sukabumiheadline.com – Tahun Baru 2026 akan tiba tepat pada pukul 00.00 WIB dini hari nanti, menandai pergantian dari tahun 2025. Momen ini sering dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk melakukan beragam kegiatan, dari mulai kumpul keluarga atau teman, hingga menjalankan aktivitas lain, seperti menyalakan kembang api, hingga mabuk-mabukan.
Namun, umat Islam juga memiliki tradisi membaca doa akhir tahun dan awal tahun sebagai bagian dari refleksi dan harapan untuk tahun yang akan datang.
Doa akhir tahun terlebih dahulu dibaca dan kemudian disusul dengan doa awal tahun. Kedua doa tersebut dapat dibaca secara bersama-sama atau berjamaah, dan bisa dipula dibaca sendirian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Doa akhir tahun
Berikut ini doa akhir tahun seperti dikutip dari Maslakul Akhyar karya Habib Utsman bin Yahya, Mufti Jakarta abad ke-19-20 M.
اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ وَدَعَوْتَنِيْ إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِيْ عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِيْ وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ
“Allâhumma mâ ‘amiltu min ‘amalin fî hâdzihis sanati mâ nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fîhâ ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘alâ ‘uqûbatî, wa da‘autanî ilat taubati min ba‘di jarâ’atî ‘alâ ma‘shiyatik. Fa innî astaghfiruka, faghfirlî wa mâ ‘amiltu fîhâ mimmâ tardhâ, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawâba, fa’as’aluka an tataqabbala minnî wa lâ taqtha‘ rajâ’î minka yâ karîm.”
Artinya: “Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah kau membuatku putus asa. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Doa awal tahun
Sedangkan berikut ini adalah doa awal tahun yang dibaca dengan harapan Allah menganugerahkan rahmat, lindungan, kesehatan, keharmonisan, keselamatan, kelapangan rezeki, jodoh, karir, wafat husnul khatimah, dan berbagai kebaikan lainnya.
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِهِ، وَالعَوْنَ عَلَى هٰذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
“Allâhumma antal abadiyyul qadîmul awwal. Wa ‘alâ fadhlikal ‘azhîmi wa karîmi jûdikal mu‘awwal. Hâdzâ ‘âmun jadîdun qad aqbal. As’alukal ‘ishmata fîhi minas syaithâni wa auliyâ’ih, wal ‘auna ‘alâ hâdzihin nafsil ammârati bis sû’I, wal isytighâla bimâ yuqarribunî ilaika zulfâ, yâ dzal jalâli wal ikrâm.”
Artinya: “Tuhanku, Kau Yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”
Cara Membacanya Doa awal tahun ini dibaca sebanyak 3 kali dalam rangka menyambut tahun baru. Dengan doa ini, kita berharap anugerah dan kemurahan Allah untuk kita pada tahun baru ke depan.
Demikian juga hendaknya mengisi pergantian tahun dengan amalan terbaik. Dari mulai memperbanyak bacaan shalawat, istighfar, membaca AlQuran, sedekah dan ibadah lain.
Adapun membaca doa akhir dan awal tahun baru Hijriyah pada saat tahun baru Masehi hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarang. Hukum kebolehan tersebut asalkan tidak meyakini doa itu sebagai doa warid atau yang bersumber langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Hukum merayakan tahun baru Masehi menurut Islam
Dalam Islam, pandangan mengenai perayaan Tahun Baru Masehi terbagi ke dalam beberapa sudut pandang utama:
Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI secara umum tidak menemukan dalil khusus yang melarang perayaan tahun baru selama tidak mengandung unsur yang melanggar syariat. Namun, MUI memberikan arahan sebagai berikut:
- Hindari Hura-hura: Umat Islam diimbau untuk tidak merayakan tahun baru dengan kegiatan hura-hura, pesta berlebihan, atau kemaksiatan.
- Isi dengan Doa: Sangat dianjurkan untuk mengisi malam pergantian tahun dengan kegiatan positif seperti doa bersama, zikir, dan muhasabah (evaluasi diri).
- Sikap Terhadap Hari Biasa: Menyambut tahun baru masehi sebaiknya dilakukan seperti menyambut hari-hari biasa tanpa memberikan pengkhususan yang berlebihan pada norma keagamaan tertentu.
2. Pandangan yang melarang (Haram)
Sebagian ulama dan kelompok melarang keras perayaan ini berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
- Tasyabbuh (Menyerupai Kaum Lain): Merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka“. Karena tahun baru masehi dianggap memiliki akar tradisi non-Islam, maka merayakannya dianggap dilarang.
- Bukan Hari Raya Islam: Islam hanya mengakui dua hari raya utama, yaitu Idulfitri dan Iduladha.
- Larangan Memberi Ucapan: Beberapa pandangan juga mengharamkan pemberian ucapan “Selamat Tahun Baru” karena dianggap mendukung syiar atau tradisi yang tidak memiliki dasar dalam Islam.
3. Makna bagi ummat Islam
Secara praktis, umat Islam dianjurkan untuk lebih fokus pada Tahun Baru Hijriah yang menandai sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW. Pergantian tahun masehi di tahun 2025 ini sebaiknya dijadikan momentum untuk tetap istikamah dalam kebaikan dan merenungi hakikat umur.
Menurut Islam, perayaan Tahun Baru Masehi memiliki beragam pandangan, namun mayoritas ulama menyarankan menjadikannya momentum muhasabah (introspeksi diri, zikir, doa, bersyukur) dan menghindari ritualasi yang menyerupai syiar non-Muslim, karena tidak ada dalil spesifik yang menyuruh merayakannya.
Sementara ulama lain melarang keras karena dianggap tasyabbuh (menyerupai) kaum kafir atau bid’ah, merujuk pada hadis penggantian hari raya (Idulfitri & Iduladha) serta prinsip tidak meniru syiar agama lain.
Pendapat yang membolehkan
Tasyabbuh bukan syiar: Diperbolehkan jika hanya sebatas tradisi budaya, bukan ritual agama, dan tidak ada unsur maksiat seperti pesta pora, miras, atau kembang api yang berlebihan.
Amalan positif: Dijadikan waktu introspeksi, zikir, doa, dan bersyukur, sesuai firman Allah tentang pergantian malam dan siang sebagai pelajaran (Al-Furqan: 62).
وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَ شُكُوْرًا ٦٢
“Wa huwalladzî ja‘alal-laila wan-nahâra khilfatal liman arâda ay yadzdzakkara au arâda syukûrâ.”
Artinya: “Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau ingin bersyukur.”
Dalil: Mengutip ulama Al-Azhar dan ahli hadis, mengucapkan selamat tahun baru tidak haram jika tidak diyakini sebagai bagian ritual keagamaan.
Pendapat yang melarang
Tasyabbuh Kaum Kafir: Merayakan tahun baru Masehi sama dengan ikut merayakan hari raya orang kafir, yang hukumnya terlarang karena tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad SAW.
Bid’ah: Dianggap sebagai mengada-adakan hal baru dalam agama tanpa dasar syar’i.
Hadits Nabi: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah.menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu hari Adha dan Fitri.” (HR. Anas).
Larangan Tasyabbuh: Mengutip Ibnu Taimiyah, haram meniru syiar hari raya non-Muslim seperti perayaan, pakaian khusus, dll.
Tidak ada dalil: Tidak ada perintah atau contoh dari Nabi untuk merayakan tahun baru Masehi.
Amalan dianjurkan ketika malam pergantian tahun
Fokus pada Muhasabah: Jadikan momen pergantian tahun sebagai waktu untuk evaluasi diri, memperbaiki niat, dan memperkuat ibadah (zikir, doa, sedekah).
Hindari Kemaksiatan: Jauhi bentuk perayaan yang bertentangan dengan syariat Islam (hura-hura, miras, maksiat).
Bedakan dengan Tahun Baru Islam (Hijriah): Islam memiliki hari raya sendiri (Idulfitri, Iduladha) dan menjadikan kalender Hijriah sebagai patokan ibadah.
Wallahu alam bis shawab.









