleh anak pertamanya. Baginya, anaknya hidup bahagia bersama suaminya, sudah cukup. “Saya mah bersyukur aja walaupun begini,“ tambah dia.

Karenanya, tidak heran jika melihat mereka tetap kompak dan penuh canda menjalani hidup sehari-hari.

Diberitakan sebelumnya: Keluarga Ini 20 Tahun Huni Gubuk Reyot di Bantaran Sungai Cibadak Sukabumi

keluarga miskin sukabumi
Gubuk resot keluarga Maman dan Juju. l Fery Heryadi

Cara Maman dan Juju Bertahan Hidup

Maman menghuni gubuk reyotnya tersebut sudah lebih dari 20 tahun. Ia mengaku tidak ada masalah dengan warga setempat, bahkan Ketua RT dan RW setempat memintanya merawat gubuknya baik-baik.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat musim kemarau Maman biasa berjualan es cincau keliling kampung. “Kalau sekarang musim hujan, jadi sudah hampir sebulan tidak berjualan. Kalau musim gini, siapa yang mau belinya. Bukan gak percaya rezeki dari Allah, tapi berdasarkan pengalaman, jualan es di musim hujan selalu merugi,” keluh Maman.

Untuk membantu suaminya menyambung hidup, Juju memilih bekerja borongan membersihkan pakaian siap ekspor, atau lazim disebut buang benang. Dari pekerjaannya itu, Juju mengaku mendapat Rp125 ribu per pekan. Namun, pekerjaan borongan itupun diakuinya tidak selalu ada.

Sedangkan Maman, saat musim hujan seperti saat ini memilih menjadi tukang pijit panggilan. “Setiap malam keliling. Kalau ada yang nyuruh mijit ya alhamdulillah, bisa makan,” tambah Maman.

Kedua anak Maman, Ruslan dan Liya, tidak bekerja, anak lelakinya sulit mendapatkan pekerjaan, sedangkan anak gadisnya menderita atsma. Karenanya, kedua anaknya setiap hari memilih tinggal di rumah.

Di ujung perbincangan, Maman mengungkapkan keinginannya dibantu balok kayu untuk memperbaiki gubuknya yang lapuk dan rawan ambruk. “Pernah ada yang datang dan menjanjikan bantuan, tapi gak datang lagi,“ pungkas Maman.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer