sukabumiheadline.com – Anda tentu sudah pernah mendengar atau membaca bahwa Timnas Indonesia pernah tampil di ajang Piala Dunia 1938 di Prancis. Skor akhir pertandingan adalah 0-6, untuk kemenangan Hungaria.
Ketika itu, timnas Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Meskipun dijuluki sebagai ‘tim kurcaci’, namun para pemain pilihan mampu membobol gawang Hungaria, meskipun gol tersebut kemudian dianulir oleh wasit.
Sejumlah laporan media menyebutkan, julukan “kurcaci” dilontarkan oleh Wali Kota Reims. Julukan itu muncul karena perbedaan postur tubuh pemain Tim Hindia Belanda dengan Hungaria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rekomendasi Redaksi: Ledek lagu ciptaan wanita Sukabumi, striker Timnas Australia minta maaf usai dirujak netize
Sejumlah berita menyebut para pemain Hindia Belanda, sebagian besar berusia sekira 25 tahun, atau kelahiran antara tahun 1912 dan 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu.
Adapun berat badan mereka berkisar antara 65 kilogram sampai 70 kilogram, sedang pemain tertinggi tercatat 178 sentimeter yaitu pemain tengah Frans Meeng. Tak heran jika sebagian besar para pemain Hindia Belanda saat itu masih berstatus pelajar.
“Kapten timnya (Achmad Nawir) adalah seorang dokter, yang menggunakan kacamata,” tulis media The Times.
Laporan lainnya menyoroti nama-nama pemain Hindia Belanda yang terdiri suku Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda.
Rekomendasi Redaksi: Yakin lolos Piala Dunia 2026, calon striker Timnas Indonesia tak sabar main di SUGBK
Berani bermain terbuka
Namun meskipun para pemain Hindia Belanda yang dijuluki “kurcaci” karena bertubuh mungil, dipimpin Isaac Pattiwael mampu menampilkan permainan terbuka dan aksi individu saat menggiring bola yang memukau untuk disaksikan penonton.
Namun, lemahnya sektor pertahanan membuat tim Hindia Belanda harus pasrah dicukur para pemain Hungaria yang bertubuh jauh lebih besar dengan skor telak tanpa balas 0-6 (0-4).
Laga tim Hindia Belanda-Hungaria digelar 5 Juni 1938, pukul lima sore waktu setempat, di Stadion Velodorme, di kota Reims, Prancis – sekarang stadion itu diubah menjadi Stadion Auguste Delaune. Laga disaksikan langsung oleh sekira 9.000 pasang mata.
Menghadapi tim sekuat Hungaria, menurut wartawan olah raga geschiedenis24.nl asal Belanda, CJ Goorhoff, di babak pertama, Isaac dan kawan-kawan kurang bisa mengembangkan permainan. Sehingga, laga berjalan agak timpang.
Namun di babak kedua, permainan tim Hindia Belanda jauh lebih baik. Mereka bermain terbuka dan berani menyerang.
Usai laga, masih menurut Goorhoff, salah satu pemain bintang Hungaria, Gyorgy Sarosi mengaku jika pertandingan melawan Hindia Belanda, agak berat.
“Dia mengaku tidak menyangka mendapat perlawanan dari tim Hindia Belanda. Banyak kejutan,” ungkap Goorhof, mengutip keterangan Sarosi.
Namun, Sarosi juga menyebut sejumlah pemain Hindia Belanda yang dinilainya bermain bagus, yaitu Sutan Anwar, Hans Taihuttu, Isaac “Tjaak” Pattiwael dan Suwarte Soedarmadjie.
“Kemampuan mereka menyundul bola, beberapa kali mementahkan umpan ke Sarosi dan Toldi, dua pemain depan Hungaria,” ungkapnya.
Baca Juga:

Negara Asia pertama
Tercatat dalam sejarah, Indonesia (Hindia Belanda) merupakan negara Asia pertama yang tampil di ajang bergengsi itu. Hungaria kemudian lolos ke babak final sebelum ditaklukkan Italia.
Isaac Pattiwael sendiri sejatinya berposisi sebagai gelandang sayap. Meskipun bukan stiker, pemain kelahiran 1914 (meninggal dunia pada 1987) berdarah Maluku itu mampu membobol gawang lawannya yang dijaga Antal Szabo. Namun gol itu dianulir wasit asal Prancis, Roger Conrie, dan hingga kini tidak diketahui alasannya.
Karena menggunakan sistem gugur, tim Hindia Belanda pun harus pulang lebih cepat ke Tanah Air.
Dalam laporannya, salah satu media Prancis, L’Equipe edisi 6 Juni 1938 menyebut gaya permainan tim Hindia Belanda sangat atraktif.
“Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian, tapi pertahanannya amburadul, karena tak ada penjagaan ketat,” demikian laporan itu yang dikutip harian The Times (London).
Rekomendasi Redaksi: Momen ketika kiper Timnas Indonesia, Maarten Paes kepincut wanita asal Sukabumi
Naik kapal laut
Para pemain Hindia Belanda berangkat ke Benua Eropa dengan naik kapal laut “Baluran” dari Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia. Sebelum ke Perancis, tim Hindia singgah di Italia dan Belanda.
Mereka meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok pada 27 April 1938, dan tiba di pelabuhan Genoa di Italia sebulan kemudian, demikian laporan surat kabar mingguan yang terbit di Batavia (Jakarta), Java Bode.
Diberitakan situs Java Post, rombongan Achmad Nawir dan kawan-kawan ini kemudian berangkat dari Italia menuju Belanda, dengan menumpang kereta api.
Mereka tiba di Belanda dengan disambut ratusan fans yang setia meneriakkan yel-yel meskipun diguyur hujan gerimis. Mereka tiba di Stasiun Den Haag pada 18 Mei.
Para pemain kemudian menginap selama satu bulan di Hotel Duinoord, di Kota Wassenaar. Mereka sempat melakukan pertandingan persahabatan melawan klub asal Den Haag (skor akhir 2-2) dan klub Haarlem yang berakhir dengan skor 5-3.
Di awal Juni, rombongan ini berangkat ke Perancis, atau empat hari menjelang pertandingan hidup-mati melawan Hungaria.
Rekomendasi Redaksi: Wasit FIFA Anti Suap asal Sukabumi Meninggal Dunia, King Cobra dalam Kenangan
Tak direstui PSSI
Keberangkatan tim ini didukung NIVU, Nederlandcshe Indische Voetbal Unie – organisasi sepak bola di bawah naungan pemerintah kolonial Belanda, tetapi tidak “direstui” PSSI.
PSSI yang didirikan 8 tahun sebelumnya (1930), dilaporkan tidak mengirimkan para pemainnya. FIFA sendiri lebih mengakui NIVU ketimbang PSSI.
Walaupun akhirnya Hindia Belanda berangkat ke Prancis dengan mengatasnamakan NIVU, toh kehadiran Tim Hindia Belanda itu akhirnya dicatat sebagai kehadiran pertama kalinya wakil dari benua Asia.
Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya menggantikannya – tanpa melalui ajang kualifikasi piala dunia, yang seperti dipraktikkan sekarang.
Ketika itu tim Hungaria menggunakan seragam serba putih, sementara Isaac dan kawan-kawan menggunakan kaos oranye, celana pendek putih dan kaus kaki biru muda – simbol bendera kerajaan Belanda.
Usai dikalahkan Hungaria, mereka kembali ke Belanda, dan menggelar laga persahabatan dengan timnas Belanda di Stadion Olimpiade, Amsterdam, pada 26 Juni 1938, dan kalah 9-2 dari timnas Belanda.
Akhirnya, setelah tiga bulan berada di Eropa, mereka melakukan perjalanan pulang pada 1 Juli, dalam perjalanan selama tiga pekan, sebelum akhirnya berlabuh kembali di Tanjung Priok.
Rekomendasi Redaksi: Mengenal Emil Gustav Miel Mundt, Pesepakbola Timnas Belanda asal Sukabumi

Pemain dan pelatih Hindia Belanda di Piala Dunia 1938
- Kiper: Tan “Bing” Mo Heng (HCTNH Malang), Jack Samuels (Hercules Batavia)
- Belakang: Dorst, J. Harting Houdt Braaf Stand (HBS Soerabaja), Frans G. Hu Kon (Sparta Bandung), Teilherber (Djocoja Djogjakarta)
- Tengah: G.H.V.L. Faulhaber (Djocoja Djogjakarta), Frans Alfred Meeng (SVBB Batavia), Achmad Nawir (HBS Soerabaja), Anwar Sutan (VIOS Batavia), G. van den Burgh (SVV Semarang)
- Depan: Tan Hong Djien (Tiong Hoa Soerabaja), Tan See Han (HBS Soerabaja), Isaac “Tjaak” Pattiwael (VV Jong Ambon), Suvarte Soedarmadji (HBS Soerabaja), M.J. Hans Taihuttu Voetbal Vereniging (VV Jong Ambon Tjimahi), R. Telwe (HBS Soerabaja), Herman Zomers (Hercules Batavia)
- Pelatih: Johannes Mastenbroek (Belanda).