sukabumiheadline.com – Bahkan, jauh sebelum muncul nama-nama beken beberapa puluh tahun kemudian seperti Yang Asmi, Farid Harga, Desy Ratnasari hingga artis-artis muda dari kalangan generasi milenial, sudah banyak talenta di bidang seni dari Sukabumi, Jawa Barat, yang sudah terkenal di dunia hiburan Tanah Air.
Nama May Sumarna adalah salah satunya. Ia dikenal sebagai seorang penyanyi yang populer pada masanya, berkat lagu Burung Dalam Sangkar dan Kisah Burung Kenari pada era 70an bersama group yang didirikannya Madesya Group.
Baca Juga:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- Karya Yan Asmi Dihargai Rp35 Ribu, 5 Fakta Seniman asal Sukabumi
- Kabar Terkini Puri Pertiwi, Wanita Sukabumi Pewaris Darah Seni Uyan Asmi
Profil May Sumarna
May Sumarna lahir di Sukabumi, pada 24 Juli 1944, dari pasangan H. Tirta Atmadja dan Hj. Suratni.
May Sumarna menikah dengan Sandra Sanger pada 9 November 1965, dan dikaruniai tiga anak, Ivy dan si kembar Donna-Donny.
Di dunia hiburan, ia aktif sejak 1974. Selain sebagai penyanyi, May Sumarna juga pernah membintangi film Ayah Tiriku Ibu Tirimu yang diproduksi pada 1977.
Penyanyi sekaligus pencipta lagu yang selalu menjadikan burung sebagai inspirasi ini, meninggal dunia pada 13 Februari 2018 (umur 73) di Bogor.
Rekomendasi Redaksi: Biodata dan kisah hidup Farid Hardja, penyanyi dan komposer rock & roll legendaris asal Sukabumi
Populer berkat Kicauan Burungnya

Tidak berlebihan jika tahun 70-an Madesya Group sudah mendapat simpati para penggemar musik pop. Terlebih dengan lagu seri burungnya, lihat saja Burung Dalam Sangkar, Kisah Burung Kenari, Bagaikan Burung, Burung Merpati, Kenari Yang Malang dan Andaikan Aku Burung.
Hingga kini, lagu-lagunya tersebut masih bisa didengarkan di Spotify, klik di sini
Kiranya cerita mengenai burung ternyata mendapat sambutan dari para penggemar Madesya Group dan berhasil dinobatkan sebagai Burung Dalam Sangkar (Lagu Populer-1974), Kisah Burung Kenari (Lagu Favorit-1976), dan Andaikan Aku Burung (Lagu Terlaris-1978) pada ajang PUSPEN HANKAM.
Nama May Sumarna sering di bicarakan orang, sehingga wajar saja ia banyak di lirik wanita belia berkat wajah ganteng dan gape mencipta lagu. Tapi, dengan prestasinya yang luar biasa sudah dipastikan mampu mendongkrak pamor Madesya Group jadi terkenal.
Baca Juga: Mang Udi, anggota Polri dan aktor komedi asal Sukabumi jauh sebelum Mei Mahatthir jadi komika
Mendirikan Madesya Group

Ide untuk mendirikan Madesya Group pertama kali dicetuskan oleh May Sumarna pada 24 Juli 1974, saat kepulangannya di Indonesia, setelah menuai kejenuhan berkelana mengelilingi kota-kota besar di Asia Tenggara bersama The Steps.
Pagi hari mereka rekaman di perusahaan rekaman bernama besar Philips Ponogram dan malam harinya bermain di night club sampai pada akhirnya di hotel-hotel berkelas di Singapore seperti Tropicana, Orched Club dan Hotel Federal di Kuala Lumpur.
Di samping itu mereka show di Boat Hotel- Hongkong selama 3 tahun dan dikirim ke Jepang di Latin Quarter-Akasaka, Tokyo selama 18 bulan. Tiba-tiba saja, secara mengejutkan May Sumarna mengundurkan diri dari The Steps yang sudah dirintisnya bersama Tinton Soeprapto pada 1967.
Saat itu, May beralasan karena pertimbangan anak-anak dari istirinya Sandra Sanger (Ivy, Donna & Donny) sudah besar dan ingin menetap di Tanah Air.
Berawal saat berkunjung ke studio Remaco dan termotifasi setelah melihat pentolan Koes Plus (Tonny Koeswoyo) sudah mengendarai mobil Mercy hanya dengan mengandalkan lagu-lagu yang mudah dicerna, sementara May Sumarna setiap malam di negara orang membuat lagu-lagu baru dan sangat sulit.
Dari situ, wajar saja bila akhirnya seorang May Sumarna mengikuti jalur musik pop yang saat itu disebut musik kacang goreng yang sudah didominasi beberapa grup band terdahulunya seperti Koes Plus, Panbers, Mercy’s, hingga Bimbo & Favourite’s.
Akhirnya, muncul ide untuk membentuk sebuah grup band yang diberi nama Madesya Group. Madesya adalah akronim dari nama personilnya May Sumarna (Bass & Vocal), Danus/Mardanus (Keyboard & Gitar), Eddy Loumantouw (Gitar & Vocal), Syahbuddin/Udin Syach (Flute & Saxophone), Yul Crizal (Drum) & Albert Sumlang (Saxophone).
Keberadaan Albert Sumlang cuman nama saja, tidak aktif kegiatan saat itu. Bagi May sendiri, lebih senang mengartikan Madesya singkatan dari kalimat Maju Dengan Syarat.
May Sumarna sangat tahu apa yang bisa diwujudkan bagi grup barunya. Jadi, jika Madesya Group ingin maju, ada syaratnya: harus punya visi dan misi yaitu latihan terus dan harus memiliki apresiasi terhadap jenis musik yang berbeda dalam menambah wawasan bermusik, seperti musik tradisi, kroncong, pop, melayu, dan dangdut.
“Pada gilirannya, semua itu menuntut keseriusan dan disiplin sangat tinggi para anggotanya,” ungkap May Sumarna.
Hingga kemudian pada tahun yang sama, dirilislah album debutnya dengan hitsnya yang melegenda, Burung Dalam Sangkar.
Sebagai grup baru, Madesya terbilang bernasib bagus lantaran baru satu album nama mereka langsung meroket, pamornya terus meningkat dan mulai jadi idola baru.
Prestasi memang sangat dibutuhkan May Sumarna untuk menjadi terkenal. Berkat Burung Dalam Sangkar (Vol.1/Remaco), Kisah Burung Kenari (Vol.3/Remaco), Bagaikan Burung (Vol.4/Remaco), Burung Merpati (Vol.5/Remaco), Andaikan Aku Burung (Vol.1/Yukawi), dan yang terakhir namanya Kenari Yang Malang.
Keenam lagu tersebut merupakan goresan paling jempol dari imajinasi seorang May Sumarna dan sang istri Sandra Sanger dalam hal berkucica dengan sequel burungnya, karya-karya yang dibuatnya tampak lebih mewakili dari cerita yang sebenarnya terjadi di sekitar kita tentang kepeduliannya akan lestari alam dan perlindungan satwa.
Cerita lahirnya sebuah lagu Kisah Burung Kenari dan kemudian dinyatakan sebagai salah satu lagu yang paling digemari sehingga memperoleh Piringan Emas melalui angket siaran Radio ABRI (kini TNI).
Prestasi tersebut menjadi succes story tersendiri bagi May Sumarna dengan Madesya Group. Terlebih bagi sang penciptanya Sandra Sanger dan Remaco, sebagai perusahaan rekaman yang merilis album ini.
Keberhasilan ini bukan semata buat kemenangan bagi diri May Sumarna, Sandra Sanger dan Eugene Timothy, tapi kelak adalah suatu catatan yang akan di kenang sejarah musik di Indonesia.
Diterpa badai
Sayangnya, sukses manis yang ditoreh pasangan May dan Sandra, tidak sesukses perjalanan mahligai rumah tangga mereka. Keputusan telah diambil, mereka berpisah secara resmi medio 1975. Hak asuh ketiga anak mereka Ivy, Donna dan Donny diberikan pada May Sumarna.
Ditengah kegalauan hati akibat perceraian dengan Sandra Sanger, timbul lagi masalah baru di internal Madesya Group. Pemicunya, dari mulai pembagian honor yang tidak merata, komunikasi di antara anggota yang tidak sejalan, hingga kecendrungan salah satu personil lebih menonjol popularitasnya dari yang lain.
Mula-mula Yoel Crizal keluar dan lebih banyak membantu A Riyanto di Musica Nada. Disusul kemudian oleh Nourman, dan terjadi ketegangan antara Mardanus dan Eddy Lumantouw di satu fihak dengan May di fihak lain.
Bahkan, Mardanus sempat nekad mendirikan Madesya II sebagai tandingan, walau hanya bertahan seumur jagung.
Terhadap pilihan Mardanus, direspons May dengan mengatakan: “Bukankah orang sudah tahu Madesya itu siapa. Kenyataannya, apakah pernah dengar bahwa Madesya itu Oedin atau Danus … tidak!. Madesya ya May Sumarna,” ungkapnya kepada Majalah Top, 1976.
Tidak lama setelah melewati rehat cukup lama itu. May Sumarna segera bangkit untuk menata stirnya kembali.
May Sumarna pun berhasil membawa nama Madesya kembali berkibar, tapi kali ini bukan di Remaco, tapi menggandeng Yukawi, setelah menghasilkan berbagai album dari pop, Sunda sampai Betawi.