Keluarga Ini 20 Tahun Huni Gubuk Reyot di Bantaran Sungai Cibadak Sukabumi

- Redaksi

Senin, 8 November 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi

Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi

SUKABUMIHEADLINE.com l CIBADAK – Maman (50) dan istrinya, Juju (45), sudah 20 tahun lebih tinggal di gubuk reyot di bantaran anak Sungai Cicatih. Suami istri itu tinggal berempat bersama kedua anaknya, Ruslan (18) dan Liya (16).

Rabu (3/11/2021), sukabumiheadline.com mengunjungi gubuk reyot mereka di Kampung Panagan RT 03/02, Desa Pamuruyan, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Mengunjungi keluarga dengan empat jiwa itu memang sedikit menyulitkan karena harus menuruni tiga tingkat tangga (taraje-Sunda).

Saat kaki menginjak setiap anak tangga juga perlu ekstra hati-hati karena tidak dilengkapi pegangan untuk menjaga keseimbangan tubuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Maman dan keluarga. l Fery Heryadi
Maman dan keluarga. l Fery Heryadi

Sebulan Tidak Jualan Es Karena Musim Hujan

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat musim kemarau Maman biasa berjualan es cincau keliling kampung, sedangkan Juju bekerja serabutan untuk membantu suami memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kalau sekarang musim hujan, jadi sudah hampir sebulan tidak berjualan. Kalau musim gini, siapa yang mau belinya. Bukan gak percaya rezeki dari Allah, tapi berdasarkan pengalaman, jualan es di musim hujan selalu merugi,” keluh Maman.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga ini tercatat sebagai pemilik kartu Program Keluarga Harapan (PKH), walaupun diakuinya masih jauh dari mencukupi. “Ya, alhamdulilah dari PKH cukup untuk lima hari kami makan,” timpal Juju.

Baca Juga :  Pengakuan Lesbian di Kabupaten Sukabumi: Butuh Penerimaan dari Masyarakat

Maman dan keluarga di Cibadak 3

Untuk membantu suaminya menyambung hidup, Juju memilih bekerja borongan membersihkan pakaian siap ekspor, atau lazim disebut buang benang. Dari pekerjaannya itu, Juju mengaku mendapat Rp125 ribu per pekan.

Sedangkan Maman, karena libur berjualan, ia memilih menjadi tukang pijit panggilan. “Setiap malam keliling. Kalau ada yang nyuruh mijit ya alhamdulillah, bisa makan,” tambah Maman.

Namun, menurut mereka, hidup terasa lebih berat, manakala tidak berjualan karena musim penghujan dan tidak ada yang memintanya memijit, ditambah istrinya sedang tidak ada job kerja borongan.

Kedua anak Maman, Ruslan dan Liya, tidak bekerja, anak lelakinya sulit mendapatkan pekerjaan, sedangkan anak gadisnya menderita atsma. Karenanya, kedua anaknya setiap hari memilih tinggal di rumah.

Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi
Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi

Huni Gubuk Reyot

Gubuk yang mereka huni reyot dan rawan ambruk. Di hampir semua bagiannya sudah terlihat lapuk dan rawan ambruk.

Baca Juga :  5 Tempat Wisata Instagramable di Utara Sukabumi untuk Berlibur

Gubuk mereka terdiri dari dua bangunan, selain sebuah bangunan mirip rumah seperti umumnya, dengan dua kamar tidur dan dapur. Sementara sebuah bangunan lain hanya terdiri dari kamar saja yang diperuntukkan bagi siapa saja yang menginap.

Mirisnya, gubuk ini juga tidak memiliki toilet dan kamar mandi. Untuk toilet mereka biasa buang air besar di anak sungai dengan mendirikan semacam kotak dikelilingi spanduk dan karung plastik, dengan tiang bambu yang ditancapkan ke dasar sungai.

Maman mengaku tidak punya pilihan lain selain tinggal di gubuk tersebut karena memang tidak memiliki tanah pribadi dan uang untuk membangun rumah.

Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi
Keluarga miskin Sukabumi. l Fery Heryadi

Butuh Bantuan Kayu

Menjawab pertanyaan apa yang mereka butuhkan jika ada donatur yang hendak memberinya bantuan, Maman menjawab jika ia sangat membutuhkan bantuan kayu untuk memperbaiki gubuknya yang reyot.

“Kalau ada yang bersedia membantu kayu saja sudah alhamdulillah. Ingin memperbaiki rumah ini, biar tidak bocor atau ambruk,” pungkas dia.

Selain itu, maman berharap kepada pemerintah agar membangun tembok penahan tanah di sisi sungai agar jika air sungai sedang meluap, tidak menggenangi kaki-kaki gubuknya.

Berita Terkait

Jumlah penduduk miskin 5 tahun terakhir, Kabupaten Sukabumi naik, kota turun
Menghitung luas dan jumlah penduduk Kota Sukabumi jika ditambah 7 kecamatan terdekat
10 kecamatan terluas dan tersempit, luas Kabupaten Sukabumi berbanding jumlah penduduk
Dasar pencopotan Marwan Hamami dan profil Denas, PLT Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi
86 ribu IRT di Kabupaten Sukabumi tak ikut KB karena ingin punya anak, tapi hanya 19 ribu hamil
Bantah PK, DPD Jabar: Asep Japar penuhi syarat jadi Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi
Membanding volume panen tanaman perkebunan di Sukabumi, teh tak lagi juara dunia
Membanding jumlah Wanita Sukabumi menurut jenis pekerjaan

Berita Terkait

Senin, 12 Mei 2025 - 03:35 WIB

Jumlah penduduk miskin 5 tahun terakhir, Kabupaten Sukabumi naik, kota turun

Senin, 5 Mei 2025 - 01:05 WIB

Menghitung luas dan jumlah penduduk Kota Sukabumi jika ditambah 7 kecamatan terdekat

Senin, 5 Mei 2025 - 00:01 WIB

10 kecamatan terluas dan tersempit, luas Kabupaten Sukabumi berbanding jumlah penduduk

Minggu, 4 Mei 2025 - 00:26 WIB

Dasar pencopotan Marwan Hamami dan profil Denas, PLT Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi

Kamis, 1 Mei 2025 - 04:34 WIB

86 ribu IRT di Kabupaten Sukabumi tak ikut KB karena ingin punya anak, tapi hanya 19 ribu hamil

Berita Terbaru

Ilustrasi hijab Muslimah - Pinterest

Ekonomi

Gubernur BI: Indonesia masih impor hijab dari China

Jumat, 16 Mei 2025 - 15:22 WIB

Puan Maharani memegang tongkat komando Bung Karno. l Istimewa

Nasional

Puan Maharani: Tolak relokasi rakyat Palestina dari Gaza

Jumat, 16 Mei 2025 - 14:46 WIB