sukabumiheadline.com – Mahad Islamiyah Tarbiyatul Falah Al Afandiiyah Sadamukti dan Mahad Islamiyah Taman Cahaya Hati Iqbalna Alinsyiroh Cigadog di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Gunung Salak bisa terlihat disaat melintasi kawasan lintasan Bogor-Sukabumi. Sebagian “wajah” Gunung Salak merupakan satu Karesidenan di Jawa Barat yang disukai oleh Presiden RI ke-1, Ir. Sukarno.
Di sinilah terletak dua tokoh utama dalam keulamaan fase Pangeran Santri Bin Bahauddin Al Bantani dan Eyang Santri Mataram, dua tokoh asal Banten dan Cirebon, sebagaimana sejarah Kesultanan Cirebon dan Banten yang begitu memengaruhi sebuah gunung yang dijadikan tempat tirakat oleh Sukarno dan para murid ulama tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Keturunan Rasulullah SAW, 5 Fakta KH Ahmad Sanusi Pahlawan Nasional asal Sukabumi
Mengutip dari akun Facebook Ungkap Riwayat, dan diamini oleh mantan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Agus Mulyadi, Pangeran Santri bin Bahauddin makbarohnya ada di kaki Gunung Salak, seorang aulia babad Kerajaan Salakaraya, memiliki murid Ayah Saumi atau KH Abdullah).
“Beliaulah yang melahirkan ulama-ulama dan di dzuriyahnya, KH Mukti, KH Buyai Safeii, KH Badri dan KH R. Abduloh Khudri. Sehingga, semua santri beliau dianjurkan bertirakat di makam Pangeran Santri nin Bahauddin Albantani,” katanya dikutip sukabumiheadline.com, Jumat (31/10/2025).
Catatan ihwal Salakaraya atau Gunung Salak memuat sejarah Bumi Tirakat Nusantara, sehingga Sukarno sering bertirakat di wilayah Cijeruk (Kabupaten Bogor) dan Cidahu (Kabupaten Sukabumi) yang berada di Gunung Salak.
Pada fase selanjutnya Gunung Salak di bagian Cicurug menjadi bukit gunung dua yaitu Kampung Cigadog, Desa Tenjolaya dan Cisaat, yang terusannya menjadi Sadamukti
Baca Juga: Masa muda dan silsilah keluarga ulama asal Sukabumi keturunan menak Sunda, KH Dadun Abdulqohhar
Mama Apandi Alyamani
Tokoh pertama, adalah Mama Apandi Alyamani bin Syech Yusuf Alyamani, ulama kharismatik yang mendirikan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah pada 1926 di Kampung Sadamukti, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
“Mama Apandi Alyamani mendidik santri dengan kemahiran penguasaan kitab Kuning dan kemahiran berbahasa Arab, tak heran jika pengaruh beliau meluas ke wilayah Bekasi, Kerawang, Kabupaten Bogor, Purwakarta juga Banten,” jelasnya.
Banyak murid Mama Apandi Alyamani Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah yang kemudian berhasil mendirikan pondok-pondok di daerahnya.
Mama Apandi Alyamani menjadi salah satu ulama Sukabumi yang berprinsip “Kemajuan dan Pencerahan”. Pondok pesantren milik Mama Apandi Alyamani tersebut, kemudian diteruskan oleh putra-putrinya, di antaranya KH Asep Apandi, eks Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cicurug.
Berita Terkait:
- Ajengan Amang, Darah Biru Menak Sunda dan Sejarah Sarkem Cicurug Sukabumi
- Dari Rahim Al-Falah Lahir Banyak Ulama Besar, Ponpes Tertua di Sukabumi Berdiri Sejak 1908
- 5 Pondok Pesantren Tertua di Sukabumi
KH Asep Apandi juga dikenal sebagai cendekiawan yang memiliki gagasan modern untuk menjembatani kultur pesantren klasik dengan pesantren post-modern dan tradisional, seperti Ponpes Pondok Tarbiyatul Falah Alafandiyah.
“Dari sisi sanad ilmu, pesantren ini bersambung sanad ke ulama Yaman,” ungkapnya.
Selanjutnya, mendiang KH Asep Apandi, mencurigakan perhatian cukup besar terhadap penguatan hubungan ulama dengan umaro, juga ber-thariqah di JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah), sehingga aktif mengadakan kegiatan.
“Alhamdulillah, Habib Maulana Luthfi bin Yahya bisa hadir di Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah Alafandiyah,” kata dia.
“Pada gilirannya, berkah KH Asep Apandi bermunculan ulama-ulama muda meneruskan kepemimpinan Pesantren Tarbiyatul Falah,” imbuhnya.
Setelah almagfurllah KH Asep Apandi wafat, pengelolaan ponpes dilanjutkan oleh anak pertamanya, Ajengan Dudi Sadudin yang memiliki keahlian Falakiyah, dan pernah menjabat Ketua Falakiyah PCNU Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga: Diabadikan Jadi Nama RS di Kota Sukabumi, Pemikiran dan Perjalanan Hidup R. Syamsudin
Ajengan Dudi Sadudin sehari-hari membina santri yang datang dari berbagai daerah Jawa Barat, Banten hingga Sumatera. Pesantrennya sangat unik, karena sering dimintai nasihat oleh banyak kalangan dalam kaitan dengan politik dan lain sebagainya.
“Bahkan Sering Tokoh-tokoh politik memohon didoakan untuk bisa mengurus amanah dengan baik,” ungkapnya.
Ajengan Dudi Sadudin sendiri memfokuskan diri kepada “Keteladanan Santri dan Kepeloporan Santri”. Di samping mengasah penguasaan Agama, berbagai kitab nahwu, shorof, tajwid, dan lainnya, serta hadirnya pendidikan formal, seperti MI, MTs, SMA/SMK.
“Beliau juga mendirikan perbantuan Balai Latihan Kerja (BLK) agar santri juga memiliki kemahiran berwirausaha di lingkungan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah Alafandiyah,” paparnya.
Baca Juga:
- KH Ahmad Djunaidi Rodlibillah, ulama asal Sukabumi imam shalat Bung Karno yang terlupakan
- Biografi KH Ahmad Badruzzaman, melawan lupa perjuangan ulama asal Sukabumi
- Kisah Ulama Kharismatik Sukabumi, KH Muhammad Kholilullah Berjuang dengan Pena dan Golok
KH R. Buya Muhammad Safei
KH R. Buya Muhammad Safei adalah Putra Buya Hasan Sadzeli tokoh ulama Mataram dari keluarga Kerajaan Sukapura Daun Ngora.
Ia menikahi Ipung, putri KH Abdullah (Ayah Saumi) murid Pangeran Santri bin Bahauddin Al-Bantani di Kampung/Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug.
“Pengaruhnya ke Kampung Cigadog, sehingga Cigadog menjadi bagian dari Cisaat atau sebaliknya karena putranya Ayah Saumi mengayomi Masyarakat Cigadog,” ungkapnya.
KH Mukti dan peninggalanya mendirikan Masjid Baiturrahman di Cigadog yang dimulai oleh tokoh setempat yaitu H Ijot yang mempunyai putra bernama H Mahmuddin. Sementara, anak perempuannya kemudian menikah dengan Mama Toi.
Pada generasi berikutnya, lahir ulama kharismatik sekaligus ahli fiqih dan hikmah sekaligus riyadoh dan tasaswuf, yakni KH R. Abdullah Khudri, atau populer dipanggil Aang Khudri, merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang dikenal nyentrik di kalangan ulama Sukabumi.
“Di samping sebagai ahli fiqih, hikmah, tasuwuf, beliau menjadi guru besar Pendekar Mustika Karuhun, aliran pencak silat yang menjadi pagar Barisan Hizubullah yang dipimpin KH Badri, paman beliau, yang menjadi bagian sejarah pimpinan penumpasan pasukan Belanda dalam pertempuran Bojongkokosan,” papar Agus Mulyadi.
“Aang Khudri adalah pendakwah NU yang berpengaruh, terbukti beliau ditugasi dakwah oleh PBNU berdasarkan perintah KH Idam Khalid, Ketua Umum PBNU saat itu, dengan mengutus Habib Hamid Alatas. Bahkan kemudian Habib Hamid Alatas menjadi salah seorang murid beliau,” imbuhnya.
Baca Juga: Wakaf dari Juragan Tanah, Sejarah Masjid Al Hurriyyah Cicurug Sukabumi Menurut Kyai Amang
Aang Khudri ditugasi dakwah Risalah Ahlussunah Waljamaah ke berbagai daerah, meliputi Jawa Barat dan Banten. Atas mandat Ketum PBNU, Aang Khudri selalu berkeliling memenuhi Panggilan warga nahdliyyin di Jawa Barat dan Banten.
Baca Juga: Semangat Melawan Penjajahan dan Perjalanan Panjang Syamsul ‘Ulum Sukabumi
Aang Khudri mewariskan Majelis Salafiiyah Badriyah di Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug. “Setelah wafat, beliau disemayamkan di Makbaroh bersama ayahnya Abuya Muhammad Safeii dan pamannya, KH Badri,” ungkap Agus.
Selanjutnya, tugas dakwahnya dilanjutkan oleh keturunannya, KH R. Badri Khudri dan H Iqballuddin, termasuk pengelolaan Masjid Baiturrahman dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti Yayasan Annazhiriyah dan Pondok Pesantren Taman Cahaya Hati Iqbalna Alinsyiroh.









