22.2 C
Sukabumi
Jumat, Maret 29, 2024

Soal tangan buruh wanita asal Bojonggenteng Sukabumi putus, Latas: Disnaker harus proaktif

sukabumiheadline.com - Paskakecelakaan kerja yang terjadi di...

Sah, masa jabatan kades kini jadi 8 tahun per periode, Dana Desa ditambah

sukabumiheadline.com - DPR RI secara resmi telah...

IUCN sudah nyatakan punah, Harimau Jawa ramai disebut muncul lagi di Sukabumi

sukabumiheadline.com - Harimau Jawa atau yang biasa...

5 Catatan Kritis Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Sektor Ketenagakerjaan

Politik5 Catatan Kritis Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Sektor Ketenagakerjaan

SUKABUMIHEADLINES.com – Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Hera Iskandar memberi lima catatan kritis mengenai klaim capaian 100 hari kerja Bupati-Wakil Bupati Sukabumi, pasangan Marwan Hamami dan Iyos Somantri.

Hera menyebut, ada lima poin catatan Komisi IV DPRD untuk Pemkab Sukabumi di sektor ketenagakerjaan. Salah satunya adalah ketimpangan jumlah buruh laki-laki dan perempuan.

Menyoal Silent Center

Pertama, Hera mengomentari program Silent Center, yang merupakan akronim dari Sukabumi Integrated Labour and Employment Center (Pusat Pelayanan Ketenagakerjaan Sukabumi yang Terintegrasi). Menurutnya, pemilihan nama “Silent” seolah tidak mencerminkan keterbukaan informasi. Apalagi berkaitan langsung dengan program 100 hari Bupati-Wakil Bupati.

“Dari segi nama saja, sangat aneh bila di era keterbukaan informasi hari ini lebih memilih diksi Silent. Terdengar kurang cocok. Itu kan bahasa Inggris yang bila diartikan kurang lebih maknanya “diam” atau “sunyi”,” cetus Hera.

Masih kata Hera, Silent Center beberapa waktu lalu diresmikan Wakil Bupati Sukabumi Iyos Somantri disebut sebagai respon pemerintah terhadap Revolusi Industri 4.0 di bidang pelayanan publik.

“Pemerintah menyebut bahwa Silent Center akan menjadi pusat pelayanan ketenagakerjaan lewat satu portal atau website Disnakertrans Kabupaten Sukabumi. Pada prinsipnya saya mendukung penuh setiap program maupun inovasi, tapi jika itu bermanfaat untuk masyarakat. Sekarang bisa dicek di website tersebut banyak yang tidak beres,” tegasnya.

Ia juga seringkali memantau akun resmi media sosial Facebook Disnakertrans Kabupaten Sukabumi yang kurang interaktif. “Lihat saja, banyak netizen yang nanya lowongan pekerjaan, atau informasi-informasi lainnya seputar pekerjaan, tapi jarang direspon. Kurang interaktif. Facebook yang gratis saja tidak bisa dimanfaatkan secara optimal,” katanya lagi.

Pungli Masih Merajalela

Kedua, Hera menilai keberadaan Disnakertrans Kabupaten Sukabumi juga tak begitu berpengaruh dalam memberantas pungli terhadap para pencari kerja (Pencaker).

“Sudah sering kita mendengar keluhan masyarakat tentang pungli ketenagakerjaan. Lagi-lagi di akun Facebook resmi Disnakertrans Kabupaten Sukabumi juga sering ada warga yang mengeluhkan hal itu tapi tidak direspon. Apalagi kalau ada masyarakat yang mengadu,” sambung Hera.

Hera Iskandar (kedua dari kanan) saat studi banding ke Karawang. | Foto: Istimewa

Kepala Dinas Kurang Berwibawa

Ketiga, sosok Kepala Disnakertrans yang dianggap kurang tegas sehingga kehilangan wibawa di hadapan pemilik perusahaan yang ada di Sukabumi.

“Saya pernah melakukan studi banding ke Karawang, di sana sosok kepala dinas tenaga kerjanya disegani. Dia berani menegur perusahaan yang tidak taat aturan. Bahkan kalau tidak menyerap tenaga kerja lokal, perusahaannya tak segan rekomendasi izinnya digantung,” kata Hera.

“Kalau di Sukabumi, saya lihat kurang disegani dan kurang berwibawa. Padahal saat studi banding itu Kadisnaker juga ikut ke Karawang. Lihat saja ketika pemerintah memanggil owner perusahaan yang datang itu orang suruhannya level HRD, yang tak bisa mengambil keputusan,” sindir Hera.

“Salah satu persoalan klasik sektor ketenagakerjaan di Kabupaten Sukabumi, seperti disparitas jumlah buruh laki-laki dan perempuan tidak akan pernah selesai,” imbuhnya.

Penanganan Covid-19 di Pabrik, Disnakertrans Kemana?

Keempat, baik Pemkab Sukabumi secara langsung maupun Disnakertrans Kabupaten Sukabumi di masa pandemi Covid-19 terkesan acuh tak acuh dengan kesehatan para buruh. Di sisi lain mulai bermunculan buruh di Sukabumi yang terkonfirmasi positif Covid-19.

“Pabrik adalah salah satu komunitas terkonsentrasi yang sangat berpotensi penyebaran Covid-19 yang diberikan pengecualian karena alasan ekonomi untuk membolehkan berkumpul, sementata hajatan yang hanya sepersekian terkumpulnya tak boleh, tetapi luput dari perhatian Satgas. Lihat juga sarana yang ada di perusahaan seperti tempat cuci tangan, pengaturan jarak, media sosialisasi dan info, rencana vaksin serta APD. Sejauh mana itu pelaksanaannya? Selama masa pandemi, Disnaker bagaimana juga peran aktifnya dalam menyikapi kasus-kasus buruh yang positif Covid-19 di pabrik-pabrik?,” ujarnya.

Buruh Perempuan Tetap Dominan

Kelima, Hera menyebut pemerintah sampai saat ini tak memiliki formulasi dalam mengatasi disparitas jumlah buruh perempuan yang terlalu banyak ketimbang laki-laki.

“Klaim pemilik perusahaan bahwa buruh perempuan itu lebih teliti dalam bekerja. Maka dari itu di pabrik-pabrik atau sektor formal lainnya banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Padahal, sampai saat ini tidak ada satupun survei ilmiah yang menyatakan kalau perempuan itu lebih teliti dalam bekerja dibanding laki-laki. Kalau lebih mudah dieksploitasi oleh perusahaan, iya,” pungkas Hera.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer