Kisah Hayam Wuruk luntang-lantung usai gagal nikahi Putri Raja Sunda Dyah Pitaloka Citraresmi

- Redaksi

Minggu, 26 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dyah Pitaloka Citraresmi dan Raja Majapahit Hayam Wuruk versi AI - Istimewa

Dyah Pitaloka Citraresmi dan Raja Majapahit Hayam Wuruk versi AI - Istimewa

sukabumiheadline.com – Gagal menikahi putri Raja Sunda Dyah Pitaloka Citraresmi Raja Majapahit Hayam Wuruk berusaha move on dengan melakukan kunjungan ke wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Kegagalan menikahi Dyah Pitaloka yang diawali Perang Bubat sempat membuat hubungan buruk Hayam Wuruk dengan mahapatihnya Gajah Mada. Perang terjadi lantaran Gajah Mada ingin menaklukkan Kerajaan Sunda.

Dalam peperangan itu, rombongan pernikahan Kerajaan Sunda tewas semuanya, termasuk orang tua Dyah Pitaloka, serta para pejabat penting Kerajaan Sunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gajah Mada menganggap momen pernikahan Hayam Wuruk dengan putri Raja Sunda menjadi jalan menaklukkan Kerajaan Sunda secara politis. Hal ini kemudian berimbas pada Gajah Mada dijadikan kambing hitam kegagalan pernikahan Hayam Wuruk.

Usai Perang Bubat, Hayam Wuruk berusaha bangkit agar tak semakin terpuruk. Di disebutkan jadi hobi luntang-lantung, meskipun masih di wilayah kekuasaannya, kawasan timur ibu kota Kerajaan Majapahit.

Baca Juga :  Mengenal Nusya Mulya, Raja dan panglima Pajajaran terakhir

Namun demikian, Hayam Wuruk tetap menyerap aspirasi masyarakatnya, sekaligus memastikan keamanan wilayah kekuasaan. Apalagi wilayah Lamajang yang dituju Raja Majapahit kerap dilanda peperangan dan ketidakstabilan keamanan serta politik.

Kunjungan ketiga dilakukan sang Raja Majapahit pasca-Perang Bubat. Kunjungan ini membawa serta Gajah Mada yang sempat diistirahatkan usai kesalahannya di Perang Bubat.

Mansur Hidayat pada penjelasannya di buku Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru, kunjungan terjadi pada 1359 Masehi ke wilayah bekas Kerajaan Lamajang Tigang Juru.

Kunjungan ke Lamajang ini juga diikuti menteri, tanda, pendeta, pujangga, abdi istana, dan dikawal ribuan pasukan. Rombongan besar ini melakukan kunjungan diplomasi yang sangat penting, karena merupakan wilayah yang kerap terjadi pergolakan.

Pada kunjungannya ini rombongan Kerajaan Majapahit memakan waktu 3 bulan dengan menelusuri wilayah timur ibu kota Majapahit. Rombongan bergerak menuju Malang dan Pasuruan yang merupakan wilayah inti Kerajaan Majapahit.

Berturut-turut rombongan melintasi Pawijungan yang diperkirakan di Bantaran (Probolinggo selatan), yang kemudian menuruni Pesawahan (daerah Sawaran) dengan melintasi sawah kemudian menuju Jaladipa, Talapika, dan Padali yang saat ini bisa diidentifikasi menjadi daerah Ranu Bedali (Ranuyoso dan Klakah sekarang).

Baca Juga :  Kisah tewasnya dua panglima Perang Majapahit di wilayah Sunda

Setelah itu, melintasi Arnon (Biting/Kutorenon) yang merupakan ibu kota langsung menuju Panggulan (diperkirakan Panjunan atau Sukodono sekarang) menuju Tepasena (diperkirakan Purwosono sekarang) dan menuju Kota Rembang yang diperkirakan daerah Candipuro, di mana ini merupakan kompleks bekas ibu kota Lamajang pada masa lebih kuno.

Rombongan Kerajaan Majapahit meneruskan perjalanannya sambil blusukan ke rakyatnya. Rombongan pada akhirnya sampai di Dampar yang terdapat di pinggir pantai.

Di sinilah rombongan beristirahat cukup lama dengan santai sambil menikmati pemandangan indahnya pesisir pantai. Dari Dampar, rombongan berjalan ke arah Timur menuju Patunjungan (Desa Tunjungrejo, Kecamatan Yosowilangun) dan di Kasogatan Bajraka, yang termasuk wilayah Taladwaja di mana banyak penghuninya mengungsi akibat seringnya terjadi peperangan.

Masyarakat memilih mengungsi demi menghindari kehadiran rombongan besar karena peperangan antara Majapahit dan Lamajang belum reda setelah berlangsung 43 tahun lamanya.

Berita Terkait

Sukabumi nomor 10, ini daftar daerah yang di juluki Kota Santri di Pulau Jawa
Mengurai benang kusut sejarah Hiroshima 2 Sukabumi, benarkah sebuah kota?
Setia Untung Arimuladi: Santri di Sukabumi, Kasi Intel Kejari Cibadak, Wakil Jaksa Agung
Pendidikan, dan kehidupan pribadi Budi Djiwandono, keponakan Prabowo Ketua PNKT
Kenalkan, Grandmaster catur Indonesia pertama asal Sukabumi, Herman Suradiradja
Profil Ghazala Hashmi: Muslim pertama Wakil Gubernur Virginia AS vs Islamofobia
Minibiografi Abdullah Hammoud: Kisah Muslim jadi Wali Kota Dearborn Michigan AS
Minibiografi Zohran Mamdani: Muslim milenial pertama jadi Wali Kota New York vs Trump

Berita Terkait

Jumat, 21 November 2025 - 01:17 WIB

Sukabumi nomor 10, ini daftar daerah yang di juluki Kota Santri di Pulau Jawa

Minggu, 16 November 2025 - 02:07 WIB

Mengurai benang kusut sejarah Hiroshima 2 Sukabumi, benarkah sebuah kota?

Kamis, 13 November 2025 - 05:58 WIB

Setia Untung Arimuladi: Santri di Sukabumi, Kasi Intel Kejari Cibadak, Wakil Jaksa Agung

Senin, 10 November 2025 - 07:52 WIB

Pendidikan, dan kehidupan pribadi Budi Djiwandono, keponakan Prabowo Ketua PNKT

Senin, 10 November 2025 - 04:05 WIB

Kenalkan, Grandmaster catur Indonesia pertama asal Sukabumi, Herman Suradiradja

Berita Terbaru