Kisah Ustadz Nurdin Kamil, penyandang tunanetra dari Sukabumi jadi imam di Masjid Gus Dur

- Redaksi

Minggu, 23 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kisah Ustadz Nurdin Kamil, penyandang tunanetra dari Sukabumi jadi imam di Masjid Gus Dur - Istimewa

Kisah Ustadz Nurdin Kamil, penyandang tunanetra dari Sukabumi jadi imam di Masjid Gus Dur - Istimewa

sukabumiheadline.com – Masih ingat dengan Ustadz Muhammad Nurdin Kamil, seorang penghafal AlQuran penyandang tunanetra dari Sukabumi, Jawa Barat? Namanya terpilih menjadi imam shalat Tarawih di Masjid Gus Dur, atau Masjid Al-Munawwaroh, beberapa tahun lalu.

Kemudian pada malam ke-22 Ramadhan 1446/2025, Ustadz Nurdin kembali dipilih menjadi imam shalat Tarawih di masjid yang berada di kompleks kediaman KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Jalan Warung Sila, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan tersebut.

Malam itu, ustadz penyandang tunanetra berusia 45 tahun itu membawakan bacaan AlQuran juz 22.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mondok hingga ke Cirebon

Muhammad Nurdin Kamil sendiri adalah lulusan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Anwar, Desa Goa Kidul, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia telah menghafal AlQuran 30 juz sejak usia 26 tahun.

Ia mondok di pesantren yang diasuh KH Anwar Maksum, kakak sepupu KH Said Aqil Siroj tersebut sejak 2001 hingga 2006.

“Saat mondok di Cirebon, saya setoran hafalan langsung ke Kiai Anwar, satu maqra’. Saya menghafal AlQuran menggunakan mushaf Braille yang saya dapat dari Jogja,” ungkap Ustadz Nurdin.

Baca Juga :  Usaha Produsen Golok Tradisional di Nagrak Sukabumi Terkendala Bahan Baku

“Waktu itu sulit mencari Al-Qur’an Braille,” imbuhnya dikutio dari NU Online.

Pria asal Kampung Bojong Pari, Desa Jaya Bakti, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi ini mengungkapkan, sejak kecil ia belajar membaca AlQuran Braille di Ponpes Al-Muawanah, Kabupaten Sukabumi.

Setahun kemudian, ia pindah mondok ke Bandung. Ia mengaku awalnya tertarik belajar kitab kuning, tetapi keinginannya itu kandas karena saat itu belum ada kitab kuning dalam tulisan Braille.

“AlQuran saja, satu juz itu besar sekali. Jadi wajar kalau sulit ditemukan kitab kuning dalam tulisan Braille. Pak Kiai akhirnya menyarankan saya untuk menghafal AlQuran saja,” kata Nurdin.

“Saya tidak langsung ke Cirebon, tetapi mondok di Bandung dulu, di Ponpes Al-Syifa’, khusus belajar Ilmu Qiraat dan Tajwid. Cuma, waktu itu suara saya kurang memadai. Akhirnya, kiai menyuruh saya fokus menghafal saja,” lanjutnya.

Nurdin kemudian mengikuti petunjuk kiainya di Bandung untuk melanjutkan hafalan di Cirebon.

Baca Juga :  Kepergok Sedang Berdua Lelaki di Kamar, Siswi SMP di Simpenan Sukabumi Gandir

“Saat saya setoran, Kiai Anwar biasa saja, seperti santri lainnya. Apalagi saya sudah memiliki bekal tajwid yang bagus, jadi langsung menghafal,” ujarnya bersyukur.

Menurutnya, jika ada anak tunanetra yang ingin menghafal AlQur’an, ia menyarankan agar mereka belajar Braille terlebih dahulu di Sekolah Luar Biasa (SLB).

“Memang ada metode dengan dituntun sampai bisa membaca, tetapi kiai juga sibuk, dan teman-teman tidak selalu punya waktu luang,” tuturnya. ​

Di tengah keterbatasannya, Nurdin tetap bersyukur karena Allah memberinya kemampuan menghafal AlQuran. Ia berharap, anak-anak penyandang tunanetra terus berlomba dalam kebaikan dan tidak kalah dengan yang lain.

“Jangan sampai tertinggal dari anak-anak normal. Sekarang sudah ada sekolahnya. Banyak tunanetra yang pintar, bahkan ada yang menjadi dosen. Tapi tantangannya ada pada orang tua. Setelah anak dilepas, banyak yang takut ini dan itu. Harus benar-benar tega demi kemajuan anak,” ungkapnya.

Ustadz Nurdin berpesan kepada para jamaah, khususnya di Masjid Gus Dur, agar rajin bertadarus dan murajaah AlQuran, apalagi bulan Ramadhan tinggal beberapa hari lagi.

“Mari terus mencintai AlQuran dan membacanya sebanyak mungkin,” pesannya.

Berita Terkait

Sepenggal kisah Abah Didi Djajadinata, ulama humanis pendiri Miftahul Huda Sukabumi
5 + 1 Ponpes di Sukabumi, rekomendasi untuk buah hati
Santri di Sukabumi wajib tahu, Beasiswa Santri Baznas 2024 masuk PTN kuota 10 ribu awardee
KH Abdullah Mahfudz dan telaah kitab astronomi Injaazul Wa’di karya pendiri Ponpes Assalafiyah Sukabumi
Ponpes Daarut Tarmizi Sukabumi, unggulkan pendidikan bahasa dan IT siap cetak santri technopreneur
Mini biografi KH Abdurrahman: Pendiri Pondok Modern Assalam Sukabumi, pernah jadi tukang cukur dan buruh
Ada 35 ribu santri, ini jumlah ponpes dan ustadz di Kabupaten Sukabumi menurut kecamatan
Dihasut Resi Bungsu, Raja Pajajaran mencekal dakwah Syekh Siti Jenar

Berita Terkait

Minggu, 23 Maret 2025 - 10:00 WIB

Kisah Ustadz Nurdin Kamil, penyandang tunanetra dari Sukabumi jadi imam di Masjid Gus Dur

Jumat, 28 Februari 2025 - 11:00 WIB

Sepenggal kisah Abah Didi Djajadinata, ulama humanis pendiri Miftahul Huda Sukabumi

Jumat, 14 Februari 2025 - 01:10 WIB

5 + 1 Ponpes di Sukabumi, rekomendasi untuk buah hati

Jumat, 18 Oktober 2024 - 16:55 WIB

Santri di Sukabumi wajib tahu, Beasiswa Santri Baznas 2024 masuk PTN kuota 10 ribu awardee

Jumat, 27 September 2024 - 04:02 WIB

KH Abdullah Mahfudz dan telaah kitab astronomi Injaazul Wa’di karya pendiri Ponpes Assalafiyah Sukabumi

Berita Terbaru