22 C
Sukabumi
Jumat, April 26, 2024

New Honda Beat 150 2024 Hadir dengan Segudang Keunggulan, Harga?

sukabumiheadline.com - Honda kembali membuat heboh dengan...

Lakalantas di Parungkuda Sukabumi, Avanza tabrak pagar lalu terguling

sukabumiheadline.com - Insiden kecelakaan lalu lintas (lakalantas)...

Ketika Raja Sunda Ditaklukkan Raja Sunda, Kisah Lengkap Pajajaran Runtuh

Gaya hidupKetika Raja Sunda Ditaklukkan Raja Sunda, Kisah Lengkap Pajajaran Runtuh

SUKABUMIHEADLINE.com l Bagi masyarakat Sunda, nama Kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi begitu lekat di hati dan ingatan, sehingga cerita masa keemasannya kerap dituturkan turun temurun dari para orang tua kepada anak-anak mereka.

Tak heran jika semua nama dan istilah yang berkaitan dengan kerajaan ini diabadikan dalam berbagai bentuk sebagai cara masyarakat Jawa Barat mengenang raja mereka.

Masyarakat Sunda pada umumnya tentu sangat familiar dengan nama Siliwangi yang diabadikan menjadi nama jalan, stadion, universitas, hingga Komando Daerah Militer (Kodam) III. Bahkan, Siliwangi terbilang paling populer dan banyak digunakan untuk nama klub sepakbola hingga rumah makan.

Begitupun dengan Pakuan dan Pajajaran, juga diabadikan menjadi nama jalan di semua wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat, dan nama universitas di Bogor dan Bandung. Selain itu, nama Sri Baduga Maharaja diabadikan menjadi nama museum.

Meskipun sebagian masyarakat Sunda meyakini sang raja memilih moksa atau menghilang untuk lebih mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa, tapi tidak banyak yang mengetahui penyebab runtuhnya Kerajaan Pajajaran.

Menariknya, masa keemasan Kerajaan Pajajaran semakin bersinar, justru ketika masa keemasan Majapahit mulai meredup usai perang Bubat.

Berikut adalah 5 kisah singkat runtuhnya Kerajaan Pajajaran.

1. Kerajaan Bercorak Hindu

Dalam catatan Tom Peres, The Suma Oriental disebutkan bahwa pusat Kerajaan Pajajaran, kerajaan bercorak Hindu yang berpusat di Jawa Barat, terletak di Parahyangan Sunda dan Pakuan (sekarang Bogor) yang menjadi ibu kota Sunda.

Karenanya, Pakuan dan Pajajaran kerap disebut secara bersamaan, Pakuan Pajajaran, atau juga populer disebut sebagai Negeri Sunda atau Pasundan.

Sesuai catatan dalam The Suma Oriental, Kerajaan Pajajaran merupakan lanjutan dan meliputi Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kawali.

2. Masa Keemasan Kerajaan Pajajaran 

Pada sekira 1400-an, kondisi Majapahit semakin lemah karena banyaknya pemberontakan dan perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan. Hingga kemudian, Prabu Kertabumi atau Brawijaya V jatuh dari kekuasaannya.

Tak pelak banyak para pengungsi yang menuju ke ibu kota Kerajaan Galuh yang berada di wilayah Kawali, Kuningan, Jawa Barat. Pengungsi tersebut merupakan kerabat dari Kerajaan Majapahit.

Masa keemasan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa
Masa keemasan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa

Pada saat itu Raden Baribin yang merupakan saudara dari Prabu Kertabumi diterima dengan tangan terbuka oleh Raja Galuh, Prabu Dewa Niskala putra dari Mahaprabu Niskala Wastu Kancana. Bahkan, ia juga menikah dengan salah satu putri dari Dewa Niskala yang bernama Ratna Ayu Kirana.

Bukan hanya itu, ternyata raja juga menikah dengan salah satu rombongan Raden Baribin yang ikut mengungsi. Tetapi dengan adanya pernikahan tersebut, Raja Susuktunggal yang berasal dari Kerajaan Sunda tidak terima.

Ia menganggap bahwa Raja Dewa Niskala sudah melanggar aturan yang dibuat sejak peristiwa Perang Bubat. Peraturan tersebut berbunyi: “Jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit”.

Akibat perselisihan Dewa Niskala dan Susuktunggal itu, peperangan pun nyaris terjadi di antara dua raja yang merupakan besan tersebut.

Beruntung, peperangan urung terjadi karena dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut. Keputusan terakhir yang diambil, kedua raja harus turun tahta dan harus bersedia menyerahkan tahta mereka pada putera yang sudah dipilih.

Pada saat itu Dewa Niskala memilih Jayadewa yang merupakan anaknya, untuk meneruskan kekuasaannya. Demikian juga dengan Prabu Susuktunggal yang juga memilih sosok pengganti yang sama.

Jayadewa kemudian berhasil mempersatukan kedua kerajaan tersebut, dan mulai memerintah pada sekira 1482 dengan gelar Sri Baduga Maharaja.

Bahkan kemudian Kerajaan Pajajaran (meliputi Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kawali — The Suma Oriental) mencapai puncak kejayaan pada saat masa kekuasaan Jayadewa atau Sri Baduga Maharaja atau Sri Siliwangi.

Pada masa itu, Sri Baduga Maharaja membangun sebuah karya besar yang diberi nama Maharena Wijaya. Tidak hanya itu, Maharaja juga membuat jalan yang digunakan untuk menuju ibukota Pakuan dan Wanagiri.

Pertahanan ibu kota yang diperkuat serta memberikan desa yang perdikan untuk semua pendeta dan pengikutnya, sehingga hal tersebut dapat menyemangati kegiatan beragama dan menjadi pemimpin kehidupan para rakyat.

Sri Baduga Maharaja juga memberikan perintah untuk membangun antara lain adalah sebagai berikut. Kabinihajian atau Kaputren, Kesatriaan atau Asrama Prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari para raja yang berada di bawahnya dan menyusun undang-undang kerajaan.

Menurut catatan sejarah, Kerajaan Pajajaran berhasil mencapai masa keemasannya di bawah kuasa Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang berkuasa sejak 1482 hingga 1521.

Karenaya, ia dikenal sebagai raja yang tidak pernah punah dan selalu hidup di hati secara abadi dan pikiran masyarakat Jawa Barat.

3. Ditaklukkan Kerajaan Sunda Lainnya

Nyaris satu abad kemudian, atau tepatnya 1579, Kerajaan Pajajaran runtuh sejak adanya serangan dari kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf.

Keruntuhan Pajajaran diawali setelah terjadi persekutuan antara Kesultanan Demak dan Cirebon, sehingga ajaran Islam mulai memasuki wilayah Pasundan.

Hal itulah yang kemudian menimbulkan keresahan bagi Jaya Dewata atau Sri Baduga Maharaja, sehingga ia kemudian membatasi para pedagang Muslim yang ingin memasuki Pelabuhan Kerajaan Pajajaran.

Tak hanya itu, Pajajaran pun memilih berkoalisi dengan Portugis agar bisa mengimbangi Kesultanan Demak dan Cirebon.

Pajajaran bahkan memberikan kebebasan untuk melakukan perdagangan dengan bebas kepada Portugis di Pelabuhan Kerajaan Pajajaran, dengan imbalan berupa bantuan militer apabila Kesultanan Demak dan Cirebon melakukan penyerangan. 

Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa
Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa

Kondisi tersebut membuat Kesultanan Banten merasa khawatir kekuasaannya akan direbut oleh Pajajaran yang telah menjalin kerjasama dengan Portugis, sehingga kemudian Kesultanan Banten memutuskan untuk menyerang Pajajaran.

Alasan lain Maulana Yusuf menyerang Pajajaran, adalah karena Kesultanan Banten dan Kerajaan Pajajaran memiliki bataas wilayah langsung. Sementara di sisi lain, kedua kerajaan tersebut memiliki perbedaan pandangan dan kepercayaan.

Penyerangan dilakukan setelah pasukan Demak dan Cirebon mendarat di Banten, sehingga ajaran Islam yang dibawa oleh para pendatang dapat menarik perhatian masyarakat hingga ke pedalaman Wahanten Girang.

Serangan dilakukan Maulana Yusuf untuk menyebarkan agama Islam melalui penaklukan, dan Pajajaran menjadi target Maulana Yusuf untuk diruntuhkan karena bercorak Hindu.

Pada 1524, kekuasaan Pajajaran resmi jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Sejak saat itu, kekuasaan Pajajaran sinarnya semakin meredup hingga akhirnya benar-benar runtuh pada 1579 M.

4. Kerajaan Pajajaran Resmi Runtuh

Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa
Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran. l Istimewa

Keruntuhan Pajajaran tersebut ditandai dengan dipindahkannya Palangka Sriman Sriwacana atau Singgasana Raja berbentuk batu berukuran 200 x 160 x 20 cm oleh pasukan Maulana Yusuf dari pangkuran Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten.

Hal itu dilakukan karena Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan raja baru. Perpindahan singgasana raja juga menjadi tanda bahwa Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah putri dari Sri Baduga Maharaja. Baca lengkap: Prabu Siliwangi Kakek dari Sunan Gunung Jati

Sesudah berhasil dikalahkan oleh Kesultanan Banten, para punggawa Istana Pakuan Pajajaran menetap di Lebak dan hidup di pedalaman dengan memakai cara kehidupan mandala yang ketat dan kelompok masyarakat tersebut masih ada hingga saat ini, yakni kelompok masyarakat Baduy.

Namun, catatan lainnya menyebut jika para golongan bangsawan Sunda Pajajaran memutuskan meninggalkan kepercayaan lama mereka dan memilih memeluk Islam sesuai harapan Maulana Yusuf. Baca lengkap: 5 Kisah tentang Agama yang Dianut Prabu Siliwangi

5. Peninggalan Kerajaan Pajajaran

Banyak peninggalan masa Kerajaan Pajajaran yang masih bisa dilihat hingga saat ini, sekaligus menunjukkan bahwa Kerajaan Sunda ini pernah eksis dan mencapai masa keemasannya, sebelum akhirnya runtuh.

Berikut adalah sebagian bukti peninggalan Kerajaan Pajajaran:

  • Babad Padjajaran
  • Carita Parahyangan
  • Kidung Sundayana
  • Prasasti Batu Tulis
  • Prasasti Sanghyang Tapak
  • Prasasti Kawali
  • Prasasti Rakryan Juru Pengambat.

Singgasana Raja atau Palangka Sriman Sriwacanahingga saat ini dapat kita lihat di depan bekas dari Keraton Surosowan yang ada di daerah Banten. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Watu Gilang yabg berarti Mengkilap.

Dari segi pembangunan bisa dilihat dalam prasasti Kebantenan dan juga Batutulis. Batutulis tersebut mengisahkan juru pantun dan penulis Babad yang masih bisa kita lihat sampai sekarang, tetapi ada beberapa atau sebagian lagi sudah hilang.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer