sukabumiheadline.com – Wakil Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Brigadir Jenderal Mohammad-Reza Naghdi, mengeklaim Republik Islam Iran baru mengerahkan kurang dari lima persen kekuatan pertahanannya dalam perang 12 hari melawan Israel.
Menurut Naghdi, kemampuan utama Teheran belum tersentuh musuh. Wakil Komandan IRGC untuk Koordinasi, menyampaikan pernyataan tersebut selama wawancara yang disiarkan di televisi pada hari Sabtu (28/6/2025) lalu.
“Kurang dari lima persen kapasitas pertahanan negara kita benar-benar diaktifkan selama serangan balik Republik Islam terhadap rezim tersebut,” yakin Naghdi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dan dengan ‘diaktifkan’ saya tidak bermaksud ‘habis’. Itu hanya berarti bahwa lima persen dari unit pertahanan kita terlibat dengan musuh,” ujarnya, yang dilansir dari Press TV, Ahad (29/6/2025).
“Ini berarti kemampuan utama kita tetap tidak tersentuh dan sama sekali belum memasuki medan pertempuran,” imbuh dia.
“Besarnya kekuatan kita belum terungkap; bahkan belum muncul ke panggung [saat ini].” Militer Zionis Israel melancarkan perang pada 13 Juni, yang mendorong Iran untuk merespons dengan sejumlah besar rudal balistik, termasuk varian hipersonik, yang ditembakkan ke target situs militer dan industri strategis di Israel.
Menurut Naghdi—sementara pembalasan terutama bergantung pada kemampuan pertahanan udara Republik Islam Iran—kekuatan angkatan bersenjata negara itu terutama terletak pada pasukan daratnya.
“Kami diperlengkapi dengan baik untuk berperang. Mungkin kami dapat terus menyerang musuh seperti ini selama beberapa tahun, menyerang mereka dengan rudal dengan kecepatan yang sama,” imbuhnya.
Sementara itu, laporan Military Watch mengungkap gelombang serangan rudal Iran ke Israel selama perang 12 hari telah menguras sistem pertahanan canggih Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Amerika Serikat (AS) yang ditempatkan di negara Zionis. Sistem itu menembakkan 60-80 misil pencegat dengan biaya hingga USD1.215 miliar (lebih dari 19.769 triliun).
Amerika menggunakan total 15 hingga 20 persen dari sistem THAAD untuk memperkuat pertahanan Zionis Israel terhadap gelombang serangan rudal dan drone Iran. Menurut laporan majalah militer tersebut, diperkirakan 60-80 misil pencegat ditembakkan THAAD selama konflik.
Satu peluncuran misil pencegat THAAD menghabiskan biaya antara USD12 hingga USD15 juta, jadi seluruh biaya misil pencegat ini berkisar antara USD810 juta hingga USD1.215 miliar.
Angka tersebut jauh lebih besar daripada biaya serangan rudal Iran. Biaya asimetris antara pertahanan versus serangan ini tidak berkelanjutan dalam jangka panjang atau konflik multi-front.
Menurut Wall Street Journal, AS telah mengisi kembali sistem THAAD yang dipasang di Israel pada tahun 2024. Mahalnya biaya yang dikeluarkan AS itulah yang diduga memaksa Presiden Donald Trump secara sepihak mengumumkan Iran dan Israel gencatan senjata total, yang beberapa jam kemudian baru dikonfirmasi kedua negara.
Iran telah meluncurkan rentetan rudal ke kota-kota di seluruh Israel sebagai tanggapan atas serangan terhadap fasilitas nuklir dan militernya. Jenis-jenis rudal tersebut mencakup Ghadr, Emad, Kheibar Shekan, dan rudal hipersonik Fattah-1—yang sulit dicegat karena melaju hingga Mach 15.
Penempatan THAAD ke Israel disertai dengan berbagai tantangan karena mendukung sekutu di zona konflik berarti menggunakan sumber daya yang dapat memengaruhi kesiapan militer dan penempatan di masa mendatang.
Sistem THAAD dirancang untuk melawan perluasan kemampuan rudal negara-negara musuh seperti Korea Utara dan Iran karena mereka sedang mengejar rudal balistik jarak menengah dan jarak jauh yang mampu mengirimkan hulu ledak konvensional atau pun nuklir.
Di sisi lain, Amerika Serikat hanya memproduksi sekitar 50-60 misil pencegat THAAD setiap tahunnya, yang berarti perlu waktu bertahun-tahun untuk mengisi kembali apa yang baru saja dikeluarkannya dalam 12 hari perang Iran-Israel.
Upaya Trump mengumumkan pada Selasa lalu bahwa “gencatan senjata total dan menyeluruh” telah dicapai oleh Iran dan Israel. Pada akhirnya, kampanye militer AS-Israel berhasil menahan, bukan mengalahkan, Iran.
Situs nuklir terkena serangan. Kepemimpinan militer terguncang. Namun rezim Iran dan ambisi nuklirnya tetap utuh.