sukabumiheadline.com – Setelah aturan tentang royalti untuk musisi pada 30 Maret 2021 lalu disahkan Presiden Joko Widodo melalui PP 56 tahun 2021, di mana setiap pihak atau orang harus membayar royalti kepada pemilik hak cipta jika menggunakan musik dan/atau lagu secara komersial.
PP tersebut pun disambut harapan sejumlah musisi, seperti Iwan Fals dan Erdian Aji Prihartanto atau Anji. “Ya Alhamdulillah lah,” tulis Iwan di akun Twitter miliknya, Rabu (7/4/2021). “DEAR PAK PRESIDEN @jokowi, atas nama pribadi sebagai musisi dan komposer, saya mengucapkan terima kasih untuk peduli,” kata Anji di akun Instagram-nya.
Terbaru, musisi dan pencipta lagu Ahmad Dhani menyinggung tentang tata kelola royalti musik di Indonesia yang dinilai belum maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ahmad Dhani membeberkan data mengenai pendapatan royalti musik dari Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam Forum Group Discussion (FGD) Tata Kelola Royalti Musik.
Dhani mengatakan, pendapatan royalti untuk pertunjukan musik (performing rights) atau live event sepanjang 2023 hanya mencapai Rp900 juta. Angka ini lebih kecil dibandingkan total pendapatan royalti musik lain seperti dari televisi, radio hingga lain-lain yang mencapai Rp140 miliar.
“Dari keseluruhan royalti Rp140 miliar sekian, yang dari pertunjukan musik hanya Rp900 juta. Itu di bawah 1 persen,” kata Ahmad Dhani saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024).
Dhani menegaskan angka Rp 900 juta sebagai bukti tata kelola royalti untuk pertunjukan musik belum efektif dan membutuhkan transparansi. Menurut Dhani, hal inilah yang memicu kemarahan dari para pencipta lagu.
“Jadi itu data yang sesungguhnya membuat para pencipta lagu itu menjadi murka karena kenapa hanya Rp900 juta per tahun dari seluruh konser yang ada di Indonesia. Sementara dari yang lain-lainnya bisa Rp140 miliar. Itu di bawah 1 persen, royalti pertunjukan musik itu hanya berhasil di collect 1 persen,” tutur Ahmad Dhani.
“Selama ini LMK dan LMKN sudah 10 tahun ada di Republik ini, tetapi sepertinya tidak berniat menciptakan sistem yang lebih baik untuk pertunjukan musik,” tambah Dhani.
Sejatinya, Dhani dan rekan-rekannya dari Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) telah mengusulkan solusi berupa sistem Digital Direct License (DDL) untuk memperbaiki pengelolaan royalti musik secara transparan dan efisien.
“AKSI membentuk sistem sendiri agar tata kelola pertunjukan musik lebih baik. Seharusnya ini bukan hal yang sulit jika ada niat baik,” ujar Dhani.
Keluhan Ahmad Dhani langsung direspons Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Teuku Riefky Harsya, yang turut hadir dalam diskusi tersebut. Teuku Riefky menyatakan, pemerintah siap mendengar masukan dan memperbaiki sistem royalti musik di Indonesia.
“Spiritnya semuanya sama yaitu bagaimana masalah royalti, tata kelola royalti musik Indonesia ini perlu dibenahi, akuntabel dan lebih efisien. Sehingga bisa benar-benar tepat sasaran sampai kepada pengarang lagunya. Tentu masukan dan usulan itu hal yang baik,” ucap Teuku Riefky.
Tak mampu bayar listrik
Di sisi lain, seperti diberitakan sukabumiheadline.com sebelumnya, penyanyi berdarah Sukabumi, Jawa Barat, Mansyur S, bahkan sampai mengaku susah membayar listrik. Ia bingung saat mesti menghadiri diskusi pajak. Ia merasa penghasilannya sudah tak lagi masuk kategori wajib pajak. Baca selengkapnya: 5 Fakta Mansyur S, Penyanyi Dangdut Legendaris Berdarah Sukabumi Tak Mampu Bayar Listrik
“Makanya tadi saya ngomong, saya usia yang kayak gini gimana? Buat bayar pajak saja kebingungan, bayar listrik bulanan aja bingung. Saya bicara apa adanya saja,” tuturnya.