Profil Eddy Djadjang Djajaatmadja, pria Sukabumi jadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama dan Gubernur Sulawesi Tengah

- Redaksi

Jumat, 9 Agustus 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Profil Eddy Djadjang Djajaatmadja, dari Sukabumi jadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama - Istimewa

Profil Eddy Djadjang Djajaatmadja, dari Sukabumi jadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama - Istimewa

sukabumiheadline.com – Nama Eddy Djadjang Djajaatmadja memang tidak sepopuler nama-nama pesohor asal Sukabumi, Jawa Barat, lainnya. Namun, pada masanya, pria ini memiliki karier mentereng di pemerintahan dan selalu menjadi pemberitaan di berbagai media Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta (sekarang Daerah Khusus Jakarta atau DKJ).

Djadjang lahir pada 1928 (ada data lain menyebut 1929). Pria yang disebut berasal dari wilayah Pajampangan, Kabupaten Sukabumi, ini pernah menduduki berbagai jabatan baik di militer maupun pemerintahan.

Sosoknya dikenal sebagai seorang perwira dan birokrat angkatan darat (AD) Indonesia yang menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat yang pertama pada 1966. Selain itu, Djadjang juga pernah ditunjuk sebagai dan penjabat Gubernur Sulawesi Tengah, pada 1979.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rekomendasi Redaksi: Profil dan biodata Wahyu Mijaya: Dari Sukabumi, Sekpri Kang Aher, Kadisdik Jabar jadi Pj Bupati Cirebon

Perjalanan karier Eddy Djadjang Djajaatmadja

Profil Eddy Djadjang Djajaatmadja, dari Sukabumi jadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama - Istimewa
Profil Eddy Djadjang Djajaatmadja, dari Sukabumi jadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama – Istimewa

Sosok Eddy Djadjang Djajaatmadja mengawali suksesnya saat diangkat sebagai juru bicara Umar Wirahadikusumah yang saat itu menjabat sebagai Panglima Daerah Militer Jakarta (sekarang Komando Daerah Militer atau Kodam).

Selama menjabat sebagai juru bicara, Djajaatmadja terlibat dalam kontroversi antara dirinya dan Partai Komunis Indonesia ketika ia menuduh beberapa anggota politbiro partai melakukan kesalahan dalam sebuah pernyataan yang diumumkan pada 22 Juli 1959.

Politbiro partai mengirim surat ke pengadilan militer Jakarta tiga hari kemudian, yang menyatakan bahwa Djadjang telah mencemarkan nama baik partai dan menuntutnya untuk diadili di pengadilan militer.

Pada perayaan Hari Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan pada 20 Mei 1959, Djajaatmadja mengumumkan bahwa warga Jakarta yang tidak mengibarkan bendera Indonesia pada hari itu akan diberi peringatan. Ia menyatakan bahwa tindakan akan diambil terhadap warga jika mereka tidak mengibarkan bendera untuk kedua kalinya.

Baca Juga :  Profil dan biodata Wahyu Mijaya: Dari Sukabumi, Sekpri Kang Aher, Kadisdik Jabar jadi Pj Bupati Cirebon

Djadjang kemudian dipindahtugaskan menjadi Panglima Daerah Militer Tangerang, suatu jabatan yang dipertahankannya setelah reorganisasi daerah militer di Jakarta pada 1966. Ia meninggalkan jabatan tersebut sebulan kemudian ketika diangkat menjadi Wali Kota Jakarta Pusat.

Baca Juga:

Menjadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama 

Eddy Djadjang Djajaatmadja
Eddy Djadjang Djajaatmadja mengenakan jas putih, saat mendampingi Presiden Soeharto menerima kunjungan kenegaraan Ratu Juliana ke Indonesia pada 1971 (atas).
Eddy Djadjang Djajaatmadja (kanan) bersama Ratu Juliana pada kesempatan yang sama (bawah) – Istimewa

Djadjang menjadi Wali Kota Jakarta Pusat pada tanggal 26 Agustus 1966 dan terus menjabat selama tiga belas tahun berikutnya. Selama masa jabatannya, ia terlibat dalam pengembangan organisasi seni bela diri pencak silat.

Ia awalnya terpilih sebagai ketua organisasi pencak silat Jakarta pada 1978 sebelum menjadi ketua harian organisasi pencak silat pusat.

Djadjang kemudian digantikan sebagai ketua harian oleh Eddie Marzuki Nalaparya setelah mengakhiri masa jabatan wali kotanya, serta sebab komplikasi kesehatan yang sering dialaminya.

Rekomendasi Redaksi: Tiga jenderal Sunda pernah jadi Pangdam Jaya, satu dari Sukabumi

Gubernur Sulawesi Tengah

Karier Eddy Djadjang Djajaatmatdja tidak berhenti. Selanjutnya, ia dilantik sebagai penjabat Gubernur Sulawesi Tengah pada 22 Oktober 1979 oleh Presiden Soeharto, setelah pendahulunya, Moenafri, digulingkan karena diduga tidak setia kepada pemerintah pusat.

Namun, saat itu Djadjang menolak tinggal di rumah dinas gubernur, tapi di wisma tamu sebagai gubernur. Selama masa jabatannya, anggaran tahunan provinsi meningkat tajam dari Rp25 miliar menjadi Rp54 miliar.

Namun sayangnya, terjadi sejumlah kerusuhan di Sulawesi Tengah yang dipicu oleh pemecatan Moenafri dari jabatan gubernur. Sekelompok mahasiswa bentrok dan merusak rumah sejumlah pejabat Sulawesi Tengah. Mahasiswa kemudian menuntut agar Sekretaris Daerah BL Sallata dicopot dari jabatannya.

Baca Juga :  Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi

Baca Juga: 

Namun, Djadjang menolak mengabulkan tuntutan mahasiswa tersebut dan menyatakan bahwa dirinya mendapat perintah dari Menteri Dalam Negeri untuk tidak mencopot pejabat Sulawesi Tengah dari jabatannya untuk sementara waktu.

Masa jabatan pelaksana tugasnya berakhir setelah ia menyerahkan jabatannya kepada pelaksana tugas gubernur Eddy Sabara.

Jabatan singkat Djadjang yang hanya setahun sebagai penjabat Sulawesi Tengah diungkap Koran Tempo. Temuan Tempo menyebut bahwa Djadjang dicopot karena dianggap tidak mampu menyelenggarakan pemilihan gubernur definitif.

Namun, tuduhan tersebut dibantah oleh Djadjang. Menurutnya, masalah tersebut ditangani oleh DPRD provinsi dan bukan olehnya.

Seperti diketahui, pada saat itu, presiden, gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh legislatif. Pemilihan secara langsung oleh rakyat dilaksanakan sejak Presiden Soeharto lengser, atau sejak Reformasi 1998.

Karier Eddy Djadjang Djajaatmatdja 

  • Gubernur Sulawesi Tengah
    (Plt.), menjabat 22 Oktober 1979 – 25 November 1980. Dilantik oleh Presiden
    Soeharto untuk menggantikan Moenafri. Setahun kemudian, Djadjang diganti oleh Eddy Sabara.
  • Menjadi Wali Kota Jakarta Pusat pertama sejak 26 Agustus 1966 – 22 Oktober 1979. Dilantik oleh Gubernur DKI Ali Sadikin. Setelah 13 tahun menjabat, Djadjang digantikan oleh Soeminto Hadisiswoyo.
  • Di militer, Djadjang aktif di TNI Angkatan Darat (AD) dengan pangkat kolonel di kesatuan Infanteri.

Sebagai informasi, pada masa Orde Baru (Orba) tentara aktif berpangkat kolonel lazim menduduki jabatan di pemerintahan dan kepala daerah untuk level bupati atau wali kota. Sedangkan untuk gubernur, untuk perwira tinggi atau sudah jenderal.

Djadjang meninggal dunia dalam usia 95 tahun di Jakarta, atau tepatnya pada April 1990. Namun, ia dikebumikan di tanah kelahirannya, Sukabumi.

Berita Terkait

Sesalkan insiden Sukabumi, Kemenag siapkan regulasi khusus rumah doa
4 persamaan Sunni dan Syiah versi Ayatollah Khamenei dan cara Barat pecah belah Muslim
Masa kecil, kontroversi hingga gelar akademik Syahrini: Dari Sukabumi ke Festival Film Cannes 2025
Kapan Israel hancur? Ini penjelasan tafsir ulama
Profil RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang milik FK Unsri, didirikan dokter asal Sukabumi
Profil Mohammad Ali, Menkes ke-5 RI asal Sukabumi dan pencetus fakultas kedokteran
5 fakta Grand Inna Samudra Beach Sukabumi: Sejarah, biaya pembangunan, arsitek hingga kamar sakral
Mengenal keunggulan Ponpes Al Firdaus Sukabumi, tempat alumni Gontor mengabdi

Berita Terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 12:24 WIB

Sesalkan insiden Sukabumi, Kemenag siapkan regulasi khusus rumah doa

Rabu, 25 Juni 2025 - 15:01 WIB

4 persamaan Sunni dan Syiah versi Ayatollah Khamenei dan cara Barat pecah belah Muslim

Selasa, 24 Juni 2025 - 04:03 WIB

Masa kecil, kontroversi hingga gelar akademik Syahrini: Dari Sukabumi ke Festival Film Cannes 2025

Minggu, 22 Juni 2025 - 04:40 WIB

Kapan Israel hancur? Ini penjelasan tafsir ulama

Sabtu, 21 Juni 2025 - 16:00 WIB

Profil RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang milik FK Unsri, didirikan dokter asal Sukabumi

Berita Terbaru

Legislatif

Harapan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi di HUT ke-79 Bhayangkara

Selasa, 1 Jul 2025 - 16:30 WIB