25.3 C
Sukabumi
Jumat, Mei 17, 2024

Yamaha Zuma 125 meluncur, intip harga dan penampakan detail motor matic trail

sukabumiheadline.com - Yamaha resmi memperkenalkan Zuma 125...

Ternyata Ini Penyebab Ledakan Tabung CNG di Cibadak Sukabumi, Kepsek SD Korban Tewas

sukabumiheadline.com l Peristiwa pilu meledaknya tabung gas...

Desain Ala Skuter Retro, Intip Spesifikasi dan Harga Suzuki Saluto 125

sukabumiheadline.com l Di belahan dunia lain, Suzuki...

Profil KH. Masthuro dan Catatan Perjalanan Satu Abad Lebih Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi

KhazanahProfil KH. Masthuro dan Catatan Perjalanan Satu Abad Lebih Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi

sukabumiheadline.com l CISAAT – Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Masthuriyah merupakan salah satu ponpes tertua di Sukabumi, Jawa Barat. Ponpes yang berada di Kampung Tipar, Desa Cibolang Kaler, Kecamatan Cisaat ini didirikan oleh seorang ulama kharismatik, KH. Muhammad Masthuro.

Masthuro lahir pada 1901 di Kampung Cikaroya, tidak jauh dari Tipar. Ayahnya yang bernama Amsol, nama samaran dari Ansor, kesehariannya bertugas sebagai Amil atau Lebe yang mengurusi masalah keagamaan di desanya.

Dalam hal pendidikan keagamaan, sebagaimana kebiasaan masyarakat pedesaan pada masa itu, Masthuro memulai kegiatan dengan belajar membaca AlQuran yang dimulai pada usia enam tahun, yaitu pada 1907.

Guru pertamanya dalam membaca AlQuran adalah ayahnya sendiri. Kemudian pada 1909, di usianya yang kedelapan, ia menuntut ilmu di Pesantren Cibalung, Desa Talaga, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi yang dipimpin oleh K.H. Asyari.

Di Pesantren ini Masthuro memperdalam penguasaan membaca AlQuran dan kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan di banyak pesantren hingga saat ini.

Pada 1911, Masthuro masuk sekolah kelas II di Rambay, Kecamatan Cisaat dan lulus pada 1914.

Selain itu, ia juga mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Tipar Kulon yang dipimpin oleh K.H. Kartobi. Di pesantren ini, ia memperdalam kembali apa yang pernah diperolehnya di Ponpes Cibalung.

Kemudian, pada 1914, ia kembali mengaji kitab-kitab kuning di Pesantren Babakan Kaum Cicurug, Sukabumi yang dipimpin KH. Hasan Basri.

Pada masa yang sama, Masthuro juga mengaji di Pesantren Karang Sirna, Cicurug yang dipimpin oleh KH. Muhammad Kurdi.

Jarak yang tidak begitu jauh dari pesantren tempat ia tinggal, memungkinkannya untuk mengaji di dua pesantren pada saat bersamaan.

Di pesantren ini, seperti juga di pesantren-pesantren lainnya, Masthuro mempelajari kitab-kitab kuning terutama yang belum dipelajarinya.

Di dua pesantren tersebut, ia hanya mengaji selama satu tahun saja, karena pada tahun berikutnya, 1915, Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren Paledang, Cimahi, Kecamatan Cibadak pimpinan KH. Ghazali.

Masih di tahun yang sama, yaitu 1915, Masthuro berpindah ke Pesantren Sukamantri, Cisaat yang diasuh oleh KH. Muhammad Sidiq.

Selanjutnya, pada 1916, ia mempelajari kitab-kitab di Pesantren Pintuhek, Sukabumi yang dipimpin oleh KH. Munajat hingga 1918.

Keluarga KH. Muhammad Masthuro 

KH. Muhammad Masthuro memiliki dua istri, yaitu Momoh (Fatimah) dan dikaruniai dua orang putri, Yayah Badriyah dan Siti Maryam (alm).

KH. Muhammad Masthuro dan Hj. Hafsoh. l Istimewa
KH. Muhammad Masthuro dan Hj. Hafsoh. l Istimewa

Setelah Fatimah meninggal dunia, KH. Masthuro menikah dengan Hafsoh dan dikaruniai 11 anak, yaitu Bahiyah, Dedeh Rohaenah (alm), Nafisah (alm), Syihabuddin (alm), Siti Habibah, Izzudin (Enjud), Fakhruddin, Siti Shobihat Siti Rofi’ah, A. Aziz Masthuro dan Acep (alm)

Dari kedua istrinya dan 13 putra putrinya, KH. Masthuro memiliki 75 cucu dan delapan di antaranya telah meninggal dunia.
Keluarga besar KH. Masthuro, pendiri Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa
Keluarga besar KH. Masthuro, pendiri Ponpes Al-Masthuriyah Sukabumi. l Istimewa

Mendirikan Ponpes Al-Masthuriyah 

Al-Masthuriyah atau ‘Pasantren Tipar’ julukan dari masyarakat sekitar– berdiri sejak 1920 di Kampung Tipar, Desa Cibolangkaler (dulu Desa Cibungaok, kemudian menjadi Desa Cimahi), Kecamatan Cisaat.

Pada 9 Rabiul Akhir 1338 H, bertepatan dengan 1 Januari 1920, KH. Masthuro mendirikan madrasah yang diberi nama Madrasah Ahmadiyah yang merupakan cabang dari Madrasah Ahmadiyah Sukabumi.

Untuk diketahui, nama Ahmadiyah dipilihnya karena ia merupakan lulusan Madrasah Ahmadiyah Sukabumi, dan tidak ada kaitannya dengan nama sebuah aliran yang kerap muncul dalam pemberitaan media saat ini.

Pada 1941, KH. Masthuro mulai mengelola Madrasah dan pesantrennya secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya.

Nama Ahmadiyah pun diubahnya menjadi Sekolah Agama Sirojul Athfal yang secara bahasa, Siroj berarti “lampu” dan athfal berarti “anak laki-laki”.

Namun, atas saran dan hasil musyawarah pada 1950, dibentuklah sebuah lembaga baru bernama Sekolah Agama Sirojul Banat. Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri perempuan untuk belajar di pesantren ini.

Perkembangan selanjutnya, secara berturut-turut, KH. Masthuro mendirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal/Banat pada 1967 dan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal/Banat pada 1968.

Pada tahun ini pula, tepatnya tanggal 27 Rajab, KH. Masthuro menghadap Ilahi dan meninggalkan lembaga rintisannya yang kini sudah besar dan sudah menebarkan alumninya ke berbagai penjuru daerah di Indonesia, bahkan sudah sampai ke negeri yang jauh.

Selain pondok pesantren, lembaga pendidikan yang saat ini bernama Al-Masthuriyah itu telah berkembang dan mengelola semua tingkatan sekolah. Dari mulai RA, MD, MTs, MA hingga perguruan tinggi, STAI Al-Masthuriyah.

Sebelum wafat, ia memberikan wasiat kepada putra putrinya. Wasiat tersebut di tulis dalam bahasa Sunda. Baca lengkap: Memahami 6 Wasiat KH. Masthuro Sukabumi, Relevan dengan Kondisi Indonesia Saat Ini

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer