sukabumiheadline.com – Kita tentu sering menyaksikan ada seseorang atau kelompok orang yang membela orang yang bersalah. Baik dengan melindunginya secara langsung, atau tidak langsung seperti dengan cara memujinya agar orang tersebut tetap terlihat baik.
Dalam Islam, hukum melindungi orang bersalah, yakni siapapun yang telah berbuat zalim atau pelaku kejahatan, adalah haram dan dilarang keras. Hal itu karena bertentangan dengan perintah Allah SWT untuk membela kebenaran dan keadilan.
Bahkan, Islam sudah mengingatkan bahwa membela orang yang bersalah akan membawa pelaku dan pelindungnya pada dosa besar dan azab akhirat, berdasarkan AlQuran dan hadist.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karenanya, hukum melindungi orang bersalah (pelaku kejahatan) adalah terlarang jika perlindungan tersebut bertujuan untuk menghalanginya dari hukum atau menutupi kejahatannya dari penegak keadilan.
Namun, dikecualikan jika tujuannya untuk menutup aib orang mukmin yang tidak berkaitan dengan kejahatan publik, yang itu adalah akhlak terpuji.
Larangan dan konsekuensi

Para ulama sepakat, haram hukumnya menolong atau melindungi kezaliman agar tidak terbongkar atau dianggap benar, karena termasuk membantu kejahatan.
Membela orang yang bersalah dipandang sebagai menentang Allah SWT yang telah memerintahkan untuk selalu berpihak pada kebenaran dan melarang membela orang yang jelas-jelas salah atau berkhianat.
Melindungi penjahat termasuk dosa besar. Tindakan semacam itu dianggap sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa dan kezaliman.
Pelaku kezaliman dan yang melindunginya akan menghadapi azab pedih di akhirat jika tidak dihukum di dunia. Berikut adalah dalil-dalil spesifik yang berkaitan dengan larangan tersebut dalam AlQuran dan hadits.
Allah SWT berfirman: “…dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang membela) orang-orang yang berkhianat,” (QS. An-Nisa’ [4]: 105).
Ayat ini secara jelas melarang seorang Muslim untuk membela pihak yang diketahui berada di posisi yang salah atau berkhianat, demi menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kemudian, meskipun ayat ini lebih umum tentang kerja sama, prinsip dasarnya berlaku dalam konteks ini: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (kezaliman)...” (QS. Al-Ma’idah [5]: 2).
Melindungi pelaku kejahatan dari hukum yang adil termasuk dalam kategori tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.
Kemudydalam haditsnya, Rasulallah SAW mengingatkan akan laknat bagi pelindung penjahat, Rasulullah SAW bersabda:
“Allah melaknat orang yang melindungi penjahat (atau pelaku kejahatan/bid’ah)” (HR. Muslim).
Istilah “melindungi” di sini merujuk pada tindakan menghalangi pelaku kejahatan dari menerima hukuman yang setimpal sesuai syariat atau hukum yang berlaku.
Hadis tentang menolong orang zalim dan dizalimi
Rasulullah SAW bersabda: “Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zalim atau dizalimi.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku akan menolongnya jika dia dizalimi. Bagaimana aku menolongnya jika dia berbuat zalim?” Beliau menjawab, “Engkau mencegahnya dari berbuat zalim. Itulah cara menolongnya.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menegaskan bahwa “menolong” pelaku kejahatan bukan berarti melindunginya dari konsekuensi perbuatannya, melainkan menghentikan kezalimannya dan membawanya ke jalan yang benar, termasuk dengan membiarkan proses hukum berjalan adil.
Pengecualian dan lonteks lain
Menutup Aib (Sitr), yakni melindungi aib orang mukmin yang tidak berkaitan dengan kejahatan publik yang merugikan orang lain, adalah akhlak mulia dan diperintahkan, tidak sama dengan melindungi kejahatan.
Kemudian, menyelamatkan dari kejahatan lisan dan tangan. Islam mengajarkan untuk menjadi Muslim yang menyelamatkan orang lain dari kejahatan lisan dan tangannya, bukan sebaliknya.
Dengan demikian, melindungi orang bersalah dalam konteks menutupi kejahatan atau kezalimannya adalah dosa besar dan dilarang. Namun, membela atau melindungi saudara seiman dari fitnah atau kesalahan kecil yang tidak merugikan publik adalah perbuatan baik yang dianjurkan.
Prioritasnya adalah membela kebenaran dan keadilan. Melindungi orang yang bersalah dengan tujuan menghindarkannya dari keadilan adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Kewajiban seorang Muslim adalah menegakkan keadilan dan kebenaran, bukan menjadi pembela kezaliman. Namun, perlu dibedakan antara melindungi pelaku kejahatan dari hukum dan menutupi aib seorang Muslim yang bukan merupakan kejahatan besar atau delik aduan yang dapat diselesaikan secara pribadi dengan taubat.
Bagaimana dengan profesi pengacara?

Hukum menjadi pengacara dalam Islam pada dasarnya Mubah (diperbolehkan) atau bahkan Sunnah/Wajib jika membela yang benar dan menegakkan keadilan, karena merupakan bentuk wakalah (perwakilan) yang dibolehkan.
Namun, dikutip dari IRTAQI, menjadi pengacara bisa haram jika menghalalkan segala cara, membela kebatilan, terlibat suap, atau berbohong.
Profesi ini sah selama berpedoman pada syariat Islam, membela yang dizalimi, dan tidak melanggar etika, seperti tidak menyuap atau memperpanjang masalah.
Dasar hukum dan kebolehan
Wakalah (Perwakilan): Profesi advokat adalah bentuk perwakilan yang dibolehkan syariat, sebagaimana dibuktikan dalam hadits yang menunjukkan kebolehan mewakili dalam urusan jual beli dan sengketa.
Hadits ini terdapat dalam Shahih Al-Bukhari pada bab jual beli, wakalah, dan lainnya. Redaksi hadisnya kurang lebih sebagai berikut:
Dari ‘Urwah bin Abi Al-Ja’ad Al-Bariqi Radhiyallahu anhu, dia berkata:
“Nabi Muhammad SAW memberinya satu dinar untuk membeli seekor kambing. Lalu dia membeli dua ekor kambing dengan satu dinar tersebut. Ketika kembali, dia menjual salah satunya seharga satu dinar, dan datang kepada Nabi dengan membawa satu kambing dan satu dinar. Nabi pun mendoakannya agar diberkahi dalam jual belinya, maka seandainya dia membeli tanah pun, dia akan mendapatkan keuntungan.” (Shahih Bukhari, Kitab Al-Buyu’, Bab Idza isytara bi dinarin… dan Kitab Al-Wakalah, Bab Wakalah fi al-buyu’)
Ijarah (Jasa): Ini juga termasuk akad ijarah (sewa jasa), di mana pengacara dibayar untuk jasanya membela klien, mirip dengan profesi jasa lain (dokter, guru).
Kebutuhan Umat: Ulama modern memandang advokat diperlukan untuk menegakkan keadilan dan membela hak-hak umat Islam, terutama dalam sistem hukum modern.
Syarat dan batasan agar Tetap halal
- Niat yang Benar: Membela kebenaran, menegakkan syariat, dan membela yang teraniaya.
- Tidak Menghalalkan Segala Cara: Tidak boleh berbohong, merekayasa, menyuap, atau menipu.
- Berpegang pada Syariat: Hukum yang diperjuangkan harus sesuai dengan hukum Islam (jika dalam ranah syariah).
- Hindari Kebatilan: Dilarang keras membela orang zalim atau membantu kejahatan.
- Etika Profesi: Tidak boleh berbelit-belit untuk memperpanjang masalah atau menyakiti pihak lawan.
Kapan menjadi haram?
Jika pengacara tahu kliennya salah tapi tetap membela dengan cara batil, termasuk suap. Jika tujuannya hanya untuk keuntungan pribadi meskipun dengan cara haram atau membela kezaliman.
Dengan demikian, profesi advokat itu sendiri halal dan mulia jika dijalankan dengan integritas, kebenaran, dan berlandaskan syariat. Namun, jika menyimpang ke arah kezaliman, kebohongan, dan suap, maka hukumnya menjadi haram. Wallahu alam bis shawab.









