sukabumiheadline.com – PDI Perjuangan Jawa Barat mengkritik program pendidikan karakter yang dicetuskan Dedi Mulyadi. Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono menyorot program itu karena menghabiskan anggaran yang cukup besar mencapai miliaran Rupiah.
Diketahui, pendidikan karakter menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya menelan anggaran dari APBD 2025 sebesar Rp6 miliar. Dana sebesar itu untuk memberi latihan khusus bagi 2.000 peserta didik yang melanggar norma melalui kerja sama dengan TNI dan Polri
Peserta didik akan dilatih integritas, disiplin, dan wawasan bela negara dengan cakupan 40 siswa per 5 wilayah selama 10 bulan sekali dengan durasi pelatihan selama 10 hari di barak TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, Ono Surono mengatakan Dedi Mulyadi sejak awal tidak pernah melibatkan DPRD terkait pembahasan wacana pendidikan karakter, termasuk di dalamnya soal penyediaan anggaran dari APBD.
“Penjabaran APBD, KDM kan tidak pernah melibatkan DPRD, jadi kita tidak tahu karena tidak pernah dibahas oleh DPRD. Tetapi pasti DPRD akan mendalami itu yang Rp6 miliar itu, saya yakin ke depan ada proses pembahasan,” kata pria yang juga Ketua DPD PDIP Jawa Barat itu.
“Seyogyanya hal-hal yang menjadi wacana dan jadi kebijakan, seyogyanya dibahas bersama dengan DPRD,” kata Ono.
Ono mengingatkan, DPRD memiliki wewenang dalam perumusan kebijakan daerah apalagi kebijakan yang di dalamnya berujung pada penggunaan APBD.
“Tidak ada (pembahasan), gaduhnya itu kan karena tidak pernah diajak bicara padahal kita institusi dari bagian pemerintahan daerah yang mempunyai kewenangan juga terkait dengan perencanaan sampai dengan ditetapkannya program yang berujung pada anggaran yang dibiayai APBD,” terangnya.
Terkait program pendidikan karakter dengan mengirim siswa ke narak TNI, Ono mengungkapkan seharusnya ada tindakan preventif lebih dulu yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di kalangan remaja.
Ono mencontohkan, seharusnya Pemprov Jabar menggandeng aparat penegak hukum (APH) untuk hadir rutin di sekolah memberi pembinaan kepada siswa agar tidak melakukan hal-hal negatif.
“Jadi harus ada tindakan preventif juga, kalau misalnya pendidikan karakter di barak militer itu tindakan penegakkan, harus ada tindakan preventif ke sekolah. Saya yakin itu lebih efektif dari sekedar memasukkan mereka ke barak militer,” ungkap Ono.
Bahkan Ono menyoroti salah satu klasifikasi siswa yang dianggap nakal dalam SE Nomor: 43/PK.03.04/KESRA dimana salah satu kategori kenakalan ialah mereka yang sering bermain game.Menurut Ono, harus ada tahapan pembinaan yang dilakukan sebelum membawa siswa ke barak TNI.
“Sehingga saat ada pilihan di barak atau di sekolah, saya lebih cenderung di sekolah dulu. Setelah masih ada anak yang nakal, ke panti rehab dulu. Jadi yang pertama sekolah dimaksimalkan, orang tua, panti rehab, baru masuk barak militer,” terangnya.
“Harusnya ada tahapan itu, tidak seketika pemain Mobile Legends langsung dimasukkan ke barak, kan gak tepat menurut saya,” tutup Ono.
Seperti diketahui, program tersebut telah dijalankan di Kabupaten Purwakarta untuk tingkat SMP, dan sejumlah kabupaten, di mana sekitar 210 siswa SMA/SMK di Jabar mulai menjalani pendidikan karakter di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.