22.3 C
Sukabumi
Senin, Juni 24, 2024

Warga Sukabumi lulusan SMA/SMK? Pos Indonesia buka banyak lowongan kerja

sukabumiheadline.com - Kabar menarik buat warga Sukabumi,...

Bobotoh, ini jadwal Persib Bandung di AFC Champions League Two

sukabumiheadline.com - Meski suporter Liga 1 masih...

Intip harga dan spesifikasi Redmi Note 15 Pro, smartphone idola Gen Z

sukabumiheadline.com - Smartphone telah menjadi bagian tak...

Perjalanan hidup AWKA, adik Buya Hamka ditahan di Sukabumi lalu murtad dan jadi pendeta

KhazanahPerjalanan hidup AWKA, adik Buya Hamka ditahan di Sukabumi lalu murtad dan jadi pendeta

sukabumiheadline.com – William Karim Amrull (7 Juni 1927 – 25 Maret 2012), atau lebih dikenal dengan nama Willy Amrull dan nama pena AWKA yang merupakan kependekan dari nama aslinya, Abdul Wadud Karim Amrullah.

Dalam perjalanan hidupnya kemudian, ia menjadi pendeta di Amerika Serikat. Dia apostasi dari agama sebelumnya, yakni Islam menjadi Kristen Protestan dan berperan sebagai misionaris dalam upaya kristenisasi di Sumatera Barat.

Biodata Willy Amrull

Willy Amrull lahir pada 7 Juni 1927, di Kampung Kubu, Sungai Batang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda. Ia tercatat meninggal dunia pada 25 Maret 2012 (umur 84) di Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS).

Meskipun menetap hingga meninggal dunia di AS, Willy tetap berkewarganegaraan Indonesia. Pria yang juga memiliki nama samaran Badru Amrullah ini, selanjutnya lebih populer dipanggil Willy Amrull yang diambil dari nama baptisnya, William Karim Amrull.

Willy menempuh pendidikan di Sumatera Thawalib. Suami dari Vera Ellen George yang dinikahi pada 1970 ini, memiliki 3 orang anak.

Lahir dalam keluarga religius 

Willy Amrull lahir dalam keluarga yang sangat religius. Ayahnya, Abdul Karim Amrullah dan ibunya bernama Siti Hindun.

Ia adalah anak ketiga dari pasangan Abdul Karim Amrullah dari Jambak dan Siti Hindun binti Thoyib dari Malayu, istri kedua Amrullah—sumber lain menyatakan sebagai istri ketiga.

Buya Hamka - Istimewa
Buya Hamka – Istimewa

Dua kakak kandungnya telah meninggal terlebih dahulu ketika mereka masih balita. Ia merupakan adik seayah dari Abdul Malik (Buya Hamka) dan Abdul Bari. Wadud menghabiskan masa kecilnya di Sungai Batang bersama kedua orang tuanya, serta ibu tirinya, Dariyah.

Sebagaimana anak Minangkabau pada umumnya, saat kecil ia beribadah di masjid di kampungnya, lalu berangkat ke madrasah di Padang Panjang yang dikelola oleh murid-murid ayahnya.

Menurut kesaksian AWKA dalam buku biografinya, saat masih belia, ia dan ayahnya Haji Rasul sempat ditahan di Tjikirai Straat no. 8 (Jalan Cikirai). Sebelumnya mereka juga sempat tinggal di sebuah hotel dekat Stasiun Kereta Api (KA) Sukabumi.

AWKA ikut ditahan karena harus menemani sang ayah, yang juga ditahan bersama kakaknya, Buya Hamka.

Masih menurut AWKA, kabar menyebar bahwa Haji Rasul ditahan di Sukabumi, warga Minang yang merantau di Sukabumi langsung memberikan pertolongan. Di antaranya Engku Iskandar yang berasal dari Padang Pariaman, menyediakan rumah untuk ditempati Haji Rasul dan AWKA. Ia ingat, di belakang rumah yang ditempati ayahnya, Haji Rasul, ada sebuah masjid dan di seberang jalan ada Sekolah Katholik.

Petualangan

Selanjutnya ia meninggalkan Minangkabau pada 8 Agustus 1941 bersama ayahnya ke Sukabumi, ketika ayahnya dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda karena aktivitas perjuangannya. Baca lengkap: Kisah Buya Hamka ditahan di Sukabumi, menulis buku Hanya Allah hingga ingin bunuh diri

Informasi dari Museum Kelahiran Buya Hamka menyebut, Willy Amrull atau AWKA sudah dibuang sepanjang adat dari Nagari Sungai Batang, dan hak-hak sosial maupun budayanya sudah dicabut. Artinya, ia bukan orang Minang lagi. Hal itu setelah ia memutuskan meninggalkan keyakinan lamanya, Islam.

Selepas kematian ayahnya pada 1945, Abdul Wadud berangkat ke Rotterdam dengan bekerja sebagai tukang binatu di kapal MS Willem Ruys yang berangkat dari Tanjung Priok pada Februari 1949.

Selanjutnya ia meneruskan petualangan ke Amerika Serikat dan Amerika Selatan pada 1950 sebelum akhirnya memutuskan untuk menetap di San Francisco, California. Di California, Abdul Wadud mendirikan IMI (Ikatan Masyarakat Indonesia) tahun 1962.

Kemudian ia menikah dengan Vera Ellen George, seorang gadis Indo, pada 6 Juni 1970 dan belakangan dikaruniai 3 orang anak. Ia juga aktif dalam kegiatan Islamic Center yang dikelola oleh para imigran Islam dari Indonesia dan negara-negara Islam lainnya di Los Angeles.

Kembali ke Indonesia

Pada 1977 Willy Amrull dan keluarga kembali ke Indonesia dan bekerja di biro perjalanan milik Hasjim Ning di Bali. Pada saat bisnis mereka bermasalah, istrinya yang mualaf kembali diajak teman-temannya untuk pergi ke gereja.

Tidak itu saja, sang istri juga mengajak si suami untuk turut serta. Akibatnya mereka sering bertengkar hebat. Setelah cukup lama dalam kesulitan ekonomi, pada tahun 1981, ia setuju mengikuti agama istrinya. Pada tahun 1983, ia dibaptis oleh Pendeta Gereja Baptis Gerard Pinkston di Kebayoran Baru.

Selanjutnya ia kembali ke Amerika Serikat tahun itu juga, menyusul istri dan anak-anaknya yang sudah lebih dahulu meninggalkan Indonesia. Tidak lama kemudian Abdul Wadud ditahbiskan menjadi pendeta di Gereja Pekabaran Injil Indonesia (GPII, sekarang Gereja Misi Injili Indonesia/GMII) di California. Sejak itu ia lebih dikenal dengan nama Pendeta Willy Amrull.

Kasus Wawah

Di Sumatera Barat, Willy Amrull dikenal sebagai Pendeta Willy. Pada 1999, dirinya jadi perbincangan ramai karena Kasus Wawah yang menghebohkan masyarakat Sumbar.

Pada kasus tersebut, Pendeta Willy bersama Yanuardi Koto menjadi “aktor” penting dalam upaya kristenisasi di Ranah Minang. Awalnya, Pendeta Willy memakai nama samaran Badru Amarullah, dan mengaku sebagai pengusaha dan juga orang yang berdinas di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amerika Serikat.

Di Padang, Pendeta Willy tinggal di sebuah rumah yang dihadiahkan oleh seorang pengusaha hotel. Rumah tersebut juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pendeta-pendeta muda yang akan melaksanakan misi kristenisasi di Sumatera Barat.

Selama berdomisili di kota Padang, Badru Amarullah atau Pendeta Willy aktif sebagai pembina Persekutuan Kristen Sumatera Barat (PKSB), sebuah organisasi yang diketuai oleh Yanuardi Koto.

Kemudian terjadilah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh orang-orang yang dibina oleh Badru Amarullah atau Pendeta Willy dan Yanuardi Koto.

Dalam peristiwa yang menghebohkan tersebut, Wawah, seorang siswa, diculik dan dibaptis lalu juga ada yang memperkosanya. Kasus tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Padang, sedangkan Willy Amrull sudah menghilang entah ke mana.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer