Kasepuhan Adat Banten Kidul: Dari Lebak ke Sukabumi, Aki Buyut Bao Rosa hingga Abah Asep Nugraha

- Redaksi

Kamis, 17 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kasepuhan Gelar Alam - Istimewa

Kasepuhan Gelar Alam - Istimewa

sukabumiheadline.com – Kasepuhan Banten Kidul adalah kelompok masyarakat adat Sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama di wilayah Kabupaten Lebak, Banten, dan di wilayah utara Kabupaten Bogor, hingga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Istilah kasepuhan sendiri berasal dari kata sepuh atau tua yang menunjuk pada adat istiadat lama yang masih dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Kasepuhan Banten Kidul sekarang melingkup beberapa desa tradisional dan setengah tradisional di tiga kabupaten berbeda di Banten dan Jawa Barat. Hingga kini, mereka masih mengakui kepemimpinan adat setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Sukabumi, terdapat Kasepuhan Sinar Resmi, Kasepuhan Gelar Alam dan Kasepuhan Cipta Mulya. Selain itu, untuk wilayah Lebak dan Bogor terdapat Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, serta Kasepuhan Cibedug.

Salah satu ritual adat tahunan Kasepuhan yang selalu menarik minat masyarakat untuk menyaksikannya, adalah upacara Seren Taun yang sesungguhnya adalah pernyataan syukur warga kasepuhan atas keberhasilan panen padi.

Sejarah berdirinya Kasepuhan Kesatuan Adat Banten Kidul

Sejarah adanya masyarakat adat sejak 611 M bertempat di Sajra Banten. Kemudian, pindah ke Limbang Kuning hingga 1.400 M. Namun, pada saat itu belum dibentuk Kasepuhan Adat Baten Kidul.

Secara kelembagaan, baru pada 1974 Kesatuan Adat Banten Kidul didirikan, di antara pencetusnya adalah Kasepuhan Cikaret, Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cicarucup, Kasepuhan Citorek, Kasepuhan Bayah.

Dikutip sukabumiheadline.com dari sejumlah catatan sejarah Banten, baru pada akhir 1.400 M lahir keturunan pertama yang bernama Aki Buyut Bao Rosa yang kemudian menikah dengan Ambu Sampih.

Selama 150 tahun Aki Buyut Bao Rosa bermukim di Karuhun Cipatat, Kabupaten Bogor. Dari Cipatat, ia kemudian pindah ke Maja, Banten.

Setelah Aki Buyut Bao Rosa wafat, kasepuhan diteruskan oleh anaknya yang bernama Aki Buyut Warning dan istrinya bernama Nini Buyut Samsiah yang menjadi kasepuhan selama 202 tahun di Maja, sebelum akhirnya pindah ke Lebak Larang. Setelah tiga tahun di Kelaruhun Lebak Larang, Aki Buyut Warning pun meninggal dunia.

Selanjutnya, kasepuhan diteruskan oleh Aki Buyut Kayon dan berpindah ke Karuhun Lebak Binong untuk masa 27 tahun. Diakhir hayat Aki Buyut Kayon, generasi penerusnya saat itu belum dewasa yang bernama Aki Buyut Arikin, sehingga kepemimpinan kasepuhan di-warnen (orang yang diserahi menjadi pemangku adat karena penerusnya belum dewasa – red) oleh Aki Buyut Santayan di Pasir Talaga selama 23 tahun memimpin.

Baca Juga :  Berharap damai, Ronald tawarkan ratusan juta Rupiah ke keluarga Dini Sera di Sukabumi

Di masa Aki Buyut Arikin dewasa, barulah diangkat menjadi pemimpin kasepuhan, bertempat di Tegal Lumbu selama 32 Tahun. Selanjutnya, diteruskan oleh Uyut Jasiun yang memutuskan pindah ke Cijangkorang. Namun, 7 tahun kemudian, Uyut Jasiun pindah ke Bojong Cisono selama 17 tahun.

Setelah Uyut Jasiun wafat, pemimpin kasepuhan diteruskan oleh Uyut Rusdi. Pada 1940 Uyut Rusdi pindah ke Cicemet, lalu membuka hutan menjadi pemukiman. 19 Tahun kemudian, ia pindah lagi ke Cikaret pada 1959 hingga meninggal dunia pada 1960.

Estafet kepemimpinan kasepuhan dijabat Abah Arjo. Selang 18 tahun, Abah Arjo pindah ke Ciganas. Namun, 6 tahun kemudian Abah Arjo wapat pada 29 Agustus 1982.

Pada saat akan menghembuskan napas terakhirnya, Abah Arjo hanya menyaksikan salah seorang anak yang paling dewasa, yakni Abah Udjat Sudjati. Sementara itu, Abah Uum selalu anak yang paling tua pada saat itu sedang menengok ibunya di Pandeglang (Banten) bersama Ema Titin (Umi Nyai).

Namun, karena pada waktu itu Abah Udjat Sudjati masih menjabat sebagai Kepala Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, ia pun kemudian mendaulat sang adik, yakni Abah Encup Sucipta yang baru berumur 16 tahun untuk meneruskan Abah Arjo.

Hingga pada 1985 Abah Udjat Sudjati mengakhiri masa jabatannya sebagai Kades Sirna Resmi, membuat Abah Encup Sucipta menggelar musyawarah dengan sang kakak tentang figur suksesor kasepuhan ke depannya.

Hasil musyawarah keduanya, memutuskan Abah Encup Sucipta meneruskan kasepuhan di daerah Cipta Rasa yang kemudian menjadi Kasepuhan Cipta Gelar (kini Kasepuhan Gelar Alam – red). Kasepuhan tersebut kemudian dipimpin oleh anaknya yang bernama Abah Ugi Sugriana Rakasiwi.

Sedangkan, Abah Udjat Sudjati sebagimana amanat atau wangsit dari para leluluhur, memimpin Kasepuhan Sinar Resmi.

Kesepuhan Sinaresmi, Abah Asep Nugraha
Kesepuhan Sinaresmi, Abah Asep Nugraha – Dok. Pribadi

Namun, pada 2 Februari 2002 Abah Udjat Sudjati meninggal dunia. Kepemimpinan pun beralih ke Abah Asep Nugraha sebagai pemangku adat di Kasepuhan Sinar Resmi.

Mengenal tiga kasepuhan di Sukabumi

Kasepuhan Sinar Resmi, Gelar Alam dan Ciptamulya adalah perkampungan adat yang terletak di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Komunitas masyarakat ini merupakan sekelompok masyarakat adat yang menjalani kehidupan sehari-harinya berdasarkan aturan adat istiadat leluhur mereka. Karenanya, apabila di antara mereka ada yang tidak menaati atau melanggar aturan adat, maka akan kuwalat atau kabendon.

Salah satu kewajiban masyarakat kasepuhan yang tidak boleh dilanggar, adalah bertani yang sekaligus menjadi mata pencaharian sehari-hari. Kegiatan pertanian dilakukan di berbagai lahan yang sudah ditentukan.

Baca Juga :  Ternyata ada 9 pulau di Kabupaten Sukabumi, ini daftar nama dan lokasinya

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, warga kasepuhan tidak bisa memisahkan diri dari alam yang lestari. Sebagai contoh adalah hutan, selain menyimpan deposit air bawah dan permukaan tanah, hutan juga menjadi “pabrik” obat-obatan tradisional.

Karenanya, meskipun warga kasepuhan tinggal di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), ekosistem hutan hingga flora dan fauna selalu terjaga.

Secara kelembagaan adat, tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh warga kasepuhan sudah diatur secara turun temurun. Salah satu contohnya, adalah tugas ngajaga leuweng atau menjaga hutan. Tugas ini merupakan salah satu bentuk kepedulian warga kasepuhan dalam menjaga dan melestarikan alam.

Ngajaga leuweung dipimpin oleh satu orang petugas yang ditunjuk, dibantu oleh masyarakat adat lainnya. Mereka bertugas memastikan hutan tetap hijau dan lestari, sekaligus memastikan tidak ada penebang ataupun pemburu liar yang masuk.

Kebersamaan warga kasepuhan (incu putu) dalam menjaga dan melestarikan alam pada perinsipnya selalu sejalan dengan pemerintah melalui TNGHS, di mana warga kasepuhan menetap.

Salah satu bukti kepedulian warga kasepuhan dalam menjaga hutan, adalah dengan adanya pembagian tiga ruang kelola hutan, yaitu Hutan Tutupan, Hutan Titipan dan Hutan Garapan.

Hutan Tutupan: Hutan yang tidak boleh dimasuki atau hutan larangan. Hutan ini tidak boleh disentuh atau tidak boleh dimasuki oleh warga masyarakat adat kasepuhan sekalipun. Apabila dilanggar, maka sesuatu akan terjadi kepada si pelanggar baik berupa penyakit atau tidak bisa kembali ke rumah karena tidak menemukan jalan pulang.

Hutan Titipan: Hutan yang boleh digarap tapi harus seizin dari pemangku adat. Hutan ini hanya dimanfaatkan untuk keperluan membangun rumah. Hutan ini biasanya lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman.

Salah satu larangan yang tidak boleh ditawar, adalah hutan ini terlarang dibuka apabila di Hutan Garapan masih tersedia bahan-bahan untuk keperluan mendirikan rumah.

Hutan Garapan: Hutan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari warga kasepuhan, yaitu berupa pesawahan, ladang dan kebun.

Di hutan ini siapa saja boleh menggarapnya asalkan ada kemauan. Baik itu masyarakat adat atau bukan. Namun ada satu hal yang tidak boleh, yaitu memiliki tanah tersebut atas nama individu.

Untuk diketahui, tidak ada batasan seberapa luas mereka diizinkan menggarap, sesuai kemampuan masing-masing.

Sementara untuk area persawahan, sebagian besar sudah merupakan tanah milik atau surat pemberian hak menggrap. Sawah-sawah hak milik tidak boleh sembarang menggarapnya, kecuali telah disepakati sistem bagi hasil.


Dilarang republikasi artikel kategori Headline dan Rubrik Headline tanpa seizin Redaksi sukabumiheadline.com

Berita Terkait

Profil Lauw Lanny Farida dan PT GPI: Tambang emas di Sukabumi picu banjir lumpur dan gagal panen
Kecamatan mana terbanyak? Membanding penderita kusta dengan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi
Membanding jumlah investor asing dan dalam negeri menurut jenis usaha di Kabupaten Sukabumi
5 kota/kabupaten berpenduduk terbanyak 2025 dibanding 2024, Sukabumi nambah berapa?
Intip fakta jalan rusak di Kota Sukabumi, hanya 61 km dalam kondisi baik
10 kecamatan terbanyak koperasi di Sukabumi, KDM: Banyak rentenir berkedok kosipa
Kapan terakhir Gede Pangrango meletus? Sudah 50 kali, abu vulkanik hingga Sukabumi dan Jakarta
Spot wisata kuliner di Kota Sukabumi bertambah signifikan, bukti kondisi ekonomi membaik?

Berita Terkait

Kamis, 17 April 2025 - 00:49 WIB

Kasepuhan Adat Banten Kidul: Dari Lebak ke Sukabumi, Aki Buyut Bao Rosa hingga Abah Asep Nugraha

Jumat, 11 April 2025 - 15:08 WIB

Profil Lauw Lanny Farida dan PT GPI: Tambang emas di Sukabumi picu banjir lumpur dan gagal panen

Kamis, 10 April 2025 - 03:30 WIB

Kecamatan mana terbanyak? Membanding penderita kusta dengan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi

Rabu, 9 April 2025 - 10:00 WIB

Membanding jumlah investor asing dan dalam negeri menurut jenis usaha di Kabupaten Sukabumi

Selasa, 8 April 2025 - 16:51 WIB

5 kota/kabupaten berpenduduk terbanyak 2025 dibanding 2024, Sukabumi nambah berapa?

Berita Terbaru

Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki - Ayep Zaki

Ekonomi

Wali Kota Sukabumi punya utang hampir Rp4 miliar

Sabtu, 19 Apr 2025 - 01:06 WIB

Halal bihalal Bupati Sukabumi dengan Apdesi Kabupaten Sukabumi - Humas Pemkab Sukabumi

Sukabumi

Pemkab rajin giat seremonial, Dewek serukan #SukabumiPesimis

Jumat, 18 Apr 2025 - 14:40 WIB