Home / Dia

Ketika Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi memilih hijrah ke Berlin

- Redaksi

Minggu, 6 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi - Daniel Parasaudi

Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi - Daniel Parasaudi

sukabumiheadline.com – Daniel Parasaudi atau yang lebih dikenal dengan Emeteur adalah seorang penulis grafiti dan seniman mural kelahiran Kota Sukabumi, Jawa Barat, dan kini bermukim di Berlin.

Mengutip dari laman resmi Berlin Asia Arts Club, perjalanan Daniel dalam seni grafiti berawal dari dasar yang kuat dalam seni jalanan dan budaya grafiti, Emeteur telah mengembangkan bahasa visual unik yang memadukan pola-pola berani, realisme lembut, dan elemen kartun yang ceria.

“Karyanya sering kali menjembatani abstrak dan figuratif, menciptakan komposisi yang terasa hidup dan bergerak,” tulis Berlin Asia Arts Club, dikutip sukabumiheadline.com, Ahad (6/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Emeteur dikenal dengan palet warna khasnya—merah tua, kuning cerah, krem ​​lembut, dan hijau lumut—yang ia gunakan untuk membangun kontras dan harmoni dalam karya-karyanya yang berskala besar.

Dengan fokus pada bayangan halus dan aliran organik, gayanya condong ke neo-futurisme, yang mencerminkan struktur dan spontanitas.

“Ia sering kali mengurangi garis untuk memberi lebih banyak ruang bagi tekstur dan kedalaman, terutama saat bekerja dengan cat semprot pada permukaan yang luas,” lanjut laman tersebut.

Kini setelah ia tinggal di Berlin, pria yang akrab disapa Emet itu terus mengeksplorasi persimpangan antara seni publik, identitas, dan eksperimen visual. Mural-muralnya sering kali menjadi selingan visual dalam lanskap perkotaan—mengundang orang untuk berhenti sejenak, merenung, dan terlibat dengan ruang di sekitar mereka.

“Melalui pameran dan kolaborasi, ia bertujuan untuk memperluas keberadaan seni jalanan dalam konteks kontemporer sambil tetap setia pada akar kreatifnya,” pungkas Berlin Asia Arts Club.

Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi
Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi – Daniel Parasaudi

Jatuh-bangun berkarya di Berlin, membuat Emet tidak berhenti berkarya. Selanjutnya seniman multitalenta itu bersiap ‘unjuk gigi’ pada pameran berikutnya.

“27 Juni nanti saya bakal pameran di Malchow, ini pertama kalinya sebagai seorang Muslim saya berkesempatan pameran di Gereja, temanya tentang Spielplatz (tempat bermain) ” jelasnya.

Pamerannya akan digelar di Stadtkirche Malchow hingga 14 September 2025.

Berlin dan seni grafiti

Meski identik dengan vandalisme, grafiti sejak lama menjadi karya seni yang dihargai di Berlin, kota dengan sejarah panjang seni jalanan. Kini, dua tahun sudah Daniel Parasaudi tinggal di bekas Ibu Kota Jerman Timur (kini Jerman Timur dan Barat bergabung jadi Republik Federal Jerman).

Sebelumnya, Daniel lama bermukim di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hampir dua dekade ia menekuni dunia grafiti.

Baca Juga :  Profil dan pemikiran Luki Abdullah, profesor Fapet IPB University asal Sukabumi

“Sebenarnya suka banget grafiti karena rebel gitu ya. Masa itu di tahun 2005 lagi hits-hits-nya kan,” jelas Daniel yang lebih dikenal sebagai Emet ini dilansir DW.

Di dinding rumahnya beberapa karya diabadikan dalam medium kanvas. Pada salah satu kanvas tersirat gambar restoran cepat saji asal AS, beserta kaleng soda dipadu dengan gambar Rumah Gadang dan warna merah-kuning-krem yang mencolok.

“Oh itu, saya pengen kritik aja kenapa anak muda di Indonesia bangga banget makan di restoran cepat saji,” jelasnya.

Karenanya, tidak mengherankan jika rendang menginspirasi Emet dalam berkarya.

“Saya sempat ke Padang demi belajar bikin rendang langsung dari uni disana, meski saya coba masak lagi di Berlin, waduh beda, kelapanya sih. Rasa-rasanya rendang ada di sudut memori saya saat kecil, dibawa Bapak ke restoran padang, hanya boleh pilih satu lauk – saya gak pernah berubah pasti pilihnya rendang. Patokannya kalau rendangnya enak, ya enak semua makanan di restoran itu,” ungkap Emet.

Baginya, rendang bukan sekedar daging nikmat khas Indonesia. “Rendang itu dari merendang – proses memasak, santan (yang penuh di kuali) dimasak sampai berkurang hingga sat. Ada prosesnya untuk jadi sat dari gule – kalio – jadilah rendang yang hitam,” jelas pria yang juga gemar memasak ini.

“Perpaduan warna rendang inilah yang saya bawa ke karya-karya saya.” Itulah mengapa karyanya kerap diwarnai warna-warna rendang, yakni merah marun dari cabai, kuning dari kunyit, hijau dari sereh, dan krem dari santan.

Tentu tidak mudah bermigrasi ke kota yang punya sejarah panjang grafiti. Saat Berlin terbagi menjadi Berlin barat dan timur di tahun 1961- kedua wilayah dipisahkan oleh tembok Berlin.

Tembok Berlin menjadi kanvas masyarakat Berlin barat untuk berekspresi dan melayangkan kritik politik lewat grafiti. Perkembangan seni di kota itu kian meroket bahkan setelah tembok berlin runtuh di tahun 1989.

Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi
Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi – Daniel Parasaudi

Kini hampir di setiap sudutnya pengunjungnya dapat melihat grafiti baik model blockbuster, simple tags, bubble letter, wildstyle, hingga character graffity. Berlin diperkirakan memiliki sekitar 15.000 seniman Graffiti, menurut koran harian Berliner Zeitung.

Bagi Emet, bermigrasi ke kota yang dipenuhi seniman grafiti ini terasa seperti ikan kecil di lautan yang luas.

Baca Juga :  Surade juara, 10 kecamatan di Sukabumi punya masjid terbanyak dan sedikit

“Tapi saya gak fokus untuk bersaing sih, lebih ke membangun jaringan. Mungkin perbanyak pameran di luar Berlin, karena kota ini sudah punya banget seniman, kalau pameran keluar lebih besar peluangnya,” jelas dia.

Emet kerap ikut berdiskusi dengan komunitas di distriknya, Pankow. Lewat diskusi-diskusi ringan di taman-taman kota atau area publik lainnya, Emet menemukan ‘ruang baru’ berkarya. Ia pun bertemu dengan Katja Hellköter dan Jan Siefke pendiri komunitas kreatif “C-Space” di Pankow/Weisensee.

CSpace membuka ruang kolaborasi untuk para seniman di studio mereka. Meski tidak menonjolkan warna rendang seperti biasanya karena menyesuaikan warna bangunan C-Space, karya “Crema” Emet membuat Jan kagum. Menurut Jan, karya Emet punya karakter yang ceria.

Saat mural ‘legal’ susah dicari

Di tahun 2023, salah satu penyedia jasa transportasi publik di Berlin menghapus sekitar 150 ribu meter persegi grafiti di keretanya. Di tahun yang sama penyedia jasa transportasi publik Jerman, Deutsche Bahn, mengalami kerugian hingga sebesar 12 juta Euro (227 miliar Rupiah) akibat tindakan vandalisme ini.

“Yang lukis di kereta-kereta itu memang cepat, wah halau saya udah nggak cari adrenalin sih, saya paling lukis di tembok-tembok legal saja, kalau mau gambar izin dulu” jelas Emet.

Makin banyak seniman grafiti di Berlin ternyata membuat tembok legal tidak pernah sepi peminat. “Pernah ya ngantri di taman yang punya tombok legal untuk grafiti, kayak di Mauerpark. Eh baru selesai dibelakang udah ada yang siap nimpa (dengan gambar baru),” kisah Emet soal pengalamannya berkarya di Berlin yang susah-susah gampang. Ia pun memindahkan medium tembok legal ke kanvas lukisan “Jadi bisa lanjut berkarya usah ngantri.”

Beberapa karya Emet sudah meramaikan tembok-tembok cafe di Berlin, produsen mobil listrik di Brandenburg, bahkan merambah ke medium lukisan dan patung.

Buka “warung pop-up” untuk mengusir rindu

Sebagai kaum pendatang, banyak yang dirindukan dari tanah air. Untuk mengobati kerinduan itu, Emet dan teman-temannya di Berlin membuka warung Bhinnekayon tiap akhir pekan.

Tiap pekan, menu warung Bhinnekayon bisa beda-beda. “Ini sebenarnya inisiatif kawan-kawan seniman di Berlin. Jadi siapa mau masak ayo, nanti saya bikinin posternya sesuai karakter si tukang masak,” kata Emet.

Dari warung bubur kacang ijo, gule kambing, tongseng, selalu berhasil menarik perhatian orang-orang Indonesia di Berlin. Tidak hanya makanan, kadang warung ‘ajaib’ ini ikut menampilkan karya seniman Indonesia hingga konser musik.

“Lumayanlah menjawab rasa kangen kampung halaman,” kata Emet.

Berita Terkait

Kondisi terkini Jokowi saat ultah ke-64, warga doakan sembuh
Makin lengket bareng Wanita Sukabumi, Ruben Onsu: Assalamualaikum
Profil Kanaya Whu, vokalis MK9 dibentuk Dedi Mulyadi, cantik dengan 5 busana kasual
Profil dan agama Sherly Tjoanda Gubernur Maluku Utara dijodohkan dengan KDM
5 potret keseharian Fitria Widi Waluya, presenter televisi nasional asal Sukabumi
Intip kehidupan mewah artis Michelle Saram, menantu konglomerat asal Sukabumi
Kesan Wanita Sukabumi diskusi kebudayaan dengan istri Presiden Perancis, Brigitte Macron
Artis asal Sukabumi ini pamer foto bareng Angelina Jolie di Festival Film Cannes 2025

Berita Terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 00:50 WIB

Ketika Daniel Parasaudi, seniman grafiti Sukabumi memilih hijrah ke Berlin

Minggu, 22 Juni 2025 - 12:59 WIB

Kondisi terkini Jokowi saat ultah ke-64, warga doakan sembuh

Jumat, 20 Juni 2025 - 13:23 WIB

Makin lengket bareng Wanita Sukabumi, Ruben Onsu: Assalamualaikum

Kamis, 12 Juni 2025 - 16:01 WIB

Profil Kanaya Whu, vokalis MK9 dibentuk Dedi Mulyadi, cantik dengan 5 busana kasual

Selasa, 10 Juni 2025 - 01:33 WIB

Profil dan agama Sherly Tjoanda Gubernur Maluku Utara dijodohkan dengan KDM

Berita Terbaru