sukabumiheadline.com – Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbanyak di dunia, namun kekayaan alam ini juga menghadapi ancaman besar. Salah satu spesies yang berada di ambang kepunahan adalah owa (Hylobatidae)
“Dari 20 spesies owa di dunia, 9 spesies ada di Indonesia yang kategorinya terancam punah atau endagered dan dilindungi,” ungkap Edukator Gibbonesia, Hulwia Malik dalam siaran pers diterima sukabumiheadline.com, Ahad (1/12/2024).
Ia menuturkan 9 spesies owa itu hanya tersebar dan menempati hutan-hutan di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Pulau Sumatra yaitu owa siamang (Symphalangus syndactylus), owa ungko (Hylobates agilis), owa serudung (Hylobates lar), dan owa bilau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Pulau Kalimantan antara lain owa jenggot putih (Hylobates albibarbis), owa kelawat (Hylobates muelleri), owa kelempiau utara (Hylobates funereus), dan owa kelempiau barat (Hylobates abbotti).
“Di Pulau Jawa hanya satu jenis yaitu owa Jawa (Hylobates moloch) dan merupakan salah satu satwa endemik Pulau Jawa,” tutur alumni Institut Pertanian Bogor (IPB).
Hulwia menjelaskan, owa merupakan genus primata yang hanya ditemukan di Asia Tenggara, termasuk di hutan-hutan Indonesia. Owa juga merupakan primata monogami atau satwa yang hanya membutuhkan satu pasangan di hidupnya.
“Salah satu upaya pelestarian owa di pusat rehabilitasi adalah melalui penentuan pasangan atau penjodohan owa,” jelas dia.
“Owa dikenal dengan suaranya yang khas dan kemampuannya untuk berayun di antara pepohonan dengan kecepatan yang mengesankan,” sambung Hulwia.
Roadshow Film Dokumenter Owa
Menurut dia dalam upaya penyelamatan owa Gibbonesia bekerjasama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) dan berkolaborasi dengan Journalist and Wildlife Filmmaker yakni Dicky Nawazaki menyelenggarakan kegiatan Cinetalk “Cinema and Talkshow For Wildlife Conservation”.
Film dokumenter berjudul The Gibbons Calling of Hope, Swing for Freedom menjadi sinema yang ditayangkan dalam Cinetalk tersebut. Cinetalk tersebut digelar secara roadshow di 7 kota, yaitu Bandung, Lampung, Yogyakarta, Bogor, Jakarta, Palembang dan Sukabumi.
Sukabumi dan Palembang ini menjadi agenda penutup dalam roadshow Cinetalk. Pada penyelenggaraan cinetalk di Sukabumi pada Sabtu 23 November ini menghadirkan nara sumber yaitu Koordinator Animal Welfare Yayasan Cikananga Konservasi Terpadu Jessie Vonk, Film Maker dan Jurnalis Dicky Nawazaki dan Gibbonesia Hulwia Malik.
Dicky Nawazaki mengungkapkan bahwa film dokumenter menjadi salah satu metode untuk menyebarluaskan kesadartahuan terhadap satwa dilindungi di Indonesia, salah satunya primata owa.
“Pengemasan campaign topik satwa liar itu menjadi tantangan tersendiri, dimana kita harus membuat metode yang tidak membosankan,” kata Dicky.
Ia menuturkan melalui pembuatan dan penayangan film dokumenter ini menjadi metode yang bisa menjaring minat masyarakat awam untuk lebih mengenal dan terlibat dalam konservasi satwa liar.
“Dari segi kognitif, saya ingin penonton bisa memahami lalu timbul rasa empati untuk dapat mendukung upaya pelestarian owa di Indonesia,” tutur sutradara film dokumenter The Gibbons Calling of Hope, Swing for Freedom.
Hulwia menambahkan upaya pelestarian owa melalui penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran dengan kolaborasi bersama berbagai lembaga konservasi tergambar dengan jelas dalam film dokumenter tersebut.
Melalui kolaborasi ini diharapkan masyarakat semakin mengetahui dan sadar akan keberadaan owa di sekitar alam dan lingkungannya. Mengingat owa punya peran penting menjaga ekosistem hutan, maka jika kita bisa menjaga owa, owa juga akan menjaga hutan kita.
Hal itu tentunya sama seperti tema dari Hari Owa Sedunia 24 Oktober tahun ini yakni The Guardian of The Forest atau owa si penjaga hutan.
Pembuatan film dokumenter The Gibbons Calling of Hope, Swing for Freedom di antaranya melibatkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), The Aspinall Foundation, Yayasan Cikananga, Yayasan Owa Jawa, dan Swara Owa.
Dalam kegiatan Cinetalk di Sukabumi, peserta di antaranya berasal dari perwakilan dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Balai Besar KSDA Jawa Barat, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Sukabumi, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sukabumi Raya, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Sukabumi.
Selain itu dari organisasi atau komunitas kemahasiswaan, sosial kemanusiaan, pencinta alam dan lingkungan di wilayah Sukabumi.